/1/ Bismillahirrahmanirrahim
Tersebutlah Sutan Suryangalam berbicara
kepada kedua Jaksanya, apabila ada orang bertengkar dan didakwa
mengambil kerbau, kambing, kuda, sapi, atau didakwa menjualnya juga,
maka terdakwa yang tidak mengambil kambing miliknya sendiri dan tidak
dijual. Apabila sampai pada pembicaraan dikalahkan perdebatannya,
apabila yang terdakwa dan orang sekitarnya tidak mengenal alam hukum
agama, maka nasehatku kepada anda sekalian jangan terburu terlena,
jangan terburu senang, dan jangan mengagung-agungkan kenikmatan dunia.
Dan rasakanlah sakit dan mati, inilah nasehatku kepada kalian.
Tersebutlah ada orang mati dimana
terdenda lima kêthi lima lêksa, dibagi menjadi empat yang diberi,
seorangnya satu kêthi, dan lainnya perseorangan mendapat lima lêksa
, yang diantaranya dua lêksa , antara sawah, antara kebun dua belas
ribu yang dikenai yag terdakwa, dapat dikatakan seorangnya mendapat
empat ribu, terdapat pula yang terdakwa membunuh itu /2/apabila tiga
hari termasuk dalam dakwaan, dendanya tiga juta, meskipun di rumah,
ataupun di hutan, di perbatasan tetap menjadi dakwaan.
Tersebutlah penerimaan dakwaan yang tidak
dilihat oleh penguasa bumi dakwaan yang dikenakan pada orang asing,
orang desa itu lima lêksa , dimana orang satunya satu kêthi yang
dibebankan kepada orang yang terkena musibah, itulah saksi dakwaan yang
berani dalam dakwaannya.
Terdapatlah di Negara Mataram dalam
undhang-undhang ada orang hamil digugurkan maka didendha hukuman lima
lêksa, (lima ribu) juga dipasung dan dihadapkan pada sakisi berjumlah
tigabelas orang yakni diantaranya kênya liring sastra bumi, duka
wardaya candragêni mayauning lara, trisona, wida mêsthi wartigna, sawah
arta nyanyuda sabumi, prara kang toya artinya kang rêradin, ialah
penerang bagi pencuri yang mencuri, tidak terkena bukti dan sanksi,
dimana ada orang mengaku kecurian maka salah satunya dihukum oleh bumi
désa, karena adanya bukti yakni hewan têkék yang mati oleh ularnya
maka dipukul satu kali.
Apabila ada orang bertegur sapa dengan
yang lainnya di kala malam hari, orang lain tersebut tiada bukti maka
pasangan istri atau suaminya bukanlah pencuri, maka tidak dihukum.
Apabila sampai melukai hingga terkena
kulit, membelah daging dan memutuskan otot. Dan mati kemudian maka
terkena dakwaan melukai orang.
Apabila ada orang menembak pencuri di
kala malam hari, ada suara kentongan oleh bumi désa, menangkap pencuri
maka dapat dikatakan maling karena telah masuk ke dalam rumah dan
meruntut suara kentongan, maka dikalahkan karena buktinya / 4 /inilah
rupa pencuri yang dujana.
Ada orang membawa gunting kemudian
melewati lahan yang sepi tersebutlah maling juga namanya, meskpiun
pendeta ataupun mantri sekalipun apabila terkena kisas dinamakan durjana
pula.
Ada orang melewati rumah orang lain di
kala malam hari disapa tidak menyahut, pertama, kedua hingga ketiga
kalinya tidak menjawab lagi maka disebut maling juga.
Apabila ada orang disarankan tidak
menghiraukan maka disebut maling juga, dimana dakwaan berasal dari
bukti, bukti dari pramana, pramana dari ububaya, ububaya dari utara,
utara dari nyata kenyataan yang ada.
Inilah penerapan denda bagi terdakwa,
terapkanlah bagi Mantri ubaya sekalipun, lurah meskipun petinggi juga
terkena sanksi bila salah.
Gêrah bismillah
Tersebutlah Ratu di atas angin, yang
selalu melaksanakan keadilan, dari bisikan Sang Parabu Suryangalam,
Sultan yang arif, Sultan tersebut menceritakan hukum yang adil. Yang
terdapat pada keadilan aksara, dimana terdapat kasus seribu lima ratus.
Ketujuh pasalnya merupakan pemecah kasus pertengkatan seratus empat
puluh empat. Ratu tersebut nyata membela kaumnya, memberi pesan kebaikan
kepada rakyatnya, meskipun manusia biasa namun perkataannya bagaikan
wahyu dari Tuhan. Apabila buruk disingkirkan dengan tangan kiri, apabila
baik maka sebaliknya dengan tanga kanan. Yang selalu memberi nasehat
kepada seluruh rakyatnya agar negara makmur, apabila menemukan kebaikan
tidaklah disimpan sendiri untuk dirinya sendiri namun juga akan
dibagikan kepada rakyatnya agar menemukan kearifan dalam kerajaannya.
Inilah Jaksa penguasa pemutus semua
perkara, yang nyata akan tiga perkara, dimana sebelum ia memutuskan maka
ia berujar kepada dewan, apabila ada orang bersalah maka putuskanlah
lidahnya, yang dinamakan kangdi pratula, apabila tidak ada pembelaan
maka potonglah bibirnya dengan besi merah, hidung dan kakinya, kalau
tidak benar dalam bersaksi potonglah tangannya dan dikeluarkan bola
matanya, dan apabila tidak diterapkan dengan hukuman itu maka dibuang di
Negara lain, apbila Sang Prabu memberikan semua hukuman kepada orang
bersalah maka akan aman dan damai sentosa negaranya apabila genap satu
tahun Sang Ratu memanggil lagi dan melaksanakan semua perintah dan tidak
merubah sabda Pangeran yang mencontoh sabda dari Rasullullah Salalahu
alaihi wassalam.
/ 7/ Beliau yang memutuskan dua perkara
yakni agama yang diturunkan ke bumi, yakni dua perkara itu
(al-benarnya sabda, maka beristirahatlah apabila waktunya berbadah
sekalipun berada di pasar sekalipin. Apabila ada yang berselisih yang
tidak benar dalam berucap, maka hadapkanlah kepada dewan jaksa,
sebenar-benarnya jaksa adalah yang memutuskan empat perkara yakni ,
Pangulu Jaksa. Yang menentukan hidup dan mati seorang terdakwa,
dibawahnya tunduk para nayaka (abdi) yang ucapannya merupakan / 8
/bisikan dari Sang Penguasa. Yang berada dalam tiga kekuasaan yang tidak
dapat dipisahkan, artinya tiga rasa namun menjadi satu yang sebenarnya
adalah enam. Yang pertama adalah perintah, yang kedua hukum Allah, yang
menjadi petunjuk, inilah bersatunya rasa yang menjadi petunjuk pemutus
dakwaan. Hal itu tidak bisa disatukan.
Apabila termasuk dari sembilan perkara,
perintah yang menjadi keunggulan, termasuk dalam sepuluh perkara yang
tertulis dalam perintah Ratu. Yang disalin perintah itu merupakan amal
pebuatan yang merupakan kebajikan, tanda amal baik manusia.
Tersebutlah / 9/ arti dari amal yakni
empat perkara yang dicontohkan dari Sang Prabu tiga perkara, yakni air
bumi, manusia dan langit. Sehingga air diartikan amal oleh yang mempuyai
bumi. Apabila manusia juga disebut amal bagi Tuhan manusia semua adalah
amal juga, yang harus menjaga bumi seisinya. Langit juga disebut amal
dengan adanya matahari, bintang yang menyinari bumi siang dan malam.
