Halaman

Sabtu

Antara Akal dan Keyakinan: Ketika Sains Tiongkok Menyentuh Ranah Mistis


Antara Akal dan Keyakinan: Ketika Sains Tiongkok Menyentuh Ranah Mistis

I. Pendahuluan: Menjelajahi Pertemuan Akal dan Keyakinan di Tiongkok

Peradaban Tiongkok memiliki sejarah yang kaya dan membentang ribuan tahun, ditandai oleh evolusi berkelanjutan dari tradisi religio-filosofis.1 Berbeda dengan pemikiran Barat yang sering kali menampilkan demarkasi jelas antara sains dan agama, tradisi intelektual Tiongkok secara historis telah memupuk pandangan dunia yang lebih terintegrasi dan holistik. Dalam konteks ini, pertanyaan filosofis, etika, dan penyelidikan naturalistik terjalin erat.3 Integrasi ini memberikan latar belakang unik untuk memahami hubungan antara "akal" (nalar/sains) dan "keyakinan" (kepercayaan/mistisisme) di Tiongkok.

Untuk tujuan laporan ini, "sains" mengacu pada penyelidikan sistematis yang didasarkan pada observasi empiris, penalaran logis, dan hipotesis yang dapat diuji, sebagian besar dipengaruhi oleh metode ilmiah Barat yang diperkenalkan di era modern.5 "Mistisisme" dan "kepercayaan tradisional" mencakup sistem religio-filosofis pribumi seperti Taoisme, Konfusianisme, dan agama rakyat Tiongkok, yang sering kali melibatkan konsep kekuatan vital (Qi), harmoni kosmik (Yin-Yang), dan dimensi spiritual yang tidak dapat divalidasi oleh sains konvensional.7 Pemerintah Tiongkok secara resmi mengakui lima agama, termasuk Taoisme, namun sering kali mengategorikan banyak praktik tradisional sebagai "takhayul" (mixin) dan melarangnya, menciptakan lanskap definisi yang kompleks.10

Laporan ini akan mengeksplorasi bagaimana konsep filosofis kuno Tiongkok meletakkan dasar bagi pendekatan yang berbeda dalam memahami alam, bagaimana pergeseran sejarah memengaruhi persepsi dan praktik sains, dan bagaimana Tiongkok kontemporer menavigasi integrasi dan ketegangan antara kemajuan ilmiah dan kepercayaan tradisional yang terus-menerus. Laporan ini akan menyoroti pendekatan pragmatis, yang sering kali utilitarian, yang diambil Tiongkok, terkadang secara strategis memanfaatkan elemen budaya bahkan dalam upaya ilmiah, sambil secara bersamaan mempertahankan sikap ketat terhadap praktik yang dianggap "takhayul."


II. Fondasi Filosofis: Pandangan Dunia Holistik

A. Taoisme dan Filosofi Naturalistiknya

Taoisme, yang berakar pada Tiongkok prasejarah dan secara tradisional dikaitkan dengan Laozi serta Daodejing, menekankan hidup selaras dengan Tao (Dao), yang dipahami sebagai jalan alam semesta atau proses transformasi misterius yang mendasari realitas.11 Konsep sentralnya adalah

Qi (Ch'i), yang digambarkan sebagai kekuatan vital atau energi material yang ada di semua entitas hidup dan meresapi alam semesta.7 Praktik Taois bertujuan untuk mengolah dan menyeimbangkan Qi, seperti yang terlihat dalam Qigong.7 Spontanitas (

wu-wei, non-tindakan) juga merupakan prinsip Taois utama, yang menganjurkan tindakan yang muncul secara alami dan tanpa usaha.15

Taoisme memengaruhi berbagai praktik, termasuk meditasi, astrologi, feng shui, dan alkimia internal.13 Penekanannya pada keseimbangan dan harmoni dengan alam sangat membentuk pengobatan tradisional Tiongkok (TCM), yang memandang kesehatan sebagai keadaan aliran Qi yang tidak terhalang dan kekuatan Yin-Yang yang seimbang.14 Pendekatan Taoisme yang memandang alam sebagai sesuatu yang sempurna dan menekankan kerja sama dengan proses-proses inherennya, alih-alih membedah atau memanipulasinya, dapat menjelaskan mengapa metodologi ilmiah reduksionis yang berfokus pada pemecahan sistem menjadi bagian-bagian terkecil untuk kontrol dan intervensi tidak secara universal berkembang di Tiongkok. Kecenderungan filosofis ini mungkin menjadi faktor yang berkontribusi pada jalur perkembangan ilmiah Tiongkok yang berbeda dari Barat, yang sering kali berupaya menguasai dan mengendalikan alam melalui analisis dan diseksi.13

