Serat Darmagandhul 3
Cerita berdirinya Negara Islam di
Demak, hancurnya Negara Majapahit, dimana saat itulah awal mula
masyarakat Jawa meninggalkan agama Buda [Shiwa Buddha] dan berganti
memeluk agama Islam.) Prosa dalam bahasa Jawa kasar. Diambil dari
catatan induk asli peninggalan K.R.T. Tandhanagara, Surakarta.
Diterjemahkan dan diulas kedalam bahasa Indonesia oleh Damar Shasangka
Diterjemahkan dan diulas kedalam bahasa Indonesia oleh Damar Shasangka
Begitu mendengar ucapan Sunan Benang bahwa dirinya tidak takut kepada penguasa sah tanah Jawa, yaitu Raja Majalengka, bangkitlah amarah Buta Locaya. Seketika dia berkata kasar :
“ Ucapan anda tadi bukan ucapan seorang ahli negara (ucapan bangsawan atau ucapan orang yang berpendidikan), hanya pantas jika diucapkan oleh mereka yang suka berkeliaran ditempat madat (maksudnya preman), yang hanya mengagungkan kekuatan otot semata. Seyogyanya janganlah seperti itu, merasa menjadi kekasih Tuhan, merasa banyak teman Malaikat, lantas berbuat seenaknya tidak memperhitungkan kesalahan orang, menganiaya tanpa dosa. Di tanah Jawa ini sebenarnya banyak yang bisa menandingi kesaktian anda, akan tetapi semua adalah ahli Buddhi (ahli dalam peningkatan Kesadaran) dan takut mendapat hukuman Dewata (Karmaphala). Tidak pantas disebut ahli Buddhi (ahli dalam peningkatan Kesadaran) jika tingkah lakunya aniaya terhadap sesama menghukum tanpa dosa. Apakah anda ini serupa dengan Aji Saka, murid Ijajil (Ijajil : Dajjal ~ Buta Locaya menganggap Aji Saka adalah murid Dajjal atau Iblis. Maksudnya tingkah laku ji Saka dulu-pun kurang patut manakala tinggal di tanah Jawa, sehingga disebut murid Ijajil atau Dajjal atau Iblis : Damar Shashangka)? Aji Saka bertahta di tanah Jawa hanya tiga tahun lamanya lantas minggat dari tanah Jawa, bahkan sumber air bening yang ada di daerah Medhang ikut serta dibawa minggat (sumber air bening maksudnya adalah pengetahuan asli Jawa : Damar Shashangka). Aji Saka orang Hindhu (India), anda orang Arab, kelakuannya sama saja menganiaya sesama manusia, sama-sama membuat sulit mencari ‘sumber air’ (coba anda artikan sendiri maksud kata-kata Buta Locaya yang simbolik ini : Damar Shashangka). Anda menyebut diri Sunan seharusnya memiliki buddhi luhur (Kesadaran yang mulia), bisa menciptakan keselamatan bagi sesama, akan tetapi kok tidak seperti itu, tingkah laku anda inilah sesungguhnya yang disebut tingkah laku Ijajil, tidak tahan digoda oleh anak kecil, gampang keluar amarahnya, Sunan apakah yang semacam itu? Jika memang anda Sunan bagi manusia, pastinya memiliki buddhi luhur (Kesadaran mulia). Anda telah menganiaya sesama tanpa dosa, inilah jalan anda menuju celaka, anda telah menciptakan neraka jahanam bagi diri sendiri (maksudnya karma buruk). Jika nanti sudah jadi (neraka tersebut), kelak akan anda tempati sendiri. Anda akan mandi ditengah air kawah yang panas bergejolak (memetik buah perbuatan yang sangat menyengsarakan dalam kehidupan ini atau kelak setelah kelahiran kembali). Lihatlah, saya ini adalah makhluk halus, berbeda alam dengan manusia, akan tetapi saya masih senantiasa ingat untuk ikut andil mengusahakan keselamatan bagi manusia (makhluk haluspun masih ingin mengumpulkan karma baik demi peningkatan kesadaran pribadinya sendiri : Damar Shashangka). Sudahlah, sekarang semua yang terlanjur rusak tolong kembalikan seperti semula. Mulai dari sungai yang kering hingga seluruh tempat yang terlanggar aliran sungai tolong kembalikan seperti sebelumnya. Jika anda tidak berkenan, seluruh orang Jawa yang telah masuk Islam akan saya teluh biar mati semua, dan untuk keperluan itu saya akan meminta bantuan pasukan dari Kangjeng Ratu Ayu Anginangin yang bertahta di laut selatan!!”