Arti dari amal, ialah siapa yang tunduk
akan hukum Tuhan, selalu berbuat kebajikan, kedua selalu berbuat
kebenaran, tidak menjatuhkan dakwaan yang bukan merupakan kesalahan yang
dibuat, tidak pernah salah dakwaan sehingga berikanlah /10/ pujian
bukan hanya harta, emas, hewan ternak,.
Inlah orang yang bertengkar karena
mengingkari ucapannya sendiri, yang memang tidak ada saksi yang
menyaksikan. Namun ketahuilah keberadaan penguasa jagad. Sang Ratu
jugalah yang aka memtuskan segala perkara, sebab orang yang ialah
pemberi kebijaksanaan, yang memutuskan perkara manusia untuk
kesejahteraan negara. Itulah yang dinamakan kebijaksanaan.
Inilah ucapan Sang Ratu Atas Angin,
bisikan Prabu Jaksa Wirapêksa patrakêlasa, Jaksa Pramana, Jaksa miraya.
Arti Wirapêksa yakni yang mendampingi seorang terdakwa, hingga putusan
hukumannya dijatuhkan. Arti Jaksa Pratikêlasa yang /11/ membela
terdakwa apakah dakwaannya itu memang benar yang dilakukan. Arti Jaksa
Pramana, yakni yang melakukan perintah dakwaan, tidak dikurangi ataupun
tidak dilebihkan. Arti Jaksa Amijaya, yakni yang merubah putusan
dakwaan, apabila memang yang terdakwa tidak bersalah. Itulah aturan yang
pantas dan merupakan hukum dari Tuhan.
Inilah kesusahannya Negara yang terdapat
empat perkara, siapa yang merusak sesamanya, ucapannya terlalau
berlebihan. Lurah pun apabila merusak sesamanya juga akan diterapkan
denda.
Tersebutlah orang berebut batas
pekarangan, berebut saluran air,. Maka putuskanlah kepada jaksa / 12
/panggillah, berilah nasehat sehingga dapat dikenakan keadilan padanya.
Itulah fungsi dari agama, mengatur segala perbuatan manusia.
Apabila memang bukti tidaklah dapat
membantu dalam putusan perkara, maka hukum agama-lah nyata kepada
keadilan. Yang dinamakan dakwaan pramana , yang nyata akan putusan
hukum. Perlu diketahui dan diperhatikan penerapannya, tepat ataukah
tidak.
Maka inilah perlunya memperhatikan
sepuluh perkara /13/ yang pertama adalah perkaranya, kedua
kebenarannya, ketiga dendanya, keempat penolakannya, kelima dakwaannya,
keenam hukumannya, ketuju kesaksiannya, kedelapan keberaniannya,
kesembilan kawalnya, kesepuluh perolehannya. Kesemuanya harus menjadi
perhatian. Apabila tidak maka akan kekurangan salah satu perkaranya dan
tidak dapat berjalan sesuai tatanan yang ada.
Tersebutlah arti apacabakah,
apacabakah, yakni ada seorang wanita ketahuan oleh anjing, yang
mendakwanya empat orang. Dakwaan empat orang itu berbeda-beda maka
terapkanlah denda karena bukanlah suatu kebenaran.
Inilah perintah dua perkara, yang petama
perintah /14/, kedua yang memerintah, arti perintah yang berada dalam
tiga perkara dari Ratu, kedua Patih, ketiga musuh itulah perusak amal.
Itulah yang dinamakan penerapan denda sepuluh perkara. Itulah
perintahnya, maka jangan terburu tidak suka, jangan terburu senang.
Inilah pemutus tiga puluh perkara yang
ketiganya merupakan perusak amal. Pertama, Ratu berbicara kepada musuh
dan patih merusak amal perbuatan kebaikan. apabila diperintah tidak mau
maka dinamakanlah durjana, inilah yang menjadi tanda. Arti anuwuhi
sastrané, yakni berebut kekuasaan, arti amêpang pêrang nyata, yakni
kesalahannya sendiri, yang keempat putung pamatange artinya didalamnya
terdapat Tuhan yang lainnya dihiraukan. Kelima tinarka prana , yang
artinya orang yang akan membunuh musuhnya, kedelapan damar tinatarik,
yakni menepati perkataannya, kesembilan termasuk dalam / 15 /
bêkaworana yang artinya ucapannya berasal dari Tuhannya, keluar
lewat orang besar, kesepulh perkara termasuk inapralaya, yang artinya
jalan yang menunjukkan kebenaran. kedua belas perkara adalah, yang
artinya saksi yang tidak dibawa dala pemutusan dakwaan. Ketiga belas
perkara termask tosan nukma pramana, artinya orang yang menang dalam
dakwaan. Keempat belas termasuk sêksi rumêmbê, artinya saksi hanya
satu yang mengetahui dari keenam saksi, lima belas perkara termasuk
angêmban patra, artinya ucapannya, enam belasa anglikur raja,
artinya ucapan orang besar, tujuh belas cakrapati artinya orang yeng
berhutang kepada saudaranya. Kedelapan belas perkara ngina pralaya
yang artinya peninggalan orang mati. Sembilan belas perkara prang paya,
artinya merubah tatanannya, dua puluh perkara termasuk mutung rakitan
wêwarah, dua puluh dua perkara termasuk anambung watang bubukên ,
artinya sesudah empat kedatangan kemudian dapat dimulai, dua puluh
empat paca prakomah, artinya berbeda ucapan denga tindakan. dua puluh
lima perkara termasuk anukma wêcana, artimya tidak menyuap jaksa,
Dua puluh enam perkara panca rêsi, artinya kelima pendeta yang tidak
nyata akan kesaksiannya, dua puluh tujuh perkara suryacandra miruda
wêcana, artinya matahari dan bulan itulah rupa kebenaran yang tidak
menginggkari janji, sembilan belas perkara termasuk trirasa upaya, yang
artinya didalam putusan pemberian jaksa, /17/ tiga puluh perkara
termasuk sêbda maécaprana, artinya tidak akan mengingkari ucapannya
sendiri, begitulah termasuk tiga puluh perkara putuskan kalahkan
perkaranya bila termasuk didalam tiga puluh perkara tersebut.
Inilah putusan delapan perkara, yang
pertama termasuk gupita abêkmana pramana, artinya seorang yang
didampingi tidak dapat mendapatkan putusan yang adil, kedua tiban
prakopa anukma lampah tanjuhing wisa, artinya keputusan yang telah
dijatuhkan oleh pendakwa dijalankan oleh si terdakwa, itulah yang
dinamakan keselarasan atau keadilan. Apabila tidak mempunyai saksi
pembelaan maka jaksa memang pantas menjatuhkan hukuman, yang ketiga
termasuk wilutorah, artinya saksinya, pendampingnya, putusannya tidak
seperti ujar dari putusan jaksa. yang keempat, termasuk gêsêngé aji
pangucapé, yakni ucapannya adalah bohong namun tetap diikuti dan
dikalahkan perkaranya. Kelima ngadhang tarka, artinya seperti kumbang
tanaman, yang menjelajahi kemana saja. Keenamg termasuk angala gaman
daya, / 18/ artinya keputusan yang telah dikalahkan perkaranya,
ketujuh anyalawadi artinya apabila mempunyai salinan surat-surat maka
dikalahkan perkaranya, kedelapan termasuk gapita sabda pralaya
artinya orang yang menyalin surat serta berbuat amal kebaikan tetapi
bukan merupakan haknya maka dikalahkan perkaranya.
Tersebutlah pemutus lima perkara, yang
pertama bagiannya, kedua pembatas ucapan, ketiga pembatas saksi, keempat
pembatas pendamping, kelima pembatas kabar. Terdapat pula pemutus lma
perkara lainnya, pertama trataping, kedua titi, ketiga karta,
keempat dupara, kelima sêngara , arti titi yakni jalan
kebenaran, arti karta yaitu pengalihan dakwaan, arti dupara yaitu
bohong, arti sêngara ialah penjahat.
