Jawa ini adalah tanah suci dan mulia, dingin dan panasnya cukup, penuh
kekayaan didalam tanah dan air, apa yang ditanam bisa tumbuh, yang
menghuni baik lelaki maupun wanita mempunyai moral yang bagus dan
cantik, berbicara-pun lemah lembut dan sopan. Jika anda ingin melihat
pusat dunia, dengarkan sesungguhnya tempat yang kita injak inilah pusat
dunia.
Buta Locaya menjawab sembari menggeram, “Mana mungkin nanti jikalau
telah meninggal akan tahu, sedangkan pengetahuan akan kemuliaan didunia
ini saja sudah tidak utuh, sudah tersesat menyembah tugu dari batu. Jika
memang benar-benar berniat menyembah cadas, lebih baik naik ke atas
gunung Kelud daripada jauh-jauh, disana banyak batu yang besar-besar
asli buatan Tuhan, tercipta semenjak dahulu seperti itu berasal dari
sabda Kun (Jadilah), malah itu lebih baik di buat pusat bersujud.
Sesungguhnya menurut kehendak Yang Maha Kuasa, seluruh manusia
seyogyanya mengetahui kepada Baitullah (Rumah Tuhan)-nya sendiri, tubuh
manusia inilah sesunguhnya Baitullah (Rumah Tuhan), sungguh-sungguh
buatan Yang Maha Kuasa sendiri. Tempat inilah yang harus dijaga
betul-betul. Siapa saja yang tahu darimana asal badan ini, siapa saja
yang tahu darimana asal Buddhi dan hawa nafsu ini, patutlah dia
dijadikan suri tauladan bagi sesama. Walaupun siang malam menjalankan
shalat, akan tetapi apabila masih gelap pengetahuannya tentang diri
sendiri, masih tersesat pengetahuannya tentang yang sejati, masih
mensujudi tugu batu, tugu batu buatan Nabi (sungguh masih sesat manusia
yang demikian itu). Bukankah Nabi tiu sendiri adalah manusia juga
kekasih Guati Allah, diberi anugerah dengan kecerdasan dan ketajaman
ingatan, terang kesadarannya, tahu hal yang belum terjadi. Anda meyakini
tulisan peninggalan mereka, orang Jawa meyakini sastra peninggalan
leluhur, sama-sama meyakini kabar masa lalu. Akan tetapi lebih baik
meyakini sastra berisi pekabaran masa lalu dari leluhur sendiri yang
peninggalannya masih bisa dilihat langsung disini. Orang Jawa yang
meyakini tulisan pekabaran masa lalu dari Arab, belum menyatakan sendiri
keberadaannya di sana, apakah nyata atau bohong, hanya membenarkan
ucapan orang yang membawa kabar semata. Maka menurut hamba,
anda datang
ke Jawa hanya menjual bualan, menjual bualan bahwa negara Mekkah adalah
yang termulia, padahal saya tahu sendiri bagaimana keberadaan negara
Mekkah itu, tanahnya beraura panas, jarang air, tanaman apapun tidak
bisa tumbuh, udaranya juga panas dan jarang hujan. Bagi akal kebanyakan
manusia, tanah disana itu adalah tanah kutukan, banyak manusia menjual
manusia sebagai budak dan dipakai sebagai pembantu. Anda benar-benar
manusia durhaka, lebih baik saya persilakan pergi dari tanah Jawa, di
Jawa ini adalah tanah suci dan mulia, dingin dan panasnya cukup, penuh
kekayaan didalam tanah dan air, apa yang ditanam bisa tumbuh, yang
menghuni baik lelaki maupun wanita mempunyai moral yang bagus dan
cantik, berbicara-pun lemah lembut dan sopan. Jika anda ingin melihat
pusat dunia, dengarkan sesungguhnya tempat yang kita injak
inilah pusat
dunia. Sekarang pertimbangkan kata-kata saya tadi, jika ada yang salah,
pukul saya sekarang juga! Semua yang anda ajarkan banyak yang kurang
tepat, pertanda kurang kecerdasan, kurang memahami pengetahuan
Kesadaran, suka menganiaya sesama. Yang membuat arca ini adalah Prabhu
Jayabhaya, kesaktian beliau melebihi kesaktian anda. Apakah anda mampu
meramal masa depan setepat beliau? Sudahlah, saya persilakan pergi saja
dari tanah Kedhiri. Jika tidak juga mau pergi, saya akan mengundang adik
hamba yang ada di gunung Kelud untuk mengeroyok anda, dan akan saya
bawa ke kawah gunung Kelud, apakah anda tidak takut jika nanti tidak
bisa keluar dari alam siluman dan menjadi penghuni batu seperti saya?