Begitu mendengar kemarahan Buta Locaya, Sunan Benang terketuk hatinya dan menyadari kesalahannya. Sadar telah membuat bermacam-macam kesusahan dalam jangka panjang, sadar telah menganiaya sesama tanpa dosa yang setimpal, dia lantas berkata : “Buta Locaya! Aku ini seorang Sunan, yang tidak bisa menarik kutuk yang sudah terlanjur aku ucapkan, tapi dengarkan, kelak setelah lima ratus tahun lagi, sungai ini akan kembali seperti semula!” (Sekali lagi coba anda artikan ucapan Sunan Benang yang simbolik ini : Damar Shashangka)
Mendengar ucapan Sunan Benang, Buta Locaya bertambah marah, lantas berkata kepada Sunan Benang : “Tidak bisa! Harus anda kembalikan saat ini juga! Jika tidak mampu anda saya tawan!!”
Berkatalah Sunan Benang kepada Buta Locaya : “Sudah jangan membantah lagi! Aku hendak pergi menuju ke arah timur, mulai saat ini buah dari pohon Sambi (Kusambi) ini aku namakan buah CACIL, sebagai pengingat peristiwa debat seperti anak kecil, antara demit (makhluk halus) dan manusia pe-CICIL-an (yang arogan) yang tengah berebut benar tentang kerusakan sebuah wilayah yang menyebabkan kesusahan manusia dan makhluk halus. Aku mohonkan kepada Rabbana (Tuhanku), semoga buah pohon Sambi berwarna dua macam, daging buahnya jadilah kecut, biji buahnya jadilah keluar minyak. Kecut perlambang dari kekecutan wajah, wajah sang demit (makhluk halus) dan wajah manusia yang tengah berdebat dengannya, LENGA (minyak) perlambang dari makhluk halus MLELENG JALMA LUNGA (Melotot marah ditingal pergi oleh manusia). Kelak dikemudian hari agar bisa dijadikan pengingat peristiwa, dimana aku pernah berdebat denganmu. Mulai sekarang tempat dimana kita bertemu ini, disebelah utara sana aku namakan Desa Singkal, sedangkan disini aku namakan Desa Sumbre. Dan tempat dimana anak buahmu menyingkir disebelah selatan sana aku namakan Desa Kawanguran.”
Setelah mengucapkan kata-kata tersebut, Sunan Benang lantas menuju ke arah timur sungai. Hingga sekarang didaerah kota Gedhah terdapat desa yang bernama Kawanguran, Sumbre dan Singkal. Kawanguran artinya ketahuan, Singkal artinya terhalang lantas mendapatkan cara untuk mengelak.
Buta Locaya terus mengejar Sunan Benang. Perjalanan Sunan Benang sampai di desa Bogem, ditempat itu Sunan Benang mendapati sebuah arca berbentuk kuda, bertubuh satu berkepala dua, terletak dibawah pohon Trenggulun (Trengguli ~ Cassia fistula L. Tinggi bisa mencapai lima belas meter, berasal dari India : Damar Shashangka). Pohon Trenggulun tadi banyak ditumbuhi buah, hingga beberapa jatuh berserakan ke tanah. Sunan Benang memegang kampak, serta merta arca kuda kepalanya dihancurkan!
Melihat perbuatan Saunan Benang menghancurkan kepala arca kuda, Buta Locaya semakin marah dan lantas berkata : “Arca ini buatan Prabhu Jayabaya, untuk menyimbolkan keadaan wanita Jawa nanti dijaman kedatangan bangsa Srenggi, siapa saja yang melihat arca ini, akan ingat kepada keadaan wanita Jawa nanti!”