Inilah perkara penitipan, artinya
kepunyaan orang yang tidak termasuk miliknya bagaikan keruntuhan gunung
karena mandapatkan rejeki yang bukan kepunyaannya, terkena pengaruh
musuh tidak menghiraukan perintah ratu, itulah kerusakan negara /19/
berdusta itu adalah kerugian negara, yang merupakan kebencian hewan di
hutan, kebencian makhluk hidup, kebencian dari pencipta air. Hal itulah
kebencian burung semuanya, itulah yang perlu diperhatikan. Kesusahan
negara, itulah yang terutama perlu waspada, jangan senang akan
keduniawian, merasa susahlah dan pasti akan mendapati kebahagiaan
sejati.
Inilah nasehat empat perkara, pertama
miruda wêcana angrêksa sêbda pranglaya, artinya saksi yang mendampingi
terdakwa, yang demikian itulah ucapan yang tidak dapat dipercaya. Kedua
denda yang setiap tanggal pertama pada bulan purnama (prakarané dhêndha
matanggal sapisan kapurnaman ) sepi tidak dapat menolak lagi putusan
dakwaannya. Ketiga prakarané angêmu wandi, artinya pendamping terdakwa
yang membela saksi, berkata kepada jaksa itulah panglaku . Empat perkara
itu adalah penerang dunia yakni sinar bulan, sinar bintang-bintang yang
artinya orang yang terdakwa sanggup untuk menjaga buminya dari
kerusakan. Apabila dihiraukan maka kalahkan perkaranya, dan mendapatkan
denda sepantasnya.
Inilah penerapan perdata, dakwaan yang
mendapatkan denda sepantasnya. Apabila tepat penerapan dendanya, itulah
saksi yang terkena sanksi perkara yang harus merasakan keadilan.
Diutamakan para priyayi, kemudian pemuka agama, kemudian mantri.
Kesemuanya adalah orang-orang yang mempunyai kebajikan, tida boleh
ingkar kepada ratu agar pesan kebaikan dapat tersebar kepenjuru dunia,
bukan saja kaya akan harta, namun kaya akan keadilan.
Inilah bukti rupa bukti senyata-nyatanya, yang tidak hanya diucapkan. Bukti kang berwujud angin, ada di pucuk dedaunan, godhong kayu, artinya berada di pucuk patêmoning rêrasan, artinya dora lêksana bana iya itu perkataannya sendiri (ujaré dhéwé).
Inilah tiga perkara yang lainnya, pertama /21/ apabila mengambil sejata seperti keris, kedua karang bukti artinya barang orang banyak, maka di kenakan denda meskipun lurah, bêbêkêl kaliwon, wong jaja, itulah sepuluh perkara yaitu, anyalawandi artinya meskipun sebentar adalah perkataannya sendiri, akaryadési artinya mengerti namun tidak waspada, anirpaksaksi, artinya mengetahui namun tidak sanggup mwaspadai, aninyuktiyarané artinya gelap petunjuknya, angadhawa artinya tidak ada yang mengetahui, toya martah artinya didalam dakwaan yang tidak diperkenankan, bawa sabda artinya saksinya perhitungan, tidak berujar benar bila tidak dibayar, mang itung rah artinya saksi yang masih ada hubungan darah atau masih saudara, rékapan daya artinya bertemu kesaksian yang tepat, angéla pandaya artinya membuat keputusan yang belum tentu kebenarannya, abakah artinya keberanian / 22 / saksi yang tidak disampaikan, ana sêksi anirat sêksi artinya hanya berani dalam ucapannya, ana sêksi anut watêsané artinya tidak mematuhi isi dari surat peraturan dengan menyobek surat, anyalawandi artinya menyalin surat peraturan atau mematuhi surat perintah, akarya dristhi artinya menepati perjanjian yang tertulis dalam surat perjanjian, anglêga praléna artinya tertahan, tidak mengetahui yang mempunyai tanah, toya pralaya artinya tidak mengetahui isi perjanjiannya sendiri.
Inilah ucapan orang yang mengerti akan
agama, menjadi contoh petunjuk negara, yaitu Ratu, jaksa dan
pengikutnya, patih dan jaksanya menjadi empat perkara, Ratu, pangulu,
jaksa , patih kesemuanya harus bersatu dalam kebaikan. Ucapannya
merupakan nasehat dari hati, hati itu dari Sang Pencipta hidup, hidup
itulah tanpa / 23/ dakwaan.
Apabila akan bertindak harus mawas diri,
berkata haruslah terpikirkan dahulu, kembalikanlah kepada yang mempunyai
ucapan, rupa itu kembalikanlah yang mempunyai rupa, dan ingatlah asal
usul manusia, keburukan dan kebaikan apabila beragama dan taat kepadanya
maka teruskanlah dengan terangnya satu bunga empat dahan dalam satu
pohon, artinya setiap perbuatan manusia ada yang mengawasi, ucapannya,
itulah maksud dari Tuhan yang ada dalam setiap senjata lan ada dalam
aturan agama Islam, merasuk dalam hambanya, dan penguasa menjadikan Ratu
Pangul Jaksa Patih di Negara itu, yang berlimpah air hujan menjadi
samudra dan cahaya langit bercahaya memantulkan sinarnya dalam air,
artinya semua kesalahan umat manusia dapat ditebus dengan jalan
mengikuti perintah Tuhan melalui agama Islam. Permulaan para arif
kebijaksanaan penerang yang tidak segan akan keberadaannya.
Inilah Sang Ratu Suryangalam yang adil dalam memerintah pangulu, jaksa, patih dan keberadaannya dsegani pangulu, jaksa, mantri, /24/
seluruh isi bumi, air yang diminum, semua isi bumi yang terpendam,
matahari yang bersinar, artinya yang ada dan yang tidak ada, itu kedua
dan pertamanya wajib bertapa, yang diwajibkan kedua itu ialah menyendiri
itulah sunat, kedua itulah wajib beribadah ke masjid, membaca
al-menyembahyangkan mayat, dan berpakaian dan makanlah, artinya ada
sunat muakad yang tidak bisa ditinggalkan, sama perlunya arti sunat
muakad itu seperti Sholat Ied (Sholat pada hari raya Idul Fitri) dan
sholat wajib rakaat dan witir, kesemuanya dilakukan dengan wudu terlebih
dahulu. Sunat itu seperti sujud, rukuk, dan lainnya. Sedang sunat
muaghat itu mengangkat kepala yang kesemuanya merupakan keberadaan
meskipun angulu, patih, dan manusia sekalian apabila harus mengikuti
perintah Nabi Muhammad Salalahu alaihi wasalam. /25/
Apabila telah menjadikan pengabdian sunat
perlulah dan apabila tidak melakukan rukun iman, maka ketahuilah makna
hidup, makna sholat, dan bakti pada Allah Tangala. Apabila tidak
mengucapkan sahadat maka bukanlah Islam, maka jarahlah hartanya dan
hukumlah pada Sang Ratu Adil.
Inilah ucapan keberadaan Ratu yang
keberadaannya disegani Jaksa, patih yang adil. Akan menjadi gelapnya
negara apabila jauh dari bau surganya, ada dalam gunung mihrap yaitu
gunung yang berada antara surga dan neraka. Maka persiapkanlah bekal di
dunia agar masuk ke dalam surganya, maka jangan sampai pada gunung
mihrap agar senantiasa diampuni dosa-dosanya dan dosa kedua orang
tuanya.
Inilah ucap keadilan yang ada diantaranya
neraka jahanam, yang dasarnya neraka sap ke tujuh. Pertama gunung
berapi, ada di gunung aktul diantara surga dan neraka, dari surga
terlihat, dan dari neraka terlihat, dari gunung mihrap itu jaraknya
lamanya ada satu juta. Yang ada dalam gunung mihrap itu hanya satu hari
di akhirat, apabila sudah /26/ maka teruskanlah keberadaannya di surga.
