KPK Tetapkan 5 Tersangka Kasus Korupsi Fasilitas Pembiayaan LPEI
Jakarta, 3 Maret 2024 – Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) resmi menetapkan lima tersangka dalam perkara dugaan tindak pidana korupsi terkait pemberian fasilitas pembiayaan oleh Lembaga Pembiayaan Ekspor Indonesia (LPEI). Keputusan ini diumumkan dalam jumpa pers di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta Selatan, Senin, 3 Maret 2024.
Identifikasi Tersangka
Kelima tersangka yang ditetapkan adalah:
- Direktur Pelaksana I LPEI, Dwi Wahyudi;
- Direktur Pelaksana IV LPEI, Arif Setiawan;
- Presiden Direktur PT. Caturkarsa Megatunggal/Komisaris Utama PT. Petro Energy, Jimmy Masrin;
- Direktur Utama PT. Petro Energy, Newin Nugroho;
- Direktur Keuangan PT. Petro Energy, Susy Mira Dewi Sugiarta.
Keterangan dari KPK
Plt. Direktur Penyidikan KPK, Budi Sukmo Wibowo, menyampaikan, "KPK akan menyampaikan perkembangan penyidikan perkara dugaan TPK terkait pemberian fasilitas kredit oleh Lembaga Pembiayaan Ekspor Indonesia." Pernyataan ini disampaikan saat jumpa pers di Gedung Merah Putih KPK.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini.
Jumpa pers yang digelar di Jakarta Selatan tersebut menegaskan komitmen KPK untuk mengungkap tuntas seluruh rangkaian tindak pidana korupsi dalam kasus ini, sekaligus memberikan kepastian kepada publik mengenai langkah-langkah hukum selanjutnya.
Jangan lupa like, share, dan koment, serta subscribe channel kivandanu dan nyalakan lonceng notifikasi untuk mendapatkan update berita terbaru!
KPK Tetapkan 5 Tersangka Kasus Korupsi Kredit LPI, Potensi Kerugian Negara Rp11,7 Triliun
Jakarta – Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menggelar konferensi pers di Gedung Merah Putih pada bulan Ramadan untuk mengumumkan penetapan lima tersangka dalam kasus dugaan tindak pidana korupsi yang terkait dengan pemberian fasilitas kredit oleh Lembaga Pembiayaan Ekspor Indonesia (LPI).
Latar Belakang Kasus
KPK menyampaikan bahwa penyelidikan terhadap pemberian kredit oleh LPI telah dimulai sejak Maret 2024. Pada konferensi pers yang berlangsung di ruang konferensi Gedung Merah Putih, KPK mengumumkan bahwa keputusan penetapan tersangka telah dikeluarkan pada 20 Februari 2025.
Rincian Kasus dan Kredit
Dalam kasus ini, LPI diduga telah menyalurkan fasilitas kredit kepada 11 debitur. Fokus utama penyelidikan tertuju pada PT Petro Energi (PTPE) yang menerima kredit senilai Rp900 miliar (sekitar 60 juta USD) melalui tiga termin, yaitu:
- 2 Oktober 2015: Kredit pertama sebesar Rp97 miliar
- 19 Februari 2016: Top up kredit sebesar Rp400 miliar
- 14 September 2017: Top up kredit sebesar Rp200 miliar
Potensi kerugian keuangan negara dari penyaluran kredit ini diperkirakan mencapai Rp11,7 triliun.
Identifikasi Tersangka
Berdasarkan Keputusan Pimpinan dan Surat Perintah Penyidikan, KPK menetapkan lima tersangka, yang terdiri dari:
- Dua tersangka dari LPI: Termasuk Direktur Pelaksana (inisial DW) dan satu pejabat senior lainnya.
- Tiga tersangka dari PT Petro Energi: Di antaranya adalah pemilik PTPE (JM), Direktur Utama (NN), dan Direktur Keuangan (SMD).
Temuan Penyelidikan
Penyelidikan mengungkap sejumlah dugaan pelanggaran, antara lain:
- Kelalaian Pengawasan: Direksi LPI tidak melakukan inspeksi secara menyeluruh terhadap jaminan atau agunan yang diajukan debitur.
- Pemalsuan Dokumen: PT Petro Energi diduga membuat kontrak palsu, invoice, dan dokumen pendukung lain untuk memperoleh kredit.
- Praktik Pemberian 'Uang Zakat': Debitur dikabarkan memberikan imbalan berupa “uang zakat” dengan persentase 2,5–5% dari nilai kredit kepada direksi yang bertanggung jawab atas penandatanganan kredit.
Koordinasi dan Upaya Hukum
KPK bekerja sama dengan Badan Pemeriksa Keuangan Pemerintah (BPKP) untuk menghitung kerugian negara, yang diperkirakan mencapai Rp11,7 triliun. Untuk PT Petro Energi, upaya asset recovery senilai 60 juta USD sedang diupayakan melalui proses tracing aset. Proses penanganan kasus ini akan disinergikan dengan Kejaksaan dan Kepolisian agar penuntutan dapat berjalan efisien dan tepat sasaran.
Sesi Tanya Jawab
Dalam sesi tanya jawab, sejumlah jurnalis mengajukan pertanyaan mengenai aliran dana yang diterima direksi serta rincian debitur lainnya. KPK menegaskan bahwa para direksi menerima imbalan berupa “uang zakat” antara 2,5% hingga 5% dari nilai kredit. Informasi lebih lanjut mengenai debitur lain—yang mencakup sektor perkebunan, shipping, dan industri energi—sedang dalam proses pendalaman. Koordinasi dengan lembaga penegak hukum lain juga terus dilakukan guna memastikan proses penuntutan berjalan secara terintegrasi.
Jangan lupa like, share, dan koment serta subscribe channel kivandanu dan nyalakan lonceng notifikasi untuk update berita terbaru!
0 comments:
Posting Komentar