Sunan Benang menjawab, “Kamu itu makhluk halus, berani sekali mendebat manusia, itu namanya makhluk halus yang sok!”
Buta Locaya berkata, “ Apa bedanya, anda Sunan saya Raja!!”
Sunan Benang tak menghiraukan bahkan berkata, “ Buah pohon Trenggulun ini mulai sekarang aku beri nama KENTHOS, agar bisa dijadikan pengingat, bahwasanya aku pernah bertengkar dengan seorang makhluk halus KEMENTHUS (yang sok) tentang sebuah arca!”
Ki Kalamwadi berkata, “ Hingga hari ini, buah pohon Trenggulun di Jawa namanya kenthos, berawal dari sabda Sunan Benang, begitu menurut Raden Budi Sukardi, guruku.”
Sunan Benang melanjutkan perjalanannya ke arah utara, berbarengan dengan masuknya waktu shalat Ashar. Sunan Benang berkeinginan untuk shalat. Diluar desa didapati sebuah sumur akan tetapi tanpa penimba. Sumur digulingkan, sehingga Sunan Benang kemudian, bisa mengambil air untuk dibuat berwudlu. (Coba anda artikan sendiri simbolisasi dari cerita Sunan Benang menggulingkan sumur ini : Damar Shashangka)
Ki Kalamwadi kembali berkata, “ Hingga hari ini, sumur tadi dikenal dengan nama Sumur Gumuling (Sumur yang digulingkan), Sunan Benang yang menggulingkannya, itu cerita Raden Budi guruku, tidak tahu apakah benar atau tidak.”
Seusai shalat Sunana Benang meneruskan perjalanannya, sesampainya di desa Nyahen, disana terdapat arca raksasa perempuan, berdiri dibawah pohon Dhadhap (Dhadhap Srep ~ Erythrina orientalis, tinggi bisa mencapai dua puluh dua meter : Damar Shashangka). Saat itu pohon Dhadhap tersebut tengah berbunga lebat. Banyak bunga yang jatuh berguguran dikanan kiri arca tadi. Bahkan terlihat merah tubuh arca tersebut karena banyak juga bunga yang jatuh ke badannya. Melihat sosok arca sebegitu besar, Sunan Benang sempat keheranan. Arca raksasa tersebut menghadap ke arah barat, tinggi enam belas tapak kaki manusia dewasa, lingkar badannya sepuluh telapak kaki manusia dewasa. Jikalau hendak dipindahkan, seandainya diangkat oleh delapan ratus orang sekalipun tidak akan kuat, kecuali jika menggunakan bantuan peralatan. Bahu kanan arca tadi dihancurkan oleh Sunan Benang, dahinya dilobangi.
Buta Locaya melihat Sunan Benang kembali merusak arca,marah dan berkata : “Jelas anda memang orang kurang kerjaan, arca raksasa sebagus itu dirusak tanpa alasan yang jelas. Sekarang jadi buruk wujudnya, padahal arca itu juga buatan Prabhu Jayabhaya, lantas apa hasilnya anda merusaknya?”
Sunan Benang menjawab, “Aku rusak arca ini agar supaya tidak diagung-agungkan oleh orang banyak. Agar jangan pula diberikan sesajian dan diberi asap kemenyan. Manusia yang memuja berhala itu namanya manusia kafir dan kufur, lahir batin telah tersesat!”