Inilah Sang Ratu yang benar akan
ucapannya kepada seluruh rakyatnya, semuanya taat pada sareat agama,
taat pada ajaran Nabi Muhamad Salalahu alaihi wasalam, apabila tidak
maka mubazirlah hidupnya sia-sia, sama seperti dengan mati, tempatnya di
neraka, apabila ada orang yang tidak berbakti, apabila tidak melakukan
sunatnya, dan tidak cukup taat pada Tuhan tidak bersahadat, tidak Islam,
maka jarahlah hartanya dan hukumlah pada Sang Ratu Adil.
Inilah ucapan Ratu yang keberadaannya
disegani pangulu, jaksa, patih yang adil, yang menjadi gelapnya surga
apabila tidak luhur budinya, maka berada dalam gunung ikram yaitu
antara surga dan neraka. Apabila telah berada dalam surga maka
maafkanlah kesalahan kedua orang tuanya.
Inilah perintah keadilan yang berada
dalam neraka, jangan muda, dasarnya yang pertama, atau Gunung Rip,
itulah gunung yang berada antara surga dan neraka /27/. Dari
surga terlihat, dari neraka terlihat, dari Gunung Ngarip terlihat
lamanya satu juta, yang ada di Gunung Ngarip hanya satu hari, di akhirat
apabila sudah ada satu hari maka teruskanlah keberadaannya di surga.
Inilah Sang Ratu yang benar dalam
ucapannya pada seluruh rakyatnya, rakyatnya tidak pernah menghiraukan
perkataannya, selalu mentaati keimanan, baik-buruk, untung-rugi semua
berasal dari Allah Tangala, jangan berzina, jangan berbuat sia-sia,
jangan mencuri, jangan berbuat yang menghalanghalangi agama. Dirgama artinya ihktiar, selalu
berusaha dalam kebaikan, berada di jalan Allah Tangala, surga dan
neraka sudah pasti adanya tidak akan berubah, dan tutunlah ke jalan
kebenaran Nabi salalahu alaihi wasalam, yang merupakan panggilan Allah
Tangala. Jangan syirik (menyekutukan Allah, menduakannya
apalagi sampai mempercayainya yang banyak), jangan berpaling, jangan
menyangsikan, jangan ragu, jangan pura-pura tidak tahu, dan jangan
pura-pura tidak mengenal. Terimalah semua perintah Allah Tangala, yakni
menjadilah wujud yang baru, dan makanlah yang halal hukumnya (yang diperbolehkan Tuhan dalam agama) dan berpakaianlah /28/ yang suci dan halal
hukumnya. Minimlah air yang bening dan berjalanlah di jalan menuju ke
akhirat serta yang taat pada hukum yaitu dari air yang suci itu. Air
yang suci dan termasuk hukum adalah bêbanyu mustakmal arané
(air mustakmal) hukumnya suci tidak menyesatkan apabila ada orang yang
bertengkar dan menimbulkan kerusakan di bumi maka haram hukumnya,
itulah wahyu dari hukum Allah.
Maka sabda Sang Ratu di Suryangalam,
kepada Jaksanya semuaya, kedua Jaksanya yang adil dan bijaksana dalam
agama Islam. Sabda Sultan Arif di Suryangalam, memerintahkahkan kepada
Jaksanya sekalian, apabila ada orang bertengkar maka perlihatkanlah
keburukan dan kebaikan dunia hingga akjirat.
Apabila tidak mau mereka ketahui hukumlah sabda Sang Ratu adil. Sebaiknya nasehati dahulu sebelum hukum yang pedih diterapkan.
Apabila terdapat orang bertengkar maka dendalah triguna, karena orang lainnya kehilangan atau kerampokan maka hadapkanlah pada Jaksa untuk mendapatkan keadilan.
/ 29/ Apabila
orang terdakwa mencuri lantas jangan dikenai dakwaan terlebih dahulu,
sebab dosa yang belum ada bukti bukanlah dosa namanya. Sebab Allah
Tangala Maha Pengampun lagi Maha Bijaksana, apabila ada orang yang
mencuri termasuk kisas, kisaslah potonglah tangan kanannya. Apabila
genap kedua kalinya maka potonglah tangan kirinya.. Apabila sampai
ketiga kalinya maka potonglah kaki kirinya, dan sampai keempat kalinya
potonglah kaki kirinya, Itulah ujar hukum, baik laki-laki maupun
perempuan apabila pencuri tetap dirapkan hukum sama antara keduanya.
Walaupun ada pencuri mati di dunia, hidupnya bagaikan berjalan dalam
malam tanpa cahaya obor, meskipun pangulu, mantri, priyayi, apabila
mencuri tetap dikenakan hukuman. Apabila ada orang bertengkar, tidak
melaksanakan perintah agama Islam.
Diterapkan kepadanya denda sepuluh guna. /30/
mencuri di malam hari tanpa ada cahaya obor sedikitpun, melewati rumah
dari rumahitulah wujud dosa bagi Allah Tangala dan jangan pilih kasih
dalam kisas, hukuman yang oantas dan pedih, itulah perintah dalam agama Islam.
Apabila ada orang yang le wat jalan
sempit di rumah pada malam hari, padam obornya, kemudian ada suara yang
mencurigakan. Maka pencuri ada di sana. Nasehat Sang Ratu adil, apabila
terbukti orang itu pencuri maka berdosalah dan diterapkan hukuman, dosa
hukum mati, dosa didenda, dosa karena malu. Patutlah mendapat hukum
Allah. Perkara seribu seratus empat puluh empat, perkara dua belas,
terputuskan dengan keadilan seribu /31/ seratus empat puluh empat, putusannya delapan perkara itulah yang diterapkan di tanah Jawa.
Inilah perkara putusan banyaknya empat puluh empat artinya salokatara,
pertengkaran keduanya, apabila buruk maka buruklah kesemuanya. Inilah
yang disebut pertengkaran perintah yang didapati para durjana. Apabila
sampai mati dan tidak mendapat pengobatan.
Inilah tiga perkara pertengkaran orang yang berjual-beli, dinamakan kirya-wikirya pertengkaran orang yang menitipkan barang. Dan yang dititipi barang tuwawa tan tuwawa namanya, pertngkaran orang yang menyelewengkan upah witana tan witana namanya.
Inilah tiga perkara nistha maosarasa, pariwêksa angambuk pugung. Nistha maongsa nagarabéi yaitu di luar pintu, /32/ maosarasa di dalam pagar, mendapat denda delapan ribu karena merusak milik orang lain dan mencuri milik tetangga. Inilah sastha kustha tujuh perkara, maling utama, maling rêtna, maling jawita, maling wong wadon, yakni pencuri yang mendatangi perempuan, maling têbunan
belum mendapatkan apa-apa tetapi sudah bisa memasuki rumah, maling itu
sdah mengincar kepunyaan orang lain, dan akan mencuri emas dan barang
berharga lainnya.
Inilah lima perkara istri yang bersalah, sagra wiruta, sagra widhana, sagra candhala. Éstri chandala yaitu bertengkar antara sesama perempuan, saling mengata-ngatai, sêbda purusa perempuan bertengkar dengan laki-laki, sigra wêcana laki-lai yang bertengkar dengan perempuan.
Inilah tujuh perkara, angênidiyah, awisadaa, ékawarna, raja wisuna, apala dara, jinah wara, wong kasudukanyadah. Angênidah artinya membakar rumah orang lain, awisadaa /33/ merampas milik orang lain , ékawarna orang yang berhutang, raja wisuna yang tidak taat akan perintah Tuannya, pala dara orang yang bertengkar, jinah wara orang yang berzina, wong kasudukannyadah
orang yang tidak dapat dipercaya. Inilah empat perkara yang dapat
menjadi putusan, sarta dari patra, patra dari saksi, saksi dari patra,
patra dari pramana, pramana dari ubaya, ubaya dari purusa.
