Serat Darmagandhul 14

Pembaca: 1804
Kyai Kalamwadi meneruskan penuturannya : “Adapun menurut guruku Rahaden Budi Sukardi adalah seperti ini : Ibadah yang bisa diterima oleh Allah harus bersandarkan Dharudhemble. Kata DHAR maksudnya WUDHAR (TERURAI), RU maksudnya RUWET lan RUNGSIT (KUSUT dan MISTERIUS). Sedangkan DHEMBLE maksudnya DHEMBEL DADI SIJI (MENGUMPUL JADI SATU).Jikalau sudah menyadari kesatuan hukum, syari’at, thariqah, haqiqat dan ma’rifat, disanalah pepujian tanpa ucapan berlaku. Sarak (Syar’i : Hukum/Aturan) adalah syarat untuk hidup dimasyarakat, disana terletak aturan untuk tidak melakukan, apa yang harus dilakukan, bagaimana berusaha yang benar dan bagaimana memperoleh penghidupan yang benar. Syari’at itu lebih meningkat lagi, sebuah aturan untuk diri sendiri dan orang lain yang sudah menyentuh peningkatan kesadaran (saringane kawruh agal alus : alat penyaring segala hal yang bersifat kasar [badani] dan halus [rohani] ), Thariqat adalah sarana untuk menimbang hal yang benar dan salah serta sudah betul-betul dijalankan dalam pola perilaku sehari-hari, Haqiqat adalah keadaan manakala kita sudah menyadari wujud ini semua adalah atas kehendak Allah. Segalanya yang menggerakkan Kesadaran hanya Allah. Tingkatan Haqiqat adalah tingkatan seseorang yang sudah menyadari dan tidak khilaf bahwa semua ini hanya wujud Allah. Jikalau dirimu sudah memahami makna DHARUDHEMBLE, pasti akan puas dengan kesadaran yang bakal kamu dapatkan. Sudah memakan buah pengetahuan dan buah kesadaran sekaligus. Sembahmu bagaikan besi yang dibakar didalam bara api, setelah membara akan hancur dengan api dan menyatu. Yang Di sembah dan yang menyembah sudah manunggal dan menyatu, DHEMBLE (KUMPUL) menjadi satu. Jikalau dirimu sudah bisa memahami makna apa yang aku ucapkan, pasti segera kamu akan ber-munajad. Bagaikan orang yang mengincar burung dengan sumpit, jika tak tahu letaknya burung ada dimana, jelas tidak akan kena sasaran. Saat melepaskan sumpitan hanya ngawur belaka. Pengetahuan manusia yang cerdas tidak sulit dikenali, semua itu keluar dari otak. “(Maksudnya, pengetahuan rasional tidak sulit dipelajari, karena itu hasil oleh pikir. Tapi pengetahuan rohani, susah untuk dikenali, hanya bisa dijalani. : Damar Shashangka)
Darmagandhul berkata, mohon untuk dijelaskan tentang hal Nabi Adam dan Ibu Hawa yang telah dikutuk oleh Tuhan disebabkan karena memakan buah pohon Pengetahuan yang ditanam ditengah taman Firdaus. Ada juga kitab yang menerangkan, yang dimakan Nabi Adam dan Ibu Hawa adalah buah Khuldi, yang ditanam di Surga. Oleh karenanya mohon dijelaskan, jikalau menurut orang Jawa bagaimana, mengapa  yang mencatat hanya Kitab dari ‘Arab (Al-Qur’an) dan Kitab orang Srani (Orang Srani : Nashrani).

Kyai Kalamwadi lantas menjelaskan. Didalam kitab Jawa tidak diceritakan hal yang sedemikian itu. Kitab sejarah Jawa yang menghubungkan manusia Jawa keturunan Adam, hanya Kitab Manik Maya saja.