Buta Locaya berkata, “Orang Jawa-pun tahu, bahwa ini hanyalah sebuah arca batu. Yang tidak memiliki daya kekuatan apapun dan tidak punya kuasa, bukan Hyang Lattawalhujwa (maksudnya tidak dipuja sebagaimana manusia Arab dulu memuja patung Latta dan Hujwa). Mengapa di layani dengan diberi asap kemenyan berikut diberi sesajian, agar supaya semua makhluk halus yang liar (disini maksudnya Ruh-Ruh manusia mati yang tersesat dan belum menemukan jalan, bukan makhluk halus sejenis Buta Locaya atau seluruh pasukannya yang telah lahir menjadi Jin/Asura : Damar Shashangka) tidak bertempat tinggal sembarangan diatas tanah dan didalam pohon. Sebab tanah dan pepohonan bisa menghasilkan sesuatu. Dan hasil dari keduanya sangat bermanfaat bagi kehidupan manusia. Oleh karenanya makkhluk halus yang semacam ini lantas diberikan tempat baru pada sebuah arca. Jika arca telah anda rusak, hendak diusir kemanakah mereka semua? Sudah lumrah brekasakan (makhluk halus liar/ Ruh-Ruh orang mati yang masih terikat dengan alam dunia) bertempat tingal disebuah gua atau disebuah arca, serta makanan mereka adalah bau-bauan yang wangi. Makhluk halus semacam ini, jika sudah mencium bau wewangian, badannya akan terasa segar. Lebih senang lagi jika bisa tinggal didalam sebuah arca utuh yang diletakkan ditempat yang sepi dan sejuk atau dibawah pohon besar. Mereka sadar mereka tidak bisa hidup berbaur dengan manusia. Sekarang mereka telah tinggal didalam arca ini tapi kemudian malah anda usik, bukankah berarti anda memang orang yang jahil dan suka menganiaya kepada sesama makhluk. Makhluk yang sama-sama diciptakan oleh Tuhan? Mendingan orang Jawa menghargai sebuah arca yang memang pantas jika memiliki Kesadaran dan nyawa, sedangkan bangsa anda orang Arab, bukankah juga menghargai Kakbatullah, yang wujudnya juga dari batu, apakah itu juga tidak sesat?!”
Sunan Benang menjawab, “Ka’batullah itu yang membuat Nabi Ibrahim. Disanalah pusat dunia. Diberi tugu dari batu dan disujudi oleh seluruh manusia. Siapa saja yang sujud kepada Kakbatullah, Gusti Allah akan memberikan ampunan atas segala dosa-dosanya selama hidup di alam pengembaraan (alam dunia) ini!”
Buta Locaya berkata, “Apa buktinya telah mendapatkan kasih Tuhan? Apa buktinya mendapatkan ampunan Tuhan dari segala dosa? Apakah mendapatkan tanda tangan dari Tuhan Yang Maha Agung berikut stempel berwarna merah sebagai tanda bukti sah?”
Sunan Benang menjawab, “Yang disebutkan dalam kitab suciku, nanti jika telah meninggal akan mendapatkan kemuliaan.”
“ Ucapan anda tadi bukan ucapan seorang ahli negara (ucapan bangsawan atau ucapan orang yang berpendidikan), hanya pantas jika diucapkan oleh mereka yang suka berkeliaran ditempat madat (maksudnya preman), yang hanya mengagungkan kekuatan otot semata. Seyogyanya janganlah seperti itu, merasa menjadi kekasih Tuhan, merasa banyak teman Malaikat, lantas berbuat seenaknya tidak memperhitungkan kesalahan orang, menganiaya tanpa dosa. Di tanah Jawa ini sebenarnya banyak yang bisa menandingi kesaktian anda, akan tetapi semua adalah ahli Buddhi (ahli dalam peningkatan Kesadaran) dan takut mendapat hukuman Dewata (Karmaphala). Tidak pantas disebut ahli Buddhi (ahli dalam peningkatan Kesadaran) jika tingkah lakunya aniaya terhadap sesama menghukum tanpa dosa. Apakah anda ini serupa dengan Aji Saka, murid Ijajil (Ijajil : Dajjal ~ Buta Locaya menganggap Aji Saka adalah murid Dajjal atau Iblis. Maksudnya tingkah laku ji Saka dulu-pun kurang patut manakala tinggal di tanah Jawa, sehingga disebut murid Ijajil atau Dajjal atau Iblis : Damar Shashangka)? Aji Saka bertahta di tanah Jawa hanya tiga tahun lamanya lantas minggat dari tanah Jawa, bahkan sumber air bening yang ada di daerah Medhang ikut serta dibawa minggat (sumber air bening maksudnya adalah pengetahuan asli Jawa : Damar Shashangka). Aji Saka orang Hindhu (India), anda orang Arab, kelakuannya sama saja menganiaya sesama manusia, sama-sama membuat sulit mencari ‘sumber air’ (coba anda artikan sendiri maksud kata-kata Buta Locaya yang simbolik ini : Damar Shashangka). Anda menyebut diri Sunan seharusnya memiliki buddhi luhur (Kesadaran yang mulia), bisa menciptakan keselamatan bagi sesama, akan tetapi kok tidak seperti itu, tingkah laku anda inilah sesungguhnya yang disebut tingkah laku Ijajil, tidak tahan digoda oleh anak kecil, gampang keluar amarahnya, Sunan apakah yang semacam itu? Jika memang anda Sunan bagi manusia, pastinya memiliki buddhi luhur (Kesadaran mulia). Anda telah menganiaya sesama tanpa dosa, inilah jalan anda menuju celaka, anda telah menciptakan neraka jahanam bagi diri sendiri (maksudnya karma buruk). Jika nanti sudah jadi (neraka tersebut), kelak akan anda tempati sendiri. Anda akan mandi ditengah air kawah yang panas bergejolak (memetik buah perbuatan yang sangat menyengsarakan dalam kehidupan ini atau kelak setelah kelahiran kembali). Lihatlah, saya ini adalah makhluk halus, berbeda alam dengan manusia, akan tetapi saya masih senantiasa ingat untuk ikut andil mengusahakan keselamatan bagi manusia (makhluk haluspun masih ingin mengumpulkan karma baik demi peningkatan kesadaran pribadinya sendiri : Damar Shashangka). Sudahlah, sekarang semua yang terlanjur rusak tolong kembalikan seperti semula. Mulai dari sungai yang kering hingga seluruh tempat yang terlanggar aliran sungai tolong kembalikan seperti sebelumnya. Jika anda tidak berkenan, seluruh orang Jawa yang telah masuk Islam akan saya teluh biar mati semua, dan untuk keperluan itu saya akan meminta bantuan pasukan dari Kangjeng Ratu Ayu Anginangin yang bertahta di laut selatan!!”
Begitu mendengar kemarahan Buta Locaya, Sunan Benang terketuk hatinya dan menyadari kesalahannya. Sadar telah membuat bermacam-macam kesusahan dalam jangka panjang, sadar telah menganiaya sesama tanpa dosa yang setimpal, dia lantas berkata : “Buta Locaya! Aku ini seorang Sunan, yang tidak bisa menarik kutuk yang sudah terlanjur aku ucapkan, tapi dengarkan, kelak setelah lima ratus tahun lagi, sungai ini akan kembali seperti semula!” (Sekali lagi coba anda artikan ucapan Sunan Benang yang simbolik ini : Damar Shashangka)
Mendengar ucapan Sunan Benang, Buta Locaya bertambah marah, lantas berkata kepada Sunan Benang : “Tidak bisa! Harus anda kembalikan saat ini juga! Jika tidak mampu anda saya tawan!!”
Berkatalah Sunan Benang kepada Buta Locaya : “Sudah jangan membantah lagi! Aku hendak pergi menuju ke arah timur, mulai saat ini buah dari pohon Sambi (Kusambi) ini aku namakan buah CACIL, sebagai pengingat peristiwa debat seperti anak kecil, antara demit (makhluk halus) dan manusia pe-CICIL-an (yang arogan) yang tengah berebut benar tentang kerusakan sebuah wilayah yang menyebabkan kesusahan manusia dan makhluk halus. Aku mohonkan kepada Rabbana (Tuhanku), semoga buah pohon Sambi berwarna dua macam, daging buahnya jadilah kecut, biji buahnya jadilah keluar minyak. Kecut perlambang dari kekecutan wajah, wajah sang demit (makhluk halus) dan wajah manusia yang tengah berdebat dengannya, LENGA (minyak) perlambang dari makhluk halus MLELENG JALMA LUNGA (Melotot marah ditingal pergi oleh manusia). Kelak dikemudian hari agar bisa dijadikan pengingat peristiwa, dimana aku pernah berdebat denganmu. Mulai sekarang tempat dimana kita bertemu ini, disebelah utara sana aku namakan Desa Singkal, sedangkan disini aku namakan Desa Sumbre. Dan tempat dimana anak buahmu menyingkir disebelah selatan sana aku namakan Desa Kawanguran.”
Setelah mengucapkan kata-kata tersebut, Sunan Benang lantas menuju ke arah timur sungai. Hingga sekarang didaerah kota Gedhah terdapat desa yang bernama Kawanguran, Sumbre dan Singkal. Kawanguran artinya ketahuan, Singkal artinya terhalang lantas mendapatkan cara untuk mengelak.
Buta Locaya terus mengejar Sunan Benang. Perjalanan Sunan Benang sampai di desa Bogem, ditempat itu Sunan Benang mendapati sebuah arca berbentuk kuda, bertubuh satu berkepala dua, terletak dibawah pohon Trenggulun (Trengguli ~ Cassia fistula L. Tinggi bisa mencapai lima belas meter, berasal dari India : Damar Shashangka). Pohon Trenggulun tadi banyak ditumbuhi buah, hingga beberapa jatuh berserakan ke tanah. Sunan Benang memegang kampak, serta merta arca kuda kepalanya dihancurkan!
Melihat perbuatan Saunan Benang menghancurkan kepala arca kuda, Buta Locaya semakin marah dan lantas berkata : “Arca ini buatan Prabhu Jayabaya, untuk menyimbolkan keadaan wanita Jawa nanti dijaman kedatangan bangsa Srenggi, siapa saja yang melihat arca ini, akan ingat kepada keadaan wanita Jawa nanti!”
Sunan Benang menjawab, “Kamu itu makhluk halus, berani sekali mendebat manusia, itu namanya makhluk halus yang sok!”
Buta Locaya berkata, “ Apa bedanya, anda Sunan saya Raja!!”
Sunan Benang tak menghiraukan bahkan berkata, “ Buah pohon Trenggulun ini mulai sekarang aku beri nama KENTHOS, agar bisa dijadikan pengingat, bahwasanya aku pernah bertengkar dengan seorang makhluk halus KEMENTHUS (yang sok) tentang sebuah arca!”
Ki Kalamwadi berkata, “ Hingga hari ini, buah pohon Trenggulun di Jawa namanya kenthos, berawal dari sabda Sunan Benang, begitu menurut Raden Budi Sukardi, guruku.”
Sunan Benang melanjutkan perjalanannya ke arah utara, berbarengan dengan masuknya waktu shalat Ashar. Sunan Benang berkeinginan untuk shalat. Diluar desa didapati sebuah sumur akan tetapi tanpa penimba. Sumur digulingkan, sehingga Sunan Benang kemudian, bisa mengambil air untuk dibuat berwudlu. (Coba anda artikan sendiri simbolisasi dari cerita Sunan Benang menggulingkan sumur ini : Damar Shashangka)
Ki Kalamwadi kembali berkata, “ Hingga hari ini, sumur tadi dikenal dengan nama Sumur Gumuling (Sumur yang digulingkan), Sunan Benang yang menggulingkannya, itu cerita Raden Budi guruku, tidak tahu apakah benar atau tidak.”
Seusai shalat Sunana Benang meneruskan perjalanannya, sesampainya di desa Nyahen, disana terdapat arca raksasa perempuan, berdiri dibawah pohon Dhadhap (Dhadhap Srep ~ Erythrina orientalis, tinggi bisa mencapai dua puluh dua meter : Damar Shashangka). Saat itu pohon Dhadhap tersebut tengah berbunga lebat. Banyak bunga yang jatuh berguguran dikanan kiri arca tadi. Bahkan terlihat merah tubuh arca tersebut karena banyak juga bunga yang jatuh ke badannya. Melihat sosok arca sebegitu besar, Sunan Benang sempat keheranan. Arca raksasa tersebut menghadap ke arah barat, tinggi enam belas tapak kaki manusia dewasa, lingkar badannya sepuluh telapak kaki manusia dewasa. Jikalau hendak dipindahkan, seandainya diangkat oleh delapan ratus orang sekalipun tidak akan kuat, kecuali jika menggunakan bantuan peralatan. Bahu kanan arca tadi dihancurkan oleh Sunan Benang, dahinya dilobangi.