Inilah yang disebut dakwaan yang
tertulis, siapa yang mengetahui tiga perkara yang menjadi saksi dan
bersaksi, serta ditanyai tentang bukti tidak dapat bersaksi itulah
keberanian saksi. itulah saksi yang tidak dapat bersaksi menjadi saksi sudrah saksi yang tidak dapat ditanyai empat perkara yaitu sirna wêcana, sirna pramana, sirna niscaya, sirna miarsa, sirna saha wong wuta, sirna pamiarsa wong tuli.
Inilah orang yang salah berperkara dua
perkara, ada pencuri yang membawa gunting kemudian membedah pagar dan
mencuri, meskipun pendeta apabila masuk rumah ketika malam hari itulah
pencuri juga. Atau ada pagar yang rusak. Itulah saksinya empat perkara,
aku wolung sêksi anyuda sêksi, anyau rêksa, abahu sabda, apa sêksi.
Inilah akutha sêksi, orang yang bersaksi adalah saudara, anguta sêksi terdapat saksi orang durjana, abau sabda saksinya tidak dapat dipercayai, bau rêksa anaknya sendiri yang menjadi saksi tidak dapat ditanyai, aprang saksiné yang menjadi andalan.
Inilah yang termasuk empat perkara /35/ pemutusnya perkara dari dirgama, dirgama dari dêwagama, dêwagama dari toyagama, toyagama dari purusa.
Inilah arti jugulmudha , tidak
mempunyai kebenaran kesaksian. Walaupun priyayi apabila tidak mempunyai
saksi tidak dapat diputuskan perkaranya. Inilah arti karta basa, meskipun pendeta apabila berada di pasar tidak menjadi saksi, dakwaannya juga tidak diputuskan, inilah arti raja niti, carilah saksi yang dapat dipercayai, inilah arti titi swara, awasilah ujarnya yang baik dan yang burk, yang disangka dan menjadi tersangka itulah arti tidhar salok ika.
Inilah arti sarudêntha, awasilah wajahnya, dan ucapannya. Itulah yang banyak dan dapat dipercaya. Inilah arti caya-murcaya , apabila ada orang bertengkar yang sudah didapati dendanya, orang yang terbunuh dalam pertengkaran itulah kuthara apabila baik apabila buruk tetapkanlah dalam peraturan /36/
Inilah angawang-awang , ujar
yang tidak dapat diucapkan dalam peraturan sehingga tidak dapat
diterapkan. Apabila orang yang merusak sanggul istri orang maka
dendalah, orang yang bertengkar dan mengaku-ngaku tidak bersalah maka
dendalah juga.
Apabila bertengkat dan membawa kejelekan
orang lain yang tidak ada sangkut pautnya maka harus diterapkan ajaran
agama kepadanya. Tingkah laku orang tersebut tidaklah bak baka dirgama dari ngubaya, yang dilimpahkan kepada darma patih.
Inilah orang yang tidak melunasi hutang, yang berada di jalan /37/
mengaku hilang, dan merugikan negaranya. Maka menjadi tersangka itulah
hal yang menjadikan keburukan, segala kerusakan menjadikan keburukan.
Itulah hal kebaikan dan keburukan apabila
orang lain mengetahuinya. Meskipun pendeta apabila tidak berada padanya
kebaikan maka nasehatilah.
Terdapat lagi hal yang menimbulkan
kerusakan di bumi, dimana artinya tidak mau mengalah kepada siapa pun.
Tidak mempunyai welas asih maka tidak lestari dalam baktinya kepada
Pangeran /38/
Inilah suara yang harus di turuti,
itulah bramana yang benar dan patut menjadi contoh, seperti bunga yang
dihisap sarinya maka tuntutlah ilmu hingga mengerti apa yang
dimaksudkan, bramana itulah segala ilmu pengetahuan yang ada di
dalamnya.
Terdapat tiga perkara, sêkar gasa dargawi darga, artinya Sang Dargama yang menyampaikan kebaikan, patigi dargama, artinya menyampaikan nasehat kepada orang lainnya, maka terapkanlah hukum kepada para mantri.
Inilah saksi tujuh perkara /39/
pertama perkara, kedua kepunyaan, ketiga racun, empat rupa nafsu, yang
merugikan, artinya perempuan yang tidak mempunyai cacat, menjadian
kesaktiannya kepada Ratu Agung.
Inilah saksi yang tidak dapat dijadian
saksi, maka Ratu memerintahkan berkirim surat, kepada pertama sahabat,
kedua saudara, ketiga orang yang sudra, keempat pembantunya, kelima padukanya, keenam guru, yang tuuh orang yang menanggapi perkaranya.
Terdapat burung yang menyampaikan berita kepada semuanya, menyampaikan salam kebaika apabila dalam surat ada lima bahasa /40/ pertama basa cêpemanira pêkêni, basa siki maning yidika pakanira, basa atopan yang berupa tulisan basa nukak, hambanya itu bersatu dengan yang ada dalam kekuasaan.
Inilah arti saloka rupa tidarsa, ada
yang baru yang nyata akan bukti. Itulah delapan perkara yang pertama
perkara kekuakan, kebijaksanaa, kekayaan, ada sawah yang dimana terdapat
orang yang dirampok, di jalan akan dibunuh. Itulah tiga perkara ada
dalam kuthara jugul drama , kuthara lan dunya yang dilimpahkan patih dua belas, aman tentram /41/ keinginan sang raja, itulah nasehat haruslah selalu dipercaya dan menjadi panutan. Dimana kebaikan artinya salokatra, kuthara titi mangsa yang benar adanya.
Inilah kuthara munawaraja, banyak yang menyebut kebaikan dan keburukan, itulah hal yang diartikan saksi akundhang cina, anglironi cina, angalih cina, watang ananggal tan patra. Itulah penebus perkara yang harus dipnuhi.
Saksi harus mengerti ucapannya, apabila
ditanyai, diperiksa, harus sesuai ucapan perkataan dengan tindakannya,
apabila tidak maka tidak dapatlah putusan perkara.
Apabila ada orang yang hutang mengalami
pencurian, tidak ditagih maka anak cucunya juga dapat menyahir hutang
tersebut. Apabila tidak dapat padanya maka dapat didenda.
Itulah saksi yang menjadi petunjuk
pemutus perkara, apabila ada padanya bukti maka terputuskanlah perkara
dakwaan yang ada pada sang terdakwa.
Inilh orang yang senang akan perempuan,
dan suka padanya akan pertengkaran, maka berdosalah orang tersebut,
dusta juga merupakan hal yang termasuk dosa.
Maka terapkanlah denda padanya, sembilan perkara yang harus didapatkan dengan hewan seperti tikus, macan, ulat, lintah.
Inilah empat puluh perkara yang merupakan kesusahan negara, dimana agama menjadi tameng akan kejahatan.
/43/ inilah tersebutkan perkara yang terbagi menjadi enam, dimana ada istri yang berlhianat pada suaminya.
Inilah perkara orang yang bertengkar
karena merebutkan tanah, dan istrinya tidak menghiraukan. Dan terdapat
ular yang hilang ekornya. Istri sangraha atidharsa, candhala kedhalem apalan daranêm.
/ 44/ adalagi laki-laki
yang erusak sanggul istri orang lain dimana orang tersebut pada bulan
purnama membakar rumah orang maka laksanakan hukuman padanya.
