TIJI TIBEH ( Mukti Siji Mukti Kabeh one for all ).....dalam langkah Tri Dharma :
Mulat Sarira Hangrasa Wani, Rumangsa Melu Handarbeni, Wajib Melu Hangrungkebi,....
Rumangsa Handarbeni.
Kata Rumangsa berarti merasakan, menyadari.
Handarbeni artinya memiliki.
Secara harafiah berarti, ikut merasakan sebagai miliknya.
Dalam arti simbolis kata-kata tersebut bermakna terhadap tugas, tanggung jawab seorang pemimpin yang harus menyadari bahwa tugas-tugas tersebut harus dirasakan, disadari sebagai miliknya.
Apabila sesuatu atau tugas tersebut diterima dan dianggap sebagai miliknya, diharapkan dapat mendorong “melaksanakan tugas” tersebut secara tanggung jawab dan tidak setengah hati.
Melu Hangrungkebi.
Melu berarti ikut, sedang
Hangrungkebi berarti melindungi, siap berkorban untuk membela.
Secara harafiah berarti, siap berkorban untuk membela, melindungi atau mengamankan.
Secara simbolis menggambarkan, menjadi seorang pemimpin harus selalu siap untuk berkorban dalam melaksanakan tugas-tugas kepemimpinannya dengan segala tantangan atau resikonya.
Mulat Sarira Hangrasa Wani.
Mulat berarti
melihat diri sendiri.
Sarira berarti badan, tubuh.
Hangrasa berarti
merasa sedang
Wani artinya adalah
berani.
Untuk memahami arti kata-kata tersebut, harus dibaca dari belakang, yaitu : berani merasa, melihat diri sendiri.
Makna yang terkandung didalam kata-kata tersebut adalah seorang pemimpin harus bersedia secara terbuka untuk melihat kesalahan yang terjadi dalam dirinya.
Ketiga frasa atau komitmen tersebut walaupun masing-masing memiliki arti atau makna yang berbeda, tetapi sebagai satu ajaran atau keyakinan merupakan satu rang kaian kasatuan yang harus dilaksanakan secara terpadu, tidak boleh terpotong-potong.
Artinya apabila seorang pemimpin ingin berhasil dalam melaksanakan fungsi/tugas kepemimpinannya harus berpedoman pada tiga hal tersebut.
Merupakan salah satu faham kepemimpinan yang berpandangan bahwa hubungan antara pemimpin dengan yang dipimpin dilukiskan sebagai hubungan antara orang tua dengan anak.
Faham ini didasarkan pada satu konsep pemikiran dasar agar dalam kehidupan satu organisasi bawahan selalu menunjukkan sikap loyal, hormat dan setia kepada pemimpin.
Sebaliknya seorang pemimpin tampil menjadi panutan didalam pola pikir, sikap dan perilakunya selalu memberikan bimbingan, petunjuk dan tidak semena-mena kepada bawahan.
Analog seperti suasana interaksi antara orang tua dan anaknya dalam satu keluarga rumah tangga.
Nora kepengin misuwur karana peparinge leluhur, ananging tumindak luhur karana piwulange leluhur...
Tidak ingin terkenal lantaran warisan nenek moyang, melainkan bertindak luhur karena melaksanakan nasihat nenek moyang.