Kyai Kalamwadi lantas melanjutkan : “Setelah kitab-kitab agama Buda banyak yang dibakar dikarenakan takut menjadi penghalang perkembangan agama Rasul (Islam). Bahkan kitab-kitab yang disimpan oleh beberapa orang secara sembunyi-sembunyi, juga dipaksa untuk diambil dan dibakar. Hal itu terjadi setelah runtuhnya Majapahit. Siapa yang tidak mau memeluk agama Islam boleh dijarah harta bendanya, oleh karenanya banyak manusia Jawa yang ketakutan atas kebijakan Raja yang demikian ini. Sedangkan mereka yang mau memeluk Islam, kebanyakan diberi hadiah pangkat atau tanah bahkan ada juga yang dibebaskan dari pajak. Oleh karenanya masyarakat Majapahit banyak yang memeluk agama Islam, selaik takut juga karena tergiur iming-iming hadiah. Pada saat itu Sunan Kalijaga berinisiatif, kearifan leluhur agar jangan sampai terputus, lantas menciptakan kreasi wayang kulit, sebagai media pengganti catatan dalam kitab-kitab kuno yang sudah banyak dibakar. Pada saat jaman Mataram, banyak Raja-Raja-nya yang membuat cerita sejarah leluhur Jawa. Kitab-kitab yang selamat tersimpan, lantas dikumpulkan, walau sudah banyak yang rusak disana-sini. Seluruh masyarakat Mataram diperintahkan oleh Raja-Raja Mataram agar mengumpulkan kitab-kitab kuno yang mereka simpan. Namun ternyata banyak sejarah yang telah terputus dan tidak diketahui lagi. Semenjak jaman Kerajaan Gilingwesi hingga Mataram, banyak sudah yang tidak bisa diketahui lagi ceritanya. Buku-buku yang berasal dari Demak dan Pajang juga dikumpulkan. Tapi ternyata hanya didapati kitab-kitab bertuliskan huruf Arab , kitab Fiqh dan Taju Salatin. Semua terhenti pada cerita Surya Alam (Sultan Demak pertama). Raja Mataram mendapatkan kekecewaan karena keinginannya untuk menyusun sejarah leluhur Jawa menemui kesulitan mendapatkan sumber rujukan. Oleh karenanya, Raja Mataram lantas menitahkan para pujangga mengarang naskah Babad Tanah Jawa. Dikarenakan cerita yang diketahui hanya sebatas akhir Majapahit dan juga dikarenakan banyak para pujangga yang diperintahkan membuat, maka muncullah berbagai versi. (yang kebanyakan hanya berkisar seputar keruntuhan Majapahit hingga jaman Mataram). Sedangkan kisah sebelum Majapahit diambil dari kisah Lokapala (Jadi dihubungkan dengan cerita Mahabharata langsung). Dan hasilnya adalah sebagai berikut.”

Cucu Nabi Adam , yaitu putra Nabi Syits (Seth), bernama Sayyid Anwar. Sayyid Anwar mendapat marah dari ayah dan kakeknya dikarenakan telah bernai memakan buah pohon Budi (Kesadaran) yang tertanam di Surga. Keinginan Sayyid Anwar agar dirinya memiliki kuasa mirip dengan kuasa Tuhan. Bukan hanya terima memakan buah pohon Pengetahuan dan buah Khuldi semata, namun buah dari pohon Budi (Kesadaran) juga dimakannya. Sayyid Anwar lantas membuat Syari’at (aturan agama) sendiri, tidak mau memakai aturan yang dibuat oleh ayahnya maupun kakeknya. Oleh karenanya dia murtad dan menolak memakai agama leluhurnya. Serta tidak mau mengakui sebagai keturunan dari Nabi Adam dan Nabi Syits (Seth). Menurutnya, dirinya berwujud dengan sendirinya, hanya jasadnya saja yang berasal dari Adam dan Syits. Dirinya berasal dari Budi Hawa (Kesadaran dan Kehendak) Tuhan langsung. Pendapat yang demikian itu sangat dipegang teguh oleh Sayyid Anwar, alasan dia : Yang berasal dari kosong, kelak akan kembali kepada kekosongan tersebut. Oleh karenanya Sayyid Anwar lantas pergi dari kediamannya menuju ke timur, ke tanah Dewani. Disana lantas bertemu dengan Raja Jin Prabhu Nur Adi. Sayyid Anwar ditanya asal usulnya dan dia lantas menceritakan semuanya. Pada akhirnya Sayyid Anwar diambil menantu dan diberikan warisan tahta kerajaan, menjadi Raja Jin dengan gelar Prabhu Nur Cahya. Nama Dewani lantas diubah menjadi Jawa. Sudah terkenal diseluruh tempat, Raja Jawa memahami segala ilmu yang kasar hingga yang halus. Lantas Sang Prabhu (Nur Cahya) membuat sastra yang hanya berjumlah Dua Puluhsatu huruf, seluruh ucapan orang Jawa bisa diwakili oleh aksara ini. Aksara ini lantas diberi nama Satra Endra Prawata.  Kata Jawa lantas diartikan dari kata ngu-JA ha-WA (Menuruti Kehendak). Keinginan Sang Prabhu agar dirinya hingga seluruh keturunannya bisa menduduki tahta. Sang Prabhu mempunyai satu orang putra bernama Sang Hyang Nur Rasa. Juga menikahi seorang putri Jin. Memiliki satu orang putra bernama Sang Hyang Wenang.  Sang Hyang Wenang juga menikahi seorang putri Jin, juga memiliki satu orang putra bernama Sang Hyang Tunggal. Sang Hyang Tunggal juga menikahi seorang putri Jin. Memiliki putra Sang Hyang Guru. Sang Hyang Guru merasa memiliki kuasa seperti Gusti Allah lantas membuat kerajaan diatas puncak Gunung Mahameru serta mengajarkan bahwa alas-usul kehidupan keluar dari BUDI HAWA NAFSU (KESADARAN dan KEHENDAK). Mengambil gelar sebagai Dewa dan beragama Buda Budi, menyembah kesaktiannya sendiri dan mengaku sebagai Gusti Allah. Kehendak yang demikian itu diijinkan oleh Yang Maha Kuasa, serta diijinkan untuk mengimbangi kuasa dari Yang Maha Kuasa sendiri. Dewa bisa dimaknai dua arti pertama bu-DI ha-WA (Kesadaran dan Kehendak) serta wa-DI da-WA (Rahasia Memanjang) dan menamai agamanya agama Buda. Sedangkan Dewi maksudnya : DE-ning W-ad-I-ning wadon iku bisa ngêtokake êndhas bocah. (Melalui tempat rahasia seorang wanita bisa mengeluarkan kepala manusia).