Apabila orang saling berkata-kata dan
tidak saling percaya, merusak satu sama lain maka terapkanlah hukuman
juga, sampai mengambil kerbau orang lain, dan tidak sengaja membunuhnya,
maka terapkanlah hukuman juga padanya dengan hukuman sama seperti
orang yang terbunuh. / 45/ hingga ada sapi yang hilang
dimangsa harimau, dan kambing juga, bukanlah harimau melainkan pencuri
yang mencuri dan hilanglah hewan ternak itu.
Inilah cerita Sultan yang Adil akan
dirinya, yang selalu benar dalam nasehatnya. Adalagi Sang Prabu berputra
dan datang padanya sang putra dimana nasehatnya digunakan sebagai
pedoman hidup hingga mati. Ayah selalu berkata benar pada anaknya dan
mengjarkan kebajikan agar menjadi bekal padanya hidup di dunia.
Inilah suri tauladan Sang Prabu yang
selalu menghindari keburukan, selalu sholat pada malam hari pada
pertengahan sepertiga malam, jangan banyak tidur nasehatnya /46/
kepada semua rakyatnya. Bersedekahlah kue apem sebelas tangkap orang
satunya kepada seluruh negara. Sang Prabu jangan putus dalam prihatin,
kerusakan padanya merupakan kerusakan pada rakyatnya sekalian, dan Sang
Prabu juga percaya akan nabi yang menyinari dunia, Sang Prabu mantap
akan kepercayaannya, tangan kiri untuk membasuh keburukan, yang kanan
mendapatkan kbaikan, maka terapkanlah dari nasehat Sang Prabu.
Ada ucapan Sang Prabu dimana mantri jngan
hanya memburu kekayaan saja, jangan melakukan perbuatan yang haram,
apabila kaya tapi dari hasil yang haram maka akan menjadi kerusakan
negara. Yang dinamakan banyak melakukan kerusakan di bumi, maka agama
menjadi penerang dalam kehidupan / 47/ maka yang didakwa itu jangan dimusuhi namun menjadikan hal yang harus diluruskan kembali jalannya.
Apabila Sang Prabu disebut orang alim
yang selalu benar dalam hukunya, yang selalu dipuji karena
kebijaksanaannya, Sang Prabu dinamakan, wakid orang nomor
satu, jangan mencoba menurunkan dalam keberadaanya, yang selalu berjaga
siang dan malam, Sang Prabu selalu memikirkan negaranya, jangan
berbicara tentang keburukan dan janganlah terjadi ketidakmakmuran di
negaranya.
Itulah nasehat Sang Darma Patih, apabila
bertingkah-laku terapkanlah kebaikan, jangan memasuji rumah, di luarnya
pintu, jangan keluar dari pagar, jangan meninggikan suara kepada istri,
jangan jauh bicara memotong pembicaraan. Orang yang berada dalam
pembicaraan yang baik, apabila berlebihan maka dendalah jangan menjadi
kerugian orang lain.
/48/ Ada orang yang
berhutang dimana tidak dapat dilunasi, maka serahkanlah pada Sang Ratu,
apabila menjadi denda namanya menjadi kerugian negara.
Terdapat ratu yang berbicara pada Sang
Darma Patih, bertanya kepada orang yang berjualan besi, terdapat nakoda
dimana besi dagangannya dibeli patih, bertanya Sang Darma Patih, apakah
ia mempunyai dagangan besi, dan nakoda itu mempunyainya, maka dibelilah
dan diberi uang, itulah nasehat Sang Prabu membeli dagangan itu, harus
tidak ada yang dimakan rayap /49/ durjana menjual
kepada orang yang berujar adil, Jaksa Patra kepada orang durjana,
diundang oleh Jaksa datang menghadap kepada Sang Prabu, berjualan besi.
Dan nakoda diperintah oleh jaksa, dia harus membeli dan berkata kepada
Sang Prabu. Nakoda meminta bantuan kepada Kyai Jaksa agar jangan
dikenakan denda.
Ada orang yang bertengkar, keduanya /50/ salah satuya meminta biaya ganti rugi, maka aturan jaksa, kalahkan salah satunya, bila tidak ada yang sanggup maka anêlang tara namanya.
Ada dua orang bertengkar maka keduanya
didakwa, semuanya bersikukuh yang paling benar, dan meminta biya ganti
rugi yang sama kepada jaksa. Maka seharusnya salah satunya terkena
denda, apabila sudah diterapkan keduanya maka adillah namanya. Ada
burung Kuntul hinggap dan berkata kepada Ki Kèlasa, ada hasehat luhur
dari burung itu dari atas, Sang Kèlasa berkata pada Sang Kuntul, ia
kemudian terbang hinggap ke atas, Sang Kèlasa kemudian melihat pohon
hingga akarnya, dahannya, dan daunnya. Kemudian Kuntul berkata pada
Kèlasa ikutilah aku, apabila benar maka kalahkan orang yang bersalah,
Sang Kèlasa menuruti dan menghadap Sang Prabu /51/
Kitiran Putih, Ki Kèlasa dan Kuntul kaemudian datang kepadanya, berucap
denda kepada Patik Kaji, yang berucap kepada Sang Ratu Kitiran Putih,
yang bicara Kuntul pada saat istrihata. Mereka berebut luhur antara
Kêlasa, Patik Kaji kepada ucap Kèlasa. Mereka kemudian melihat akar dan
Kèlasa melihat keluhuran terlebih dahulu. Ucap Sang Ratu Kanjeng Ageng,
ikutilah Kuntul yang terbang terdahulu, kemudian datang Kèlasa dan duduk
mengahadang Kuntul yang terbang. Kemudian Patik Kaji datang dan Sang
Prabu yaitu Sang Kuntul bertanya berapakah banyaknya akar, daunnya,
berapa dahannya, dan berapa banyaknya /52/ daunnya.
Ucap Sang Kêlasa, kemudian menjawab banyaknya akarnya ada lima, besarnya
dapat dilihat, ucapnya tidak bisa melihat dahannya empat, daunnya
delapan lembar, semua itu sesuai apa yang dilhat, kata Sang Prabu kalah
kepada Sang Kuntul, benar Sang Kelasa, melihat kepada pohon Raja itu.
Terdapat orang bertengkar, dan berkata
kepada jaksa, datangnya ucapan maka Jaksa kalahkan perkaranya. Dan
dendalah seratus pada yang bertengkar tadi, janganlah berdusta, durjana
itulah namanya, maka turutilah ucapan jaksa /53/
Apabila ada orang yang bertengkar dan
salah satunya tidak dikenakan sanksi maka bukanlah adil namanya,
apabila perkara perdata itu salah satu dibebaskan sama saja membunuh
yang lainnya, terapkanlah kebenaran janganlah berlaku berat sebelah..
seperti matahariyang tidak lelah menyinari, terapkanlah peraturan
berdasarkan bukti yang ada. Orang yang mengerti agama, maka akan adil
dalam putusannya. Tidak akan membeli bukti / 54/ kasmara lokita
artinya kehilangan, apabila terselip, maka harus waspada, bukti yang
sebenar-benarnya bukti maka pertama dendanya yaituk dihukum enam puluh
tahun, itulah kebenaran bukti. Apabila tidak adil dalam agama, maka ngadigama kalah dari ubaya, ubaya kalah dari utara, utara kalah dari patra, yaitu saksi yang tidak dapat diganggu gugat /55/ patra kalah dari purusa, iya ada patra yang berupa saksi tanpa bukti, ada patra yang disebut tripurusa sêksi kalah dari bukti, bukti kalah dari lukita, lukita kalah dari bukti, belum
sampai terputuskan surat perintah telah diputuskan. Orang yang
berhutang tadilah yang seharusnya melunasi hutangnya. Apabila tidak ada
upahnya maka dendalah. Agamalah yang berbicara, jangan berhenti berbuat
kebaikan, jangan berubah ujarnya /56/ itulah yang disebut paca prakosa, berbeda dengan pendapatnya, amêt gisiring pamicara, maka jaksa yang disebut paca rêksi , yang tidak hanya kaya. Abaurêksa yang mengawasi kepada orang lainnya, adiyurêksa jarang berbicara dengan jaksanya, trisabda jarang berbicara dengan pemutus denda, musuh yang orang durjana yang tidak percaya akan ucapan orang lain.