B. Konfusianisme dan Kosmos Moral

Konfusianisme, yang didirikan oleh Konfusius sekitar tahun 500 SM, adalah sistem pemikiran yang berpusat pada kebajikan, harmoni sosial, dan tanggung jawab keluarga.19 Filosofi ini mengintegrasikan filsafat, etika, dan tata kelola sosial, membentuk sistem intelektual dan politik Tiongkok selama berabad-abad setelah ditetapkan sebagai ideologi resmi selama Dinasti Han.21 Konsep sentralnya adalah

Tian (Surga), yang dapat berarti langit fisik, takdir, alam, atau tatanan moral alam semesta.22

Li (Prinsip) diyakini sebagai struktur dasar kosmos oleh pemikir Neo-Konfusianisme.21 Konsep

Tian Ren He Yi (天人合一), "kesatuan Surga dan manusia," adalah gagasan Konfusianisme inti, yang menekankan keterkaitan umat manusia dengan Surga dan Bumi, serta kapasitas manusia untuk menyelaraskan diri dan berpartisipasi dalam tatanan kosmik.3

Konfusianisme menyediakan doktrin moral untuk hubungan manusia dan struktur sosial, menekankan kultivasi diri dan kerja sama yang harmonis.20 Pendekatan antroposentrisnya percaya pada kemampuan manusia untuk mengolah diri dan mengubah dunia.20 Namun, dalam etos budaya Konfusianisme, terdapat penekanan kuat pada sastra, seni, dan administrasi publik, dengan pengejaran ilmiah dan teknologi sering kali dipandang rendah dalam hal prestise.23 Adopsi resmi "bentuk mistis Konfusianisme" oleh Dinasti Han 21 dan institusionalisasinya melalui sistem ujian kekaisaran 23 menciptakan struktur masyarakat yang kuat. Struktur ini memprioritaskan keterampilan sastra dan administrasi yang berakar pada klasik Konfusianisme di atas penyelidikan ilmiah empiris.23 Kurangnya prestise dan insentif langsung dalam sistem dominan ini secara kausal menyebabkan pengalihan bakat intelektual dan stagnasi dalam kreativitas ilmiah dan teknologi selama berabad-abad.23 Ini merupakan tren historis kritis di mana ideologi filosofis dan politik yang dominan secara aktif membentuk dan membatasi ruang lingkup serta arah perkembangan ilmiah, sangat kontras dengan kebangkitan sains sebagai bidang bergengsi dan otonom di Barat. "Pembekuan" ini bukan karena kurangnya kapasitas intelektual, melainkan karena disinsentif kelembagaan dan budaya yang tertanam dalam negara Konfusianisme.

Konsep Tian Ren He Yi (Kesatuan Surga-Manusia) adalah sentral bagi Konfusianisme, menyiratkan hubungan yang mendalam, terstruktur, dan interaktif antara manusia dan alam.3 Epistemologi Tiongkok digambarkan sebagai "relasional," memahami dunia eksternal sebagai jaringan hubungan dan pikiran manusia terstruktur sesuai dengan sistem kosmik ini.3 Persepsi dan pemahaman dipandang sebagai produk interaksi yang koheren antara "hati-pikiran" dan "hal-peristiwa," daripada demarkasi subjek-objek yang jelas.3 Epistemologi holistik dan relasional ini menunjukkan bahwa pemahaman tradisional Tiongkok tentang pengetahuan dan realitas secara fundamental berbeda dari kerangka dualistik dan reduksionis yang sering ditemukan dalam pemikiran Barat.4 Alih-alih berusaha mengisolasi dan menganalisis komponen individual, pemikiran Tiongkok memprioritaskan pemahaman fenomena dalam konteks interkoneksi yang lebih luas. Ini menyiratkan bahwa pemikiran "ilmiah" Tiongkok, bahkan ketika praktis, sering kali tertanam dalam kerangka sistemik, bukan murni analitis.

C. Yin dan Yang: Dualitas Dinamis

Yin dan Yang mewakili prinsip-prinsip atau kekuatan kosmik yang berlawanan yang berinteraksi, saling berhubungan, dan melanggengkan satu sama lain, membentuk sistem dinamis di mana keseluruhan lebih besar dari jumlah bagian-bagiannya.8 Keduanya berasal dari kekacauan utama

qi primordial (energi material) dan mengaturnya menjadi siklus kekuatan dan gerakan, yang mengarah pada bentuk dan materi.8 Yin biasanya dipandang sebagai pasif, reseptif, dan kontraktif, sementara Yang aktif, ekspansif, dan repulsif.8

Filosofi Yin dan Yang sangat memengaruhi perkembangan sejarah ilmu pengetahuan alam dan teknologi Tiongkok.24 Filsuf Tiongkok kuno menggunakan Yin dan Yang untuk memahami berbagai hal, menemukan hukum alam, dan memprediksi kecenderungan gerakan, menerapkan prinsip-prinsip ini pada pengobatan, pertanian, dan berbagai teknik manual.24 Misalnya, TCM menggunakan Yin dan Yang untuk mengeksplorasi fungsi fisiologis dan perubahan patologis, dan konsep biner dalam komputer diakui berasal dari