Atau mari ke Selabale saja menjadi murid saya.”
Sunan Benang berkata,”Tidak akan mempercayai kata-katamu wahai setan brekasakan!”
Buta Locaya menjawab, “Walaupun saya dhemit (makhluk halus), akan
tetapi saya dhemit berpangkat Raja, mulia dan berumur panjang. Anda
belum tentu semulia hamba. Niat anda selalu kotor, suka mengganggu dan
menganiaya, apakah mungkin anda datang ke tanah Jawa ini dikarenakan
anda di tanah Arab adalah orang hina? Jika anda manusia mulia, tentunya
tidak usah pergi jauh-jauh keluar dari tanah Arab. Mungkin anda minggat
karena melakukan sebuah kesalahan fatal. Tandanya sampai di tanah
Jawa-pun masih juga usil, suka menghakimi adat orang lain, suka
menghakimi agama orang lain, merusak segala peninggalan luhur yang
bagus-bagus, merusak agama leluhur kuno. Sungguh Raja (Majalengka)
berhak menangkap anda dan membuang anda ke Menadhu (Menado)!”
Sunan Benang berkata,”Pohon Dhadhap ini bunganya aku berinama Celung,
buahnya aku beri nama Kledhung, sebab aku telah Kecelung (tercuri)
nalar (kepintaran)-ku dan Keledhung (terbantah) ucapanku. Ini semua
sebagai pengingat bahwa aku pernah berdebat dengan Raja Dhemit, kalah
pengetahuan dan kalah kepintaran.”
Oleh karenanya terkenal hingga sekarang, buah Dhadhap namanya Kledhung sedangkan bunganya Celung.
Sunan Benang lantas berpamitan,” Sudahlah kalau begitu aku akan pulang ke Benang.”
Buta
Locaya menjawab dengan nada marah,”Benar, segeralah pergi, disini anda
hanya akan membuat tanah menjadi angker, jika anda berlama-lama disini
hanya akan menambah kesusahan, menyebabkan susah tumbuh padi, menambahi
panas, membuat susah air!!”
Sunan Benang lantas pergi, sedangkan Buta Locaya beserta pasukannya juga kemudian balik pulang.
Lain yang diceritakan, yaitu dinegara Majalengka, pada suatu hari,
Sang Prabhu Brawijaya duduk disinggahsana dan dihadap para pejabat. Sang
Patih melaporkan bahwa telah mendapatkan surat khusus dari Tumenggung
Kertasana. Isi surat melaporkan bahwa daerah Kertasana sungainya
mengering. Sungai yang mengalir dari arah Kedhiri aliran airnya kini
menyimpang ke timur. Sebagian isi surat melaporkan seperti ini : Di
sebelah utara barat Kedhiri, banyak desa rusak, semua itu disebabkan
karena kutukan ulama dari tanah Arab, bernama Sunan Benang.
Mendengar laporan Patih, Sang Prabhu bangkit murkanya. Sang Patih
lantas diutus ke Kertasana, untuk menyatakan sendiri keadaan disana,
melihat kondisi manusia berikut hasil bumi yang terlanggar aliran air.
Bahkan mewngutus beberapa pejabat untuk memanggil Sunan Benang.
Singkat cerita, seusai Sang Patih melihat sendiri kondisi Kertasana,
segera melaporkan semuanya kepada Sang Prabhu. Sedangkan utusan yang
diutus ke Tuban juga sudah tiba kembali, melaporkan bahwa tidak
mendapatkan hasil, sebab Sunan Benang telah pergi tidak diketahui
kemana.
Mendengar seluruh pelaporan para bawahannya, Sang Prabhu Brawijaya
semakin murka! Beliau menyatakan bahwa ternyata ulama dari Arab tidak
ada yang tulus hatinya! Sang Prabhu lantas memerintahkan Patih agar
mengusir seluruh orang Arab yang tinggal di Jawa, sebab telah membuat
kesusahan negara! Hanya yang ada di Ngampeldhenta dan Demak saja yang
masih diperbolehkan tinggal di Jawa dan diijinkan mensiarkan agama
Islam. Selain dikedua tempat itu, semua harus dipulangkan ke asalnya!