Tridasthi namanya janganlah
menelantarkan anak istrinya, sebab mengingkari pembicaraan yang sudah
ada buktinya, itulah durjana yang ditinggal ayah dan ditinggal ibu, dan
durjana /57/ para wanita durjananya Jaksa bagi orang
lain bapaknya menangisi orang yang lewat, dan diamlah ibunya, durjana
perempuan itu keluar dari rumah apabila memakai wewangian hingga tercium
aromanya kepada laki-laki lain, maka termasuk kesalahan pula.
Durjananya dari Jaksa apabila ada orang yang bertengkar terputuskan
mengambil milik orang lain, maka orang itu tidak bisa bersaksi pada Ratu
Pandita. Orang lain yang melaksanakan jual-beli maka Sang Pendeta
bersaksi dengan orang lain.
Seumpama ada orang yang mengaku menjadi
saksi. seumpama perempuan tidak menjadi saksi, adapun tibgkah lakunya
menjadi permasalahan bagi orang lain.
Seumpama orang sudra tidak
menjadi sakai, maka orang lain akan berujar yang tidak-tidak.
Berprasangka orang itu berkata tidak sebenarnya, seperti pada wanita
yang apabila menjadi saksi. /58/ seorang perempuan
menjadi saksi, sama seperti lainnya yang tidak dapat diperkarakan. Orang
yang tidak bisa menuju kebenaran tidak bisa menjadi saksi.
Orang yang tidak bersaksi benar adanya,
maka belajarlah kepada jaksa yang memutuskan keadilan, apabila tidak
dapat menemukan maka saksi tunggal dapat dijadikan keputusannya, apabila
dua saksi dan yang ketiga saksi mati maka pilihlah umat yang paling
agung.
Inilah terdapat saksi yang berebut saksi orang keduanya, dan orang ketiganya, itulah yang dinamakan saksi pramana, saksi satmata, saksi watata, yang disebut saksi pramana, yakni yang disetujui oleh Ratu, disebut juga Jaksa halal, yang disebut Ratu, apabila jiyad Sang Prabu berujar kebaikan. Ketahuilah peraturan yang mengatur negara / 59/
dari sepengetahuan Jaksa yang menjadi pencerah perkara jual-beli, dan
hutang-piutang. Menjadi Sang Prabu yang tidak berujar apabila tidak
dihadapkan pada suatu perkara.
Terdapatlah orang yang bertengkar berada
pada pancuran, mereka berebut cincin. Ternyata salah satu memakai cincin
yang bukan miliknya. Maka ditangkaplah dan didenda dan harus membayar
biaya gadai cincin milik orang yang dicurinya tersebut.
Terdapatlah orang yang bertengkar karena
ucap salah satu pembantunya, pertengkaran itu haruslah teselesaikan,
namun keduanya tidak mau saling mengalah maka nasehatilah untuk berada
pada jalan yang benar, hadapkanlah pada saksi yang kalah dari ubaya maka turutilah ujar /60/ nasehat itu.
Ada ujar dari burung yang terbang
mengembara tidak ada padanya warna burung, tidak boleh orang ambil
padahal jatuh, salah satunya melihat dari kebanyakan orang, rupa burung
itu nyata pada kaumnya, mengembara untuk mencari kebenaran.
Ada orang yang bertengkar karena perkara
jual-beli, tanpa adanya saksi jual-beli sehingga ucapan yang membeli,
bahwa telah terbeli denga harga seribu, sedangkan si penjual berkata dua
ribu. Maka apabila benar seribu kalahkan padanya si penjual itu.
Ada orang yang kecurian barang, kemudian
ditemukan di rumah orang lain, sampai pada pembicaraan maka tempuhlah
orang yang kehilangan itu dengan denda, dan dihukum jerat dengan tali.
Ada orang yang pergi membawa barang dan
bertemu dengan orang lain, sampai pada pembicaraan maka dendalah karena
bermaksud lari seperti kijang dinamakan lokika.
Ada orang mati membawa barang dan ditemukan oleh orang lain, ditemukan keris maka kacina loki
namanya, maka hukumlah orang yang menemukannya setelah mendapatkan
bukti, dan dendalah dengan apa yang dialami orang yang mati itu, karaga taka namanya.
Ada orang yang mengejar pencuri, dan ada
orang di luar rumah atau di depan pintu yang kecurian tidak ada saksi,
maka dendalah yang kecurian dengan apa yang sama hilangya barang.
Apabila tidak maka sêngara namanya.
Ada orang berebut mengaku barang tersebut adalah hak miliknya /65/ maka curigailah laki-laki itu, tetapkanlah dendanya yang dinamakan lokika, dan janganlah putus perkaranya karagas asa namanya.
Ada orang yang mengaku kehilangan, dan
sanggup untuk mengganti upahnya, diberikannya dan diterima maka
kembalikanlah upah itu kepada yang berhak, berikanlah kepada yang
mengaku kehilangan, dan dendalah seperti burung yang terpenjara dalam
sangkar.
Ada orang yang melewati rumah orang lain
ketika malam hari, membeli kerbau, kuda, lembu, kambing. Yang kemudian
ditemui tanpa bukti, kembalikanlah padanya maling sodanama namanya.
Ada /66/ orang yang
bertegur sapa dengan orang lain, kemudian dalam pembicaraannya
kembali pada orang yang kehilangan maka dendalah.
Ada orang yang mati di hutan, ditemukan
oleh jaksa, kerisnya terdapat darah, apabila ada padanya pembicaraan
maka cari tahulah mengapa sampai mati, dendalah matep angadas namanya.
Ada orang yang memegang kayu, dan ada orang mati disampingnya atau kuda, atau kerbau, mati juga di sampingnya maka angadêging pangagasana namanya, dan dendalah.
Ada orang yang bertengkar, sudah
dipisahkan pada ucapannya, apabila tidak sampai mati seorang itu,
bukanlah laki-laki. Apabila ada bukti tersebutlah maling juga, maka
hukumannya dikurung hingga empat puluh hari, apabila tida diketahui
dendalah liring lokika namanya.
Ada orang yang bertengkar dan sudah dipisahkan /67/
namun masih ada prasangka buruk padanya, atau orang yang kecurian itu.
Apabila tanpa bukti orang yang menggadaikan barang itu, apabila salah
dalam hukumannya, maka mendapatkan denda juga.
Ada orang yang mencuri tanaman yang sudah
dipanen, di dalam sebuah gubuk, bukti mengarah padanya apabila lebih
dari seribu harganya, dan meskipun kurang seribu pendapatannya yang
menanam itu disebut maling saji.
Ada orang bertengkar didakwa mengambil
kerbau, kambing, kuda, yang didakwa dengan saksi pertama benar
kesaksianya, apabila sampai pada pembicaraan maka pisahkanlah keduanya.
Ada orang bertengkar didakwa mengambil
kerbau, kuda, sapi, kemudian dijual juga. Maka dakwalah hingga mengaku
apabila menjual kambingnya sendiri, dan sampai pada pembicaraan orang
yang mempunyai tersebut maka pisahkanlah antara keduanya /68/ jangan sampai salah satunya mati kemudian.
Ada gadis mencuri, maling kènya namanya,
orang yang menemui istrinya pencuri patut malu, apabila mati sekalipun,
sebelumnya harus diobati, meskipun mencuri emas tetapi tetap harus
dihukum juga.