Darmagandhul lantas diperintahkan untuk menimbang mana yang benar dan mana yang salah, memakan buah pohon Pengetahuan, atau memakan buah pohon Budi (Kesadaran) atau memakan buah pohon Khuldi?

Menurut Darmagandhul semua itu benar, mana yang disenangi harus di mantapkan dalam hati. Jika yang dimakan buah pohon Budi, maka menyebut Tuhan dengan nama Dewa. Jika yang dimakan buah pohon Pengetahuan, menyebut nama Kangjeng Nabi Isa, agamanya Srani (Nashrani). Jika yang dimakan buah pohon Khuldi, agamanya Islam. Memuji Nabi panutan, yaitu Kangjeng Nabi Rasul. Manakala menyukai daun Pengetahuan dan daun Budi, menyembah Pik-Kong, menuruti aturan agama Sisingbing dan Sicim. Semuanya sudah benar. Namun jika bisa, tiga macam buah tadi dimakan semua. Jika manusia tidak memakan ketiga-tiganya akan menjadi manusia bodoh. Hidupnya bagai batu, tidak memiliki tujuan serta tidak bisa membedakan baik dan buruk. Akan tetapi menurutku pribadi, manusia itu menuruti kondisi alam saja, jika Khalifah (Penguasa) memakan buah Budi, ikuti saja memakan buah Budi. Jika Khalifah (Penguasa) memakan buah Pengetahuan, ikuti saja memakan buah Pengetahuan. Jika Khalifah (Penguasa) memakan buah Khuldi, ikuti saja memakan buah Khuldi. Masalah benar atau salah, Khalifah juga yang bakal mempertangung jawabkannya. Sebab seorang Khalifah itu menjadi panutan banyak orang. Jika diibaratkan sebagai pohon, Khalifah seumpama batangnya. Jikalau ada bagian pohon yang tidak sesuai dengan batangnya,  ibarat ikan yang keluar dari dalam air. Jilalau buah tidak mau menempel pada pohon, akan terhampar tanpa tempat bersandar. Oleh karenanya, sebaiknya manusia mengikuti agama yang sudah diwariskan kepadanya. Seumpama salah, Gusti Allah pasti akan memberikan pengampunan-Nya. Darmagandhul lantas meminta kejelasan perbedaan antara agama Rasul dengan agama lainnya.

(Bersambung)
(11 November 2010, by Damar Shashangka)

0 comments:

Luncurkan toko Anda hanya dalam 4 detik dengan 
 
Top