I Ching, yang sangat terkait dengan prinsip Yin-Yang.24 Penciptaan Yin dan Yang merupakan metode bagi filsuf Tiongkok kuno untuk memahami berbagai hal dan menemukan hukum alam, yang digeneralisasi dan disublimasikan dari observasi gerakan alami dan perubahan fisik.24 Ini digunakan untuk mengeksplorasi hal-hal yang tidak diketahui secara ilmiah dan menghasilkan banyak penemuan yang bermakna, mendorong kemajuan dalam sains, teknologi, dan perawatan kesehatan.24 Kerangka ini memungkinkan analisis hukum alam, perubahan fisik, dan prediksi kecenderungan gerakan.24 Hal ini menunjukkan bahwa Yin-Yang bukan hanya kepercayaan mistis tetapi berfungsi sebagai kerangka konseptual awal untuk observasi dan kategorisasi sistematis fenomena alam. Ini menyediakan cara terstruktur untuk menafsirkan dualitas dan perubahan di dunia alami (misalnya, panas/dingin, siang/malam, aktif/pasif), yang, meskipun tidak mengarah pada hipotesis yang dapat diuji dalam pengertian ilmiah modern, memungkinkan pemahaman yang koheren dan aplikasi praktis di berbagai domain seperti kedokteran dan teknik. Ini menyoroti aspek unik dari model sains Tiongkok, di mana prinsip-prinsip filosofis secara langsung menginformasikan pemahaman empiris (meskipun tidak selalu eksperimental) tentang proses alami.

Tabel 1: Konsep Filosofis Tradisional Tiongkok Utama dan Relevansinya dengan Sains

KonsepMakna IntiAsal Filosofis/Aliran TerkaitRelevansi dengan Pemahaman Alam/SainsParalel/Kontras Ilmiah Modern (jika ada)
Dao"Jalan" alam semesta, proses transformasi misteriusTaoismeRealitas yang mendasari, spontanitas, harmoni alamiTidak secara langsung ilmiah, tetapi sistemik
QiEnergi vital, kekuatan hidup, materi energiTaoisme, Pengobatan Tradisional TiongkokKekuatan hidup, kesehatan, aliran energi, konstituen alam semestaPseudosaintifik menurut standar Barat; konsep energi berbeda
Yin-YangPrinsip kosmik yang saling melengkapi dan berlawananTaoisme, Sekolah Yin-YangKerangka kerja untuk hukum alam, keseimbangan, perubahan, dualitasKerangka konseptual untuk dualitas, terkait dengan biner
Tian Ren He YiKesatuan Surga dan Manusia, keselarasan kosmikKonfusianismeKeterkaitan umat manusia dan kosmos, potensi manusia untuk selaras dengan alamPandangan holistik vs. reduksionis
Li (Prinsip)Struktur dasar kosmos, tatanan moralNeo-KonfusianismeStruktur yang mendasari, kultivasi moral, penyelidikan halPenekanan pada etika/moralitas dalam sains


III. Lintasan Sejarah: Dari Integrasi ke Divergensi

A. Sains Tiongkok Kuno dan Landasan Filosofisnya

Tiongkok kuno membuat penemuan dan inovasi signifikan, termasuk pembuatan kertas, percetakan, kompas, dan bubuk mesiu (Empat Penemuan Besar), yang berkontribusi pada pembangunan ekonomi.23 Fisika Tiongkok awal, seperti yang terlihat dalam

Mozi, membahas konsep gaya dan gerak.25 Pengobatan tradisional Tiongkok (TCM) mengembangkan sistem teoretis yang kuat berdasarkan Yin dan Yang serta Qi, dengan pendekatan holistik terhadap tubuh dan interaksinya dengan lingkungan.16

Periode Musim Semi dan Musim Gugur serta Negara-negara Berperang (sekitar 770–221 SM) menyaksikan munculnya "Seratus Aliran Pemikiran," termasuk Konfusianisme, Daoisme, Mohisme, dan Legalisme, masing-masing dengan pandangan berbeda tentang sifat manusia, tatanan sosial, dan pengetahuan.21 Epistemologi Tiongkok berkembang berdasarkan holisme ontologis, memprioritaskan "menjadi terampil dalam keyakinan yang benar" dan pemahaman melalui pendidikan dan pembelajaran, dengan pandangan relasional tentang dunia eksternal.3 Kerangka epistemologis holistik dan relasional ini secara kausal memengaruhi jenis penyelidikan ilmiah yang berkembang di Tiongkok kuno. Alih-alih penekanan kuat pada eksperimen reduksionis untuk mengisolasi variabel, sains Tiongkok sering berfokus pada observasi sistemik, pengenalan pola, dan interkoneksi antara fenomena, seperti yang dicontohkan oleh pendekatan TCM terhadap tubuh dan lingkungan.16 Ini menjelaskan mengapa pencapaian ilmiah Tiongkok sering kali bermanifestasi sebagai teknologi canggih dan aplikasi praktis (misalnya, pengeboran garam 25) yang berasal dari pemahaman mendalam tentang proses alami dalam konteks holistik, daripada fisika teoretis murni.

B. Era Kekaisaran dan Pembekuan Penyelidikan Ilmiah Formal

Meskipun Konfusianisme membentuk sistem intelektual dan politik Tiongkok selama berabad-abad 21, ia juga berkontribusi pada etos budaya yang terlalu menekankan sastra, seni, dan administrasi publik.23 Pengejaran ilmiah dan teknologi sering kali dipandang rendah dalam hal prestise dan kehormatan.23 Sistem ujian kekaisaran, yang berfokus pada teks-teks klasik Konfusianisme, menghilangkan insentif bagi para intelektual untuk terlibat dalam upaya ilmiah dan teknologi, yang menyebabkan stagnasi kreativitas di bidang-bidang ini selama beberapa abad.23 Adopsi resmi "bentuk mistis Konfusianisme" oleh Dinasti Han 21 dan institusionalisasinya melalui sistem ujian kekaisaran 23 menciptakan struktur masyarakat yang kuat. Struktur ini memprioritaskan keterampilan sastra dan administrasi yang berakar pada klasik Konfusianisme di atas penyelidikan ilmiah empiris.23 Kurangnya prestise dan insentif langsung dalam sistem dominan ini secara kausal menyebabkan pengalihan bakat intelektual dan stagnasi dalam kreativitas ilmiah dan teknologi selama berabad-abad.23 Ini merupakan tren historis kritis di mana ideologi filosofis dan politik yang dominan secara aktif membentuk dan membatasi ruang lingkup serta arah perkembangan ilmiah, sangat kontras dengan kebangkitan sains sebagai bidang bergengsi dan otonom di Barat. "Pembekuan" ini bukan karena kurangnya kapasitas intelektual, melainkan karena disinsentif kelembagaan dan budaya yang tertanam dalam negara Konfusianisme.

C. Modernisasi dan Kampanye "Sains vs. Takhayul"

Setelah kekalahan berulang kali oleh negara-negara Barat pada abad ke-19, para reformis Tiongkok mulai mempromosikan sains dan teknologi modern sebagai bagian dari Gerakan Penguatan Diri.23 Periode Republik Tiongkok awal menyaksikan Gerakan Kebudayaan Baru mempromosikan sains dan demokrasi sambil mencela moralitas tradisional, yang mengarah pada marginalisasi Konfusianisme klasik.6 Sains memperoleh "martabat tertinggi" dan dipandang mampu memecahkan semua masalah sosial dan budaya, yang mengarah pada tren "saintisme".6

Partai Komunis Tiongkok (PKT) secara resmi adalah ateis, dan anggotanya dilarang melakukan praktik keagamaan.27 Setelah tahun 1949, negara secara aktif berusaha membatasi apa yang dianggapnya "takhayul" melalui pembatasan praktik dan propaganda, seringkali membantah kepercayaan populer dengan sains.29 Revolusi Kebudayaan (1966-1976) menyaksikan agama menjadi sasaran, dengan semua kegiatan keagamaan dilarang dan banyak situs dihancurkan.12 Meskipun kebijakan negara bergeser setelah kematian Mao, memungkinkan beberapa kebangkitan agama, PKT melanjutkan kampanye "Sinicization" untuk menyelaraskan semua doktrin agama dengan ideologi Partai, melarang kelompok dan praktik "tidak sah" yang dianggap "takhayul".10 Dorongan "saintisasi" 5 dan ateisme resmi PKT 27 mewakili imposisi ideologis

top-down dari paradigma ilmiah tertentu, yang sering kali dipengaruhi Barat. Ini menyebabkan kampanye agresif melawan "takhayul" 29, yang bertujuan untuk memberantas kepercayaan tradisional yang dianggap tidak sesuai dengan kemajuan sosialis. Namun, meskipun puluhan tahun penindasan, kegiatan keagamaan tradisional Tiongkok di luar lima agama yang diakui tetap bertahan dan sering ditoleransi sebagai "tradisi budaya Tiongkok" atau "adat istiadat" jika dianggap tidak berbahaya.10 Situasi ini mengungkapkan kontradiksi mendasar antara sikap resmi yang kaku terhadap takhayul dan sifat kepercayaan tradisional yang mengakar dan tangguh dalam masyarakat Tiongkok. Hal ini menyoroti bahwa praktik budaya dan kebutuhan spiritual tidak mudah diberantas oleh dekrit politik, yang mengarah pada hubungan yang kompleks, seringkali ambigu, di mana pemerintah secara selektif menoleransi atau menekan elemen tradisional berdasarkan kegunaan yang dirasakan atau ancaman terhadap kontrol negara. Ketegangan yang berkelanjutan ini mendefinisikan aspek signifikan dari dinamika "akal dan keyakinan" di Tiongkok modern.


IV. Persimpangan Kontemporer: Garis yang Kabur dan Ketegangan yang Berkelanjutan

A. Pengobatan Tradisional Tiongkok (TCM) di Era Modern

Dalam TCM, Qi adalah kekuatan hidup yang bergerak terus-menerus, bermanifestasi baik dalam materi fisik maupun energi, mendukung fungsi organ dan menjaga homeostasis.14 Kesehatan yang baik membutuhkan aliran Qi yang tidak terhalang.7 Meskipun sentral bagi TCM, Qi dianggap sebagai "konsep pseudoscientific" oleh ilmu fisika modern, tidak sesuai dengan konsep energi yang digunakan dalam fisika, dan keberadaannya belum terbukti secara ilmiah.7

TCM memandang tubuh, jiwa, dan roh sebagai keseluruhan yang terintegrasi, dengan manusia secara tak terpisahkan terkait dengan lingkungan alam.16 Ini menekankan keseimbangan elemen (Lima Fase) dan interrelasi sistem tubuh.16 Pendekatan holistik ini kontras dengan fokus utama pengobatan Barat pada kelainan pada organ dan sistem tubuh tertentu 17 dan metode ilmiah reduksionisnya.26 Meskipun ada perbedaan ini, jutaan orang menemukan TCM efektif.26 Terlepas dari penekanan resmi pada sains dan klasifikasi

Qi sebagai pseudosaintifik menurut standar Barat 7, TCM, yang sangat berakar pada konsep seperti

Qi dan Yin-Yang, terus dipraktikkan secara luas dan diakui secara resmi di Tiongkok.16 Efektivitasnya diakui oleh jutaan orang, bahkan jika mekanisme dasarnya tidak sepenuhnya dijelaskan oleh model ilmiah Barat.26 Situasi ini menyoroti pendekatan pragmatis Tiongkok terhadap sistem pengetahuan. Daripada secara ketat mematuhi epistemologi ilmiah reduksionis tunggal, Tiongkok menunjukkan kesediaan untuk mengintegrasikan dan mendukung sistem seperti TCM yang menunjukkan efikasi praktis dan resonansi budaya, bahkan jika konsep dasarnya tidak divalidasi secara ilmiah dalam pengertian Barat. Ini menunjukkan model "Tiongkok" yang khas di mana kegunaan dan kesinambungan budaya terkadang dapat mengesampingkan verifikasi empiris yang ketat, mengaburkan batas antara "sains" dan "kepercayaan" berdasarkan manfaat yang dirasakan.

B. Studi Kasus Realitas yang Berbaur

Sistem Peringatan Cuaca AI Mazu: Perpaduan Strategis Warisan Budaya dan Teknologi Canggih

Tiongkok meluncurkan "Mazu," sistem peringatan cuaca berbasis AI, yang dinamai dewi laut Tiongkok, yang dikenal sebagai pelindung nelayan.31 Kepercayaan Mazu terdaftar sebagai warisan budaya UNESCO, dan kuil-kuilnya menonjol di pesisir Tiongkok dan Taiwan.31 Sistem "MAZU-Urban" mengintegrasikan pemantauan satelit, analisis bencana

real-time, dan model peramalan AI, dan ditawarkan kepada negara-negara berkembang sebagai bagian dari Inisiatif Sabuk dan Jalan Tiongkok.31 Rasionalisasi resmi menekankan respons bersama terhadap cuaca ekstrem, sementara nama itu sendiri adalah simbol koneksi budaya.31 Penamaan sistem cuaca AI canggih "Mazu" 31, seorang dewi laut dengan signifikansi budaya dan agama yang mendalam 31, oleh negara yang secara resmi ateis 27 merupakan perkembangan yang signifikan. Ini bukan sekadar penerimaan takhayul, melainkan instrumentalitas strategis dari warisan budaya. Sistem ini merupakan bagian dari Inisiatif Sabuk dan Jalan, proyek geopolitik utama.31 Hal ini menunjukkan tren baru dalam pendekatan Tiongkok terhadap kepercayaan tradisional: bergerak melampaui toleransi atau penekanan semata menuju integrasi strategis untuk keuntungan praktis dan geopolitik. Dengan mengacu pada dewa yang memiliki resonansi budaya, Tiongkok bertujuan untuk meningkatkan penerimaan publik terhadap teknologi canggih, menumbuhkan rasa identitas budaya bersama dengan negara-negara penerima, dan secara halus memproyeksikan kekuatan lunak. Ini mengaburkan batas antara sains dan "mistisisme" secara terhitung, menunjukkan kebijakan canggih dalam memanfaatkan modal budaya untuk tujuan nasional dan internasional.

Insiden Reaktor Thorium Gansu: Kontroversi Ritual Taois dalam Lingkungan Ilmiah dan Respons Resmi

Dua karyawan lembaga sains (bagian dari Akademi Ilmu Pengetahuan Tiongkok) dipecat dan diselidiki setelah ritual Taois dilakukan pada upacara peletakan batu pertama reaktor thorium eksperimental di provinsi Gansu.33 Foto dan rekaman menunjukkan seorang pendeta Taois "membersihkan situs dari kejahatan" dengan persembahan kurban.33 Kritik publik menyusul, mendorong permintaan maaf dari lembaga tersebut karena "menyimpang dari semangat ilmiah".33 Penyelenggara dipecat dari Partai Komunis, dan pejabat publik yang hadir menghadapi tindakan disipliner.34 Beberapa komentar publik mempertanyakan beratnya hukuman, mencatat aspek budaya untuk mencari kenyamanan psikologis.34 Pengutukan resmi yang keras dan tindakan disipliner dalam insiden Gansu 33 sangat kontras dengan penerimaan strategis Mazu untuk sistem cuaca AI.31 Meskipun keduanya melibatkan kepercayaan tradisional dalam konteks ilmiah modern, sifat proyek (reaktor nuklir vs. sistem cuaca) dan tingkat dukungan resmi (ritual tidak sah oleh kontraktor vs. sistem yang dinamai negara) berbeda. Ini menyoroti penerapan selektif dan pragmatis kebijakan anti-takhayul PKT. Ritual yang dianggap tidak sah, terutama di bidang ilmiah berisiko tinggi dan sensitif seperti energi nuklir, ditanggapi dengan hukuman berat untuk menegakkan citra ketelitian ilmiah dan kontrol Partai. Sebaliknya, elemen tradisional dapat diintegrasikan secara strategis ketika melayani kepentingan nasional yang lebih luas (misalnya, kekuatan lunak budaya, penerimaan publik). Ini mengungkapkan pendekatan yang kompleks, bernuansa, dan seringkali kontradiktif di mana batas antara "budaya yang dapat diterima" dan "takhayul yang dilarang" bersifat cair dan didefinisikan secara politik.

Qian Xuesen dan "Fungsi Luar Biasa Tubuh Manusia" (Parapsikologi/Qigong)

Qian Xuesen (1911-2009), seorang insinyur kedirgantaraan terkemuka dan "Bapak Roket Tiongkok," kembali ke Tiongkok pada tahun 1955 setelah dituduh bersimpati komunis di AS.35 Dari tahun 1979 hingga 1989, ia menjadi pendukung utama penelitian tentang "fungsi luar biasa tubuh manusia" (EFHB), istilah Tiongkok untuk parapsikologi, dan Qigong.38 Ia percaya bahwa kultivasi Qigong dapat mengatur tubuh dan mengakses energi universal untuk penyembuhan, dan bahwa sains belum dapat menjelaskan semua fenomena Qigong.39 Ia mendorong para ilmuwan untuk meneliti Qigong, melihatnya sebagai "teknologi tinggi ilmiah baru" yang dapat mengarah pada "revolusi ilmiah baru".39 Advokasinya menyebabkan praktik Qigong yang meluas dan upaya penelitian ilmiah, meskipun ada skeptisisme awal dari ilmuwan lain.38 Qian Xuesen, seorang tokoh terkemuka dalam sains Tiongkok 37, secara aktif mempromosikan dan meneliti "fungsi luar biasa tubuh manusia" dan Qigong 38, fenomena yang secara luas dianggap pseudosaintifik atau mistis di Barat.7 Keyakinannya bahwa Qigong dapat memanfaatkan energi universal 39 menggemakan konsep tradisional seperti

Qi. Ia secara eksplisit menyatakan bahwa sains "tidak dapat menjelaskan setiap fenomena Qigong, tetapi itu tidak berarti bahwa Qi tidak ada atau tidak membatalkan efek penyembuhan dan kekuatannya".39 Hal ini mengungkapkan dinamika internal yang signifikan dalam pemikiran ilmiah Tiongkok, di mana bahkan tokoh terkemuka pun dapat mempertimbangkan atau secara aktif mengejar penyelidikan terhadap fenomena yang melampaui batas-batas ilmiah Barat konvensional. Sikap Qian menunjukkan kesediaan untuk memperluas definisi "sains" untuk memasukkan praktik dan konsep tradisional, berpotensi memandang mereka sebagai batas yang belum dijelajahi daripada sekadar takhayul. Ini menunjukkan bahwa antarmuka "akal dan keyakinan" di Tiongkok bukan hanya tentang konflik kebijakan eksternal, tetapi juga melibatkan debat intelektual internal tentang sifat dan ruang lingkup penyelidikan ilmiah itu sendiri, yang berpotensi berakar pada warisan filosofis holistik.

Tabel 2: Studi Kasus: Persimpangan Sains dan Kepercayaan Tradisional di Tiongkok Modern

Studi KasusDomain/Proyek IlmiahKepercayaan/Elemen TradisionalSifat PersimpanganRespons/Hasil ResmiKesimpulan Utama (Akal vs. Keyakinan)
Sistem Cuaca AI MazuAI/MeteorologiDewi Laut MazuPenamaan Strategis/Pemanfaatan BudayaDidukung/DipromosikanPerpaduan strategis untuk kekuatan lunak
Insiden Reaktor Thorium GansuEnergi NuklirRitual Taois/Roh JahatRitual Tidak SahDikutuk/DitekanKontrol ketat di area sensitif
Qian Xuesen & EFHB/QigongKedirgantaraan/Ilmu Tubuh ManusiaQigong/Qi/ParapsikologiAdvokasi Ilmiah Tingkat TinggiDiperdebatkan/Awalnya DitoleransiDebat intelektual internal/definisi sains yang diperluas


V. Dimensi Etika: Kearifan Kuno untuk Dilema Modern

A. Nilai-nilai Konfusianisme dan Taoisme dalam Bioetika

Bioetika Tiongkok sangat dipengaruhi oleh nilai-nilai Konfusianisme seperti "harmoni keluarga" dan "bakti".17 Ini sering berarti memprioritaskan keputusan keluarga kolektif di atas otonomi individu dalam perawatan kesehatan, dengan keluarga sering terlibat dalam keputusan perawatan dan pengungkapan informasi.17 Konsep kehidupan dalam budaya tradisional Tiongkok sangat dihargai, dipengaruhi oleh penekanan Konfusianisme pada penyediaan keturunan (terutama laki-laki) dan kasih sayang Buddha.17 Dalam konteks CRISPR, Tiongkok telah melarang pengeditan genom garis benih untuk penggunaan klinis karena masalah ilmiah dan etika, sejalan dengan konsensus internasional, tetapi sikap akademis dan publik menunjukkan antusiasme untuk aplikasi masa depan dalam pedoman etika.44 Bioetika Tiongkok, khususnya dalam pengambilan keputusan medis, sangat dibentuk oleh nilai-nilai Konfusianisme "harmoni keluarga" dan "bakti".17 Ini mengarah pada model pengambilan keputusan kolektif di mana kepentingan keluarga sering kali mengesampingkan otonomi individu, kontras tajam dengan norma etika Barat.42 Demikian pula, dalam etika AI, tradisi filosofis Tiongkok dieksplorasi untuk penekanan mereka pada "mengetahui bagaimana" dan kearifan yang diwujudkan, bergerak melampaui penalaran berbasis aturan murni.15 Ini menunjukkan hubungan kausal di mana nilai-nilai budaya dan filosofis yang mengakar secara langsung membentuk kerangka etika dan pendekatan regulasi terhadap kemajuan ilmiah dan teknologi mutakhir seperti CRISPR dan AI. Alih-alih hanya mengadopsi model etika Barat, Tiongkok berusaha mengembangkan atau mengadaptasi kerangka kerja yang memiliki resonansi budaya dan berakar pada warisan filosofisnya sendiri. Ini memiliki implikasi yang lebih luas untuk tata kelola etika global, menunjukkan bahwa pendekatan universal terhadap etika sains mungkin tidak memadai tanpa mempertimbangkan beragam perspektif budaya.

Karena AI semakin membuat penilaian moral di berbagai budaya, tradisi Tiongkok kuno seperti Daoisme dan Konfusianisme menawarkan kerangka alternatif yang berharga untuk etika AI.15 Sementara etika Barat sering berfokus pada pengetahuan proposisional dan penalaran berbasis aturan (misalnya, Kant), filosofi Tiongkok menekankan "mengetahui bagaimana"—bentuk pengetahuan yang diwujudkan.15 Ini menunjukkan pengembangan kerangka etika yang adaptif yang tidak hanya mendukung penalaran berbasis aturan.15

B. Antarmuka Otak-Komputer (BCI) dan Pertimbangan Filosofis

Penggabungan pikiran manusia dengan mesin cerdas melalui Antarmuka Otak-Komputer (BCI) menimbulkan pertanyaan filosofis, etika, dan hukum fundamental tentang sifat diri yang sadar, otonomi, dan privasi.46 Sementara filosofi Barat sering bergulat dengan dualitas pikiran dan materi 4, filosofi Tiongkok, dengan pandangan dunia holistiknya dan penekanan pada "kesatuan Surga dan manusia" (

Tian Ren He Yi), memandang pikiran manusia terstruktur sesuai dengan sistem kosmik dan kesadaran diri berdasarkan hubungan interaktif antara manusia dan alam.3 BCI menantang gagasan fundamental tentang diri dan otonomi.47 Filosofi Barat, yang sering berakar pada dualisme Cartesian, bergumul dengan pengaburan batas antara pikiran individu dan teknologi eksternal.4 Sebaliknya, filosofi Tiongkok menekankan pandangan holistik tentang diri, di mana kesadaran diri didasarkan pada hubungan interaktif antara manusia dan alam, dan pikiran terintegrasi dengan sistem kosmik.3 "Kesatuan Surga dan manusia" (

Tian Ren He Yi) menyiratkan keterkaitan inheren.3 Jika pemahaman filosofis Tiongkok tentang diri secara inheren relasional dan saling terhubung, implikasi etika penggabungan pikiran manusia dengan AI melalui BCI mungkin dipandang berbeda daripada dalam kerangka dualistik Barat. Ini dapat mengarah pada pertimbangan atau prioritas etika yang berbeda di Tiongkok mengenai pengembangan BCI, berpotensi lebih berfokus pada harmoni kolektif atau integrasi diri yang "ditingkatkan" dalam tatanan kosmik atau sosial yang lebih luas, daripada hanya pada otonomi atau privasi individu. Ini menyoroti bagaimana tradisi filosofis yang mendalam dapat sangat membentuk lintasan etika teknologi yang muncul.


VI. Kesimpulan: Dialog Abadi Antara Akal dan Keyakinan

Perjalanan melalui sejarah Tiongkok dan masyarakat kontemporer mengungkapkan hubungan yang kompleks, dinamis, dan seringkali paradoks antara nalar ilmiah (akal) dan kepercayaan tradisional (keyakinan). Dari konsep filosofis kuno seperti Qi dan Yin-Yang yang berfungsi sebagai kerangka proto-ilmiah, hingga pembekuan penyelidikan ilmiah formal di bawah dominasi Konfusianisme, dan kebijakan negara modern yang berosilasi antara penindasan dan integrasi strategis, jalur Tiongkok adalah unik. Konsep yang dianggap "pseudosaintifik" menurut standar Barat, seperti Qi dalam TCM, hidup berdampingan dan bahkan berkembang karena efikasi yang dirasakan dan resonansi budayanya. Kasus AI Mazu, reaktor Gansu, dan penelitian parapsikologi Qian Xuesen dengan jelas menggambarkan sifat multifaset dari interaksi ini, menunjukkan kontrol ideologis dan fleksibilitas pragmatis.

Berbeda dengan paradigma ilmiah Barat yang murni reduksionis atau pemisahan ketat antara gereja dan negara, pendekatan Tiongkok sering melibatkan integrasi holistik dari sistem pengetahuan yang berbeda, meskipun di bawah bimbingan ideologis yang kuat dari negara. "Model Tiongkok" ini dicirikan oleh utilitarianisme pragmatis, di mana kepercayaan tradisional ditoleransi, dihidupkan kembali, atau bahkan diinstrumentalisasi ketika melayani kepentingan nasional (misalnya, kekuatan lunak budaya, penerimaan publik, manfaat kesehatan) tetapi ditekan secara ketat ketika dianggap sebagai ancaman terhadap kontrol negara atau otoritas ilmiah. Ini adalah model di mana efikasi dan kesinambungan budaya sering kali memiliki bobot signifikan di samping validasi ilmiah.

Pengalaman Tiongkok menawarkan pemahaman penting untuk pemahaman global tentang sains, budaya, dan spiritualitas. Ini menantang gagasan tentang epistemologi ilmiah tunggal yang berlaku secara universal dan menyoroti seberapa dalam nilai-nilai budaya dan tradisi filosofis dapat memengaruhi pengembangan, penerimaan, dan tata kelola etika sains dan teknologi. Dialog yang berkelanjutan antara akal dan keyakinan di Tiongkok menunjukkan bahwa diskusi ilmiah dan etika global di masa depan harus semakin mempertimbangkan kerangka budaya yang beragam, bergerak menuju pendekatan yang lebih komprehensif, interdisipliner, dan peka budaya terhadap pengetahuan dan inovasi. Negosiasi yang berkelanjutan di Tiongkok ini menyediakan laboratorium hidup untuk memahami bagaimana kearifan kuno dapat menginformasikan dilema modern dan bagaimana masyarakat beradaptasi dengan kemajuan ilmiah yang tak henti-hentinya sambil mempertahankan identitas budaya unik mereka.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Silahkan tulis komentar anda disini, bisa berupa: Pertanyaan, Saran, atau masukan/tanggapan.

Antara Akal dan Keyakinan: Ketika Sains Tiongkok Menyentuh Ranah Mistis

Antara Akal dan Keyakinan: Ketika Sains Tiongkok Menyentuh Ranah Mistis I. Pendahuluan: Menjelajahi Pertemuan Akal dan Keyakinan di Tiongkok...