Pencuri yang akan mencuri pada
tetangganya maka dendalah juga, ada orang yang menitipkan barang
kemudian barabg yang ditipkan iti hilang, maka dendalah orang yang
mempunyai rumah itu. Karena mencuri yang juga namanya, sebab bukan
miliknya juga.
Ada orang yang menitipkan dan kehilangan
barangnya juga, apabila tidak berbahaya meskipun di rumahnya sendiri
tetap harus didenda juga.
Ada orang yang meninggalkan rumah, dan
tidur di rumah tetangganya kemudian ada orang yang kehilangan barang,
maka dendalah juga dan hukumlah penjara /69/ lamanya empat puluh hari.
Ada orang dipanggil, karena ada orang yang kehilangan barang dan orang yang dipanggil itu menemukannya maka dinamakan maling têmu namanya.
Ada orang yang menitipkan barangnya, kemudian hilang dan ia berhutang maka dendalah karena adanya bukti, maling sadha itulah namanya.
Ada orang yang memasang cincin kemudian, hilang maka dendalah dan dinamakan maling timpuh namanya.
Ada orang mencuri di sebuah rumah pada malam hari, dinamakan maling pamata namanya, sudah didenda kepada si pemilik rumah.
Ada seorang perempuan masuk ke dalam rumah, pada malam hari dan diketahui suaminya, apabila suaminya menyampaikan /70/ pada pembicaraan disidang maka dinamakan maling kara
namanya, dapatlah didenda dengan memberikan beberapa uang uang untuk
mengganti rasa malunya pada yang mempuyai rumah suami istri tersebut.
Ada orang datang ke rumah tetangganya dengan membawa api kemudian membakarnya maka dendalah, angamuk tugêl namanya.
Ada orang akan mencuri di rumah tetangganya, yang mempunyai rumah akan dihajar, maka dendalah juga dinamakan maling utama namanya.
Apabila pencuri akan mencuri kuda atau hewan ternak lainnya, maka dendalah dan dinamakan pakolih têskarana namanya.
Ada orang memburu maling di rumah meminta tolong namun tidak ada yang menolong, yang memburu maling tersebut tidak tertolong kagét wilungu namanya, / 71/ maka dendalah sama apabila sampai mati pencuri itu.
Apabila yang menolong termasuk penakut. Meskipun keluar kagét kapênêtên namanya.
Ada orang tertusuk kerisnya, tidak ada dendanya kagét kapilungu namanya, itulah maling
têtiga, maling kabunan maling sadha, maling atimpuh, maling arêp maling
umah, maling saji, maling katurima, maling kawanguran, maling têmon. Apabila ada orang lewat pada jalan yang tidak sepantasnya dilewati maka dendalah juga.
Ada orang bertengkar dengan orang lain,
tanpa nasehat yang dikenai perkara itu dihadapkan pada suatu
pembicaraan. Maka perolehlah hukumannya masing-masing.
Ada orang desa yang menanggung kehilangan kerbau umurnya satu bulan. /72/ Ki
Pinaliwaran bertanya kepada Ki Samar ciri kerbau itu, Ki Samar tidak
menjawab, Ki Awas bertanya lagi ciri kerbau itu, cirinya pipinya
tergores, lidahnya terpotong, maka Ki Samar terkena denda karena
kerbaunya tidaklah sama.
Apabila hingga tanggal satu tidak ada yang menerapkan saksi maka dendalah termasuk dalam delapan perkara, itulah saru papraya.
Inilah denda sinanahi, pura dhêndha rinupa suba, dhênda graména wika rawisuna, dhêndha wina duraja manggala, artinya dhêndha cinandhipura, tempatnya dhêdha rinupa suba, dhêndha praména ingrawisun, orang yang meninggalkan dunia, dhêndha rinaja manggala dhêndaning sang ratu. Janganlah berdusta dan janganlah kecewa dan janganlah berzina.
Inilah pertengkaran seorang perempuan dengan seorang laki-laki, tertuduh sebagai maling /73/
di rumah keponakannya yang bernama Ki Dhadha, apabila dilepaskan ikat
pinggangnya dan diikatkan oada maling itu, Ki Dhadha kemudian
menangkapnya tidak dapat bertindak apa-apa. Maka si pencuri mati terikat
dan terkena denda kematiannya itu.
Ada orang kecurian tanpa saksi, namun ia
memelihara garangan (hewan seperti musang) putih. Musang itu menunggu
rumahnya, hanya Ni Bramani yang ada di dalamya, sepi karena suaminya
pergi, kemudian ditinggalkannya anak Ni Bramani dan dipercayakan anaknya
dijaga oleh musang putih itu, Ni Bramanai pergi ke sungai. Maka ketika
Ni Bramani pergi anaknya yang ada di ayunan di jaga si musang putih,
kemudian datang seekor ular naga yang ingin memakan anak Ni Bramani,
maka larilah Musang Putih mendekati ular itu, kemudian Si ular di makan
lehernya oleh Musang Putih, karena ular hendak melukai anak Ni
Bramani. /74/ ular itu mati. Dan Si musang Putih
mendatangi Ni Bramani ke sungai, dari mulut Si Musang putih muntah
darah, Ni Bramani melihat hal itu, maka ia berpikir bahwa anaknya
dimakan oleh Musang Putih, Ni Bramani pulang dan menangis, dan melihat
ke ayunan ternyata anaknya masih di ayunan itu. Ia mendapati ada ular
yang mati disebelahnya, Ni Bramani kemudian mengatakan kepada Ki Pura
Karti, kalau garangannya mati juga, Ki Pura mengetahui dan tidak mau
tahu apa yang terjadi , maka Ni Bramani terkena denda karena telah
lalai, dan menyangka Musang Putih yang memakan anaknya dan Musang itu
mati.
Inilah sadhadha kadhara, yakni
memperebutkan suatu perkara dan di hadapkan pada Gusti Mandana Sraya,
ucapannya kepada Sang Dhadhang yang tidak dapat dihiraukan untuk semua
rakyatnya /75/ namanya tidak terlalu berlebihan, Patih
Mandana Sraya memerintahkan semua hamba Tuhannya sebagai raja, apabila
tidak maka orang yang ingkar namanya.
Ki Alon ketika malam datang pergi ke hutan untuk meburu singa, Ki Mali, Ki Badigul, berada di hutan itu pula maka winadas kartané /76/ dari ubaya kalah dari karta, karta kalah dari supraba, supraba kalah dari saksi, kemudian yang diucapkanlah itulah namanya éka basa, dari mantri sekalian.
Apabila ada ucap di bawah pintunya Ki
Badigul, maka terapkanlah denda. Janganlah kamu menyangsikan ucapan,
seumpama tidak percaya artinya samurcaya , jangan kamu mengumpat artinya séwanya, jangan
kamu mejatuhkan ujung pisau , apabila belum dapat merasakan seperti
matahari yang menandai jatuhnya ujung pisau itu. Apabila tempat itu
benar adanya adalah sebenar-benarnya ucap /77/ itulah ujarnya masing-masing.
Inilah ucap Pangeran Senapati Jimbun,
dimana banyaknya perkara tiga puluh tujuh perkara, pemutusnya sepuluh
perkara tingkah-lakunya durjana, siapa yang tahu akan segala nama
durjana.
Inilah perkara yang pantas Sang Prabu putuskan, tidak boleh diubah, meskipun ayahnya sekalipun.
Inilah perkara lima pemutus /78/
apabila ada rumah yang mempunyai rumah beserta isinya mendapat amukan
dari durjana, kembalikanlah hal itu kepada pemutus perkara yang akan
mengenakan dendanya.
Inilah pemutus dua belas perkara, yang ada dalam salokatara, tarka dari patra, patra dari saksi, saksi dari bukti, bukti dari satmata, satmata dari cina, cina dari nyamana, nyamana dari pramana, pramana dari ubaya, ubaya dari purusa. Tