Berikut ini akan di jabarkan salah satu teknik cara menulis Rajah yang telah di praktekan selama ini.
Kaidah penulisan Rajah sebagai Azimat
- Bersuci baik badan, pakaian maupun tempat (bersih). Untuk mensucikan
badan dengan cara mandi keramas (jinabat) dengan niat untuk
menghilangkan hadast besar dan lakukan wudhu untuk membersihkan hadast
kecil.
- Selama proses pembuatan ajimat tidak diperbolehkan bicara (diam/khusyuk) kecuali ada doa khusus yang harus dibaca.
- Nafas harus cepat keluar lewat lubang hidung sebelah kanan atau bisa dengan tahan nafas.
- Sebisa mungkin lafal Rajah ditulis secara benar (sesuai aslinya) dan
rapi. Bila huruf tersebut berlubang maka harus ditulis berlubang.
Mengikuti kaidah penulisan Rajah.
- Memakai wewangian. Biasanya memakai zakfaron, misik, air mawar untuk
campuran tintanya. Namun ini bukan syarat mutlak, karena memang ada
beberapa jenis Rajah yang mensyaratkan memakainya tapi ada juga jenis
rajah yang tidak perlu memakai campuran minyak wangi.
- Pena yang digunakan adalah bisa pena biasa (bolpoint), spidol, atau
pena yang dibelah ujungnya (seperti gambar dibawah ini). Disesuaikan
dengan jenis Rajahnya.
Pemilihan Waktu Terbaik Membuat Azimat
Untuk pemilihan waktu pembuatan ajimat, tergantung dari jenis ajimat
yang akan dibuat. Misalnya Jenis ajimat keselamatan, pagar ghaib,
perlindungan, hari yang baik adalah malam Jumat (Kliwon).
Untuk jenis ajimat kerejekian, pelarisan usaha dan sejenisnya, dibuat pada hari Kamis (Legi).
Untuk jenis ajimat pengasihan dan kasih sayang, dibuat pada hari Kamis
atau Selasa (Kliwon). Dan lain-lain, intinya semua disesuaikan dengan
jenis ajimatnya.
Dikarenakan harus disesuaikan dengan waktu, maka pembuatan ajimat
memang tidak bisa dibuat setiap hari. Ini seperti halnya dalam
Mantra-Aji Jawa, telah ditentukan harinya untuk memulai ritual/puasanya.
Misalnya Ajian
Bandung Bondowoso, ritualnya Nglowong yang dimulai hari
Sabtu Kliwon. Ajian Kulhu Sungsang, ritual Patigeni dimulai hari Selasa
Kliwon dsb. Jika menulis rajah tidak dijadikan sebagai ajimat, misalnya
hanya untuk terapi penyembuhan (rajah direndam dalam air) maka rajah
tersebut bisa ditulis kapan saja saat membutuhkannya.
Arah Pandangan
Bagi saya arah pandangan yang terbaik saat membuat ajimat adalah
menghadap kiblat. Karena semulia-mulia arah adalah Qiblat. Namun tidak
mutlak selalu demikian, disesuaikan dengan jenis rajah dan kondisinya.
DOA-DOA
- Sebelum melakukan penulisan rajah diawali membaca doa ini 3 x:
“Bismillahir rohmanir rohim. Qul uhiya ilay’ya anahustama’a nafarun
minal jinni wa bihaqqi Kaf Haa Yaa Aiin Shood wa bihaqqi Haa Miim
AiinSiin Qoof”
- Kemudian dilanjutkan dengan melakukan meditasi sejenak (menjalin energi ghaib) setelah itu baru dilakukan penulisan rajah.
- Rajah yang telah selesai ditulis kemudian dillipat dan dibungkus
dengan kain lapis 7, agar tidak mudah rusak dan kotor apabila
dibawa-bawa.
Saat akan melipat atau membungkus Rajah bacalah :
Surat Al fatihah (1x)
Innaa fatahnaa laka fat’ham mubiinaa (3x)
(Artinya: Sesungguhnya Kami telah memberikan kepadamu kemenangan yang nyata)
Nasrun minallahi wa fat’hun qoribun, wa bas’syiril mu’miniin (3x)
(Artinya: Pertolongan dari
Allah dan kemengan yang dekat (waktunya). Dan
sampaikanlah kabar gembira kepada orang-orang yang beriman)
Allohuma sholi ala sayidina muhammadin (3x)
(Artinya: Ya Allah, limpahkanlah rahmatmu kepada junjungan kami
Muhammad)
Astagfirullah hal ‘adhim (3x)
(Artinya: Aku memohan ampun kepada Allah Yang Maha Agung)
Laa illaaha illaallah (3x)
(Artinya: Tidak ada Tuhan selain Allah)
Inna taqorruban ilallohil aliyyil adhim (3x)
(Artinya: Bahwasanya ini merupakan taqorrub kepada Allah Yang Maha Tinggi lagi Maha Agung)
Demikian Tatacara pembuatan ajimat. Memang dalam pandangan sebagian
orang, cara ini terkesan ribet, tidak praktis, harus menunggu hari-hari
tertentu. Namun demikianlah tuntunan ilmu yang kami amalkan, jadi ini
bukan sekedar teori seperti dibuku-buku mujarobat. Dengan dasar intuisi
yang kuat (semacam ilham) dan kewaskitaan (Visi) maka pembuatan ajimat
menjadi tidak sulit.
Sebagai gambaran seperti berikut: Saya pribadi membuat ajimat bukan
karena kemauan sendiri, tapi karena intuisi (orang biasanya menyebut:
ilham) yang dihadirkan dalam diri ketika terjaga atau mimpi, yang
menuntun untuk membuat ajimat dihari sekian, tanggal sekian. Dan
beberapa hari kemudian setelah ajimat selesai dibuat, datanglah orang
yang membutuhkannya. Saat itulah saya berikan ajimat tersebut. Ini hanya
sekedar contoh, tidak selalu melulu seperti itu.
Dengan tuntunan dari ilham dan visi inilah maka tidak ada azimat rajah
yang dibuat dengan sia-sia. Artinya sia-sia: tidak pernah digunakan,
hanya mengganggur disimpan dalam lemari dan akhirnya malah dikeramatkan.
Ini yang berbahaya (syirik). Jadi membuat azimat/rajah itu hanya ketika
diperlukan saja, baik untuk diri pribadi atau orang lain yang
membutuhkan disaat yang tepat.
Ketika azimat tidak lagi diperlukan, jangan membuangnya, tapi
musnahkanlah dengan cara dibakar sampai jadi abu. Karena bila dibuang
ditempat sampah, hal tersebut dianggap merendahkan asma suciNYA. Tidak
selayaknya lafal asma suciNYA terbuang ditempat kotor.
Bagi saya, Azimat / rajah hanya sekedar sarana, daya dan kekuatan tetap
dari Tuhan Yang Maha Kuasa. Mulai dari sini kita akan semakin menyadari,
bukan hanya sekedar tahu, salah satu keagungan dari asma suciNYA.