Buta Locaya melihat Sunan Benang kembali merusak arca,marah dan berkata : “Jelas anda memang orang kurang kerjaan, arca raksasa sebagus itu dirusak tanpa alasan yang jelas. Sekarang jadi buruk wujudnya, padahal arca itu juga buatan Prabhu Jayabhaya, lantas apa hasilnya anda merusaknya?”
Sunan Benang menjawab, “Aku rusak arca ini agar supaya tidak diagung-agungkan oleh orang banyak. Agar jangan pula diberikan sesajian dan diberi asap kemenyan. Manusia yang memuja berhala itu namanya manusia kafir dan kufur, lahir batin telah tersesat!”
Buta Locaya berkata, “Orang Jawa-pun tahu, bahwa ini hanyalah sebuah arca batu. Yang tidak memiliki daya kekuatan apapun dan tidak punya kuasa, bukan Hyang Lattawalhujwa (maksudnya tidak dipuja sebagaimana manusia Arab dulu memuja patung Latta dan Hujwa). Mengapa di layani dengan diberi asap kemenyan berikut diberi sesajian, agar supaya semua makhluk halus yang liar (disini maksudnya Ruh-Ruh manusia mati yang tersesat dan belum menemukan jalan, bukan makhluk halus sejenis Buta Locaya atau seluruh pasukannya yang telah lahir menjadi Jin/Asura : Damar Shashangka) tidak bertempat tinggal sembarangan diatas tanah dan didalam pohon. Sebab tanah dan pepohonan bisa menghasilkan sesuatu. Dan hasil dari keduanya sangat bermanfaat bagi kehidupan manusia. Oleh karenanya makkhluk halus yang semacam ini lantas diberikan tempat baru pada sebuah arca. Jika arca telah anda rusak, hendak diusir kemanakah mereka semua? Sudah lumrah brekasakan (makhluk halus liar/ Ruh-Ruh orang mati yang masih terikat dengan alam dunia) bertempat tingal disebuah gua atau disebuah arca, serta makanan mereka adalah bau-bauan yang wangi. Makhluk halus semacam ini, jika sudah mencium bau wewangian, badannya akan terasa segar. Lebih senang lagi jika bisa tinggal didalam sebuah arca utuh yang diletakkan ditempat yang sepi dan sejuk atau dibawah pohon besar. Mereka sadar mereka tidak bisa hidup berbaur dengan manusia. Sekarang mereka telah tinggal didalam arca ini tapi kemudian malah anda usik, bukankah berarti anda memang orang yang jahil dan suka menganiaya kepada sesama makhluk. Makhluk yang sama-sama diciptakan oleh Tuhan? Mendingan orang Jawa menghargai sebuah arca yang memang pantas jika memiliki Kesadaran dan nyawa, sedangkan bangsa anda orang Arab, bukankah juga menghargai Kakbatullah, yang wujudnya juga dari batu, apakah itu juga tidak sesat?!”
Sunan Benang menjawab, “Ka’batullah itu yang membuat Nabi Ibrahim. Disanalah pusat dunia. Diberi tugu dari batu dan disujudi oleh seluruh manusia. Siapa saja yang sujud kepada Kakbatullah, Gusti Allah akan memberikan ampunan atas segala dosa-dosanya selama hidup di alam pengembaraan (alam dunia) ini!”
Buta Locaya berkata, “Apa buktinya telah mendapatkan kasih Tuhan? Apa buktinya mendapatkan ampunan Tuhan dari segala dosa? Apakah mendapatkan tanda tangan dari Tuhan Yang Maha Agung berikut stempel berwarna merah sebagai tanda bukti sah?”
Sunan Benang menjawab, “Yang disebutkan dalam kitab suciku, nanti jika telah meninggal akan mendapatkan kemuliaan.”
(Bersambung)
0 comments:
Posting Komentar