Jika menolak dipulangkan maka diperintahkan untuk dihancurkan saja! Sang
Patih berkata, “ Gusti, benar apa yang paduka katakan. Sudah tiga tahun
berselang penguasa Giripura (Giri Kedhaton atau Sunan Giri) tidak
pernah menghadap dan tidak pernah memberikan upeti sebagai tanda takluk.
Jelas mereka hendak merencanakan untuk mendirikan negara sendiri. Tidak
sadar telah makan dan minum hanya numpang di tanah Jawa! Bahkan nama
santri Giri (Sunan Giri) kini telah terkenal mengalahkan kebesaran nama
paduka. Bahkan kini mengambil gelar baru Sunan Ainulyaqin. Sunan berarti
Kesadaran, Ainul berarti Makrifat atau Mengetahui akan Tuhan dan Yaqin
berarti benar-benar mantap lahir batin. Paduka bisa mengartikannya
sendiri. Dalam bahasaa Jawa dia mengambil gelar Prabhu Satmata (Bermata
Enam). Ini adalah gelar yang sangat tinggi, hampir menyerupai gelar Yang
Maha Kuasa sendiri (Hyang Bathara Shiwa), Satmata berarti tahu
segalanya.
Dialam dunia, tidak ada lagi sosok yang menggunakan gelar
Sang Prabhu Satmata kecuali dulu Bathara Wishnu manakala turun ke dunia
dan menjelma sebagai Raja di Medhang Kasapta.”
Mendengar kata-kata Sang Patih, Sang Prabhu segera memerintahkan
untuk menyerang Giri.
Berangkatlah pasukan tempur Majapahit dibawah
pimpinan Patih langsung menuju Giri. Perang pun terjadi. Orang Giri
ketakutan dan tidak mampu menahan serangan pasukan tempur Majapahit.
Sunan Giri lari ke Benang meminta bantuan pasukan, setelah mendapatkan
pasukan lantas kembali menghadapi pasukan Majalengka. Perang sangat
ramai. Waktu itu hampir separuh orang Jawa sudah memeluk agama Islam.
Mereka yang tinggal dipesisir utara sudah hampir semua memeluk agama
Islam. Sedangkan orang Jawa yang tinggal di selatan masih tetap beragama
Buda (Shiwa Buddha). Sunan Benang sudah menyadari kesalahannya sehingga
tidak berani menghadap ke Majalengka. Lantas bersama Sunan Giri
melarikan diri ke Demak. Sesampainya di Demak segera mengajak Adipati
Demak untuk menggempur Majalengka. Begini ucapan Sunan Benang kepada
Adipati Demak : “Ketahuilah bahwa saat ini sudah tiba masanya kehancuran
Majalengka. Sudah seratus tiga tahun berkuasa di nusantara. Dari
penglihatan batinku, yang sanggup menjadi Raja tanah Jawa, tiada lain
kecuali dirimu. Saranku, hancurkan Majalengka, tapi dengan cara halus,
jangan sampai menyolok mata. Nanti pada saat garebeg Mulud (peringatan
Kelahiran Nabi Muhammad) di Ngampeldhenta (Surabaya), bawalah banyak
tentara Demak dengan persenjataan perang lengkap untuk menghadap ke
Majapahit (seusai dari Ngampeldhenta). Ingat, 1. Pakailah cara halus, 2.
Undanglah seluruh bupati yang sudah memeluk agama Islam untuk berkumpul
di Demak dengan dalih hendak membangun masjid Demak. Jika nanti mereka
sudah berkumpul, apapun perintahmu pasti dituruti.”
Adipati Demak menjawab, “Saya takut merusak Negara Majalengka, yang
berarti memusuhi ayah dan raja sendiri, bahkan beliau juga telah
memberikan anugerah kenikmatan duniawi kepada saya sebagai seorang
Adipati. Lantas mengapa balasan saya seperti itu? Bukankah sudah pantas
jika saya membalasnya dengan kesetiaan dan kesungguhan? Wasiat dari
eyang Sunan Ngampelgadhing (Sunan Ampel), tidak diperbolehkan saya
memusuhi ayahanda sendiri, walaupun beliau beragama Buda tapi beliaulah
yang menjadi lantaran saya terlahir menjadi manusia didunia ini.
Walaupun orang Buda dan kafir sekalipun, jika dia adalah ayahanda
sendiri tetap haruslah dihormati. Apalagi beliau tidak memiliki
kesalahan apapun.”
Sunan Benang berkata lagi, ”Walaupun harus melawan ayahanda atau
Raja, tidak ada salahnya! Sebab dia orang kafir! Jika menghancurkan
orang Buda kafir kawak (kawak : totok), maka imbalanmu adalah surga!
Eyang Sunan Ampel itu hanya santri kecil, walau bercukur rambut tapi
pengetahuan beliau masih kurang luas, hanya pantas menjadi ulama biasa.
Berapalah pengetahuan agama Sunan Ngampelgadhing (Sunan Ampel) keturunan
orang Champa itu, dibandingkan dengan diriku, Sayid Kramat, Sunan
Benang yang terkenal dipenjuru bumi, keturunan langsung Rasul (Nabi
Muhammad) dan menjadi panutan orang Islam Jawa. Jikalau dirimu berani
menghancurkan ayahandamu, walau seandainya memang berdosa, tapi hanya
berdosa kepada satu orang dan orang tersebut orang kafir. Jikalau sampai
kamu bisa mengalahkan ayahandamu, seluruh orang Jawa akan memeluk agama
Islam. Yang semacam itu, berapa lagi keuntunganmu mendapatkan pahala
dari Tuhan, sungguh tak terhitung lagi! Tak terbilang kasih Hyang Maha
Kuasa yang akan kamu dapatkan! Dengarkan, sesungguhnya ayahandamu telah
menyia-nyiakan dirimu. Tandanya dirimu diberikan nama Babah, itu tidak
benar dan sangat memperhinakan dirimu. Maksud ayahmu memberikan nama
Babah sesungguhnya berarti Bah mati Bah urip (Biar mau mati kek biar mau
hidup ~ Bah : Biar. Sunan Benaang mencoba memelintir arti nama Babah :
Damar Shashangka). Ibumu dibuang diberikan kepada Arya Damar, Bupati di
Palembang. Padahal Arya Damar adalah keturunan Raksasa (maksudnya ibu
Arya Damar, yaitu Ni Endang Sasmitapura dulu adalah penganut Tantra
Bhairawa yang melakukan ritual dengan memakan mayat dan meminum darah
manusia, makanya dalam Babad disebut Raksasa : Damar Shashangka).
Kelakuan ayahmu itu namanya menyakiti cinta ibumu. Sungguh ayahandamu
tidak baik hatinya. Oleh karenanya, balaslah secara halus, maksudnya
jangan menyolok mata, hisap darahnya dan kunyah tulangnya secara
diam-diam!”
Sunan Giri ikut bicara,”Aku sendiri tidak mempunyai salah juga
diperangi oleh ayahandamu, dituduh hendak mendirikan negara, disebabkan
karena aku tidak menghadap ke Majalengka. Aku dengar sesumbar Patih
Majalengka, jika aku tertangkap akan dikepang ramputkui seperti anak
kecil dan disuruh memandikan anjing! Banyak orang china yang datang ke
Jawa, dan di daerah Giri semua aku Islam-kan, sebab menurut ujar kitab
suci, jika meng-Islam-kan orang kafir, balasannya kelak adalah surga.
Oleh karenanya banyak orang china yang aku Islam-kan, dan aku anggap
keluarga sendiri. Kedatanganku kemari hanya meminta perlindungan, aku
takut kepada Patih Majalengka sedangkan ayahandamu sangat benci kepada
para santri yang suka memuji dan berdzikir seperti aku. Katanya seperti
orang sakit ayan orang berdzikir dengan menggerakkan kepala kekiri dan
kekanan. Jika kamu tidak angkat senjata, pasti akan habis agama Rasul
Nabi (Islam) di Jawa!”
Sang Adipati Demak menjawab,” Ayahanda menyerang Giri itu sudah
benar, jika ada seorang penguasa daerah, tidak tunduk kepada Raja
sebagai penguasa tertinggi, sudah semestinya diserang bahkan wajib
dihukum mati. Sebab penguasa semacam itu tidak menyadari telah numpang
hidup di tanah Jawa.”
(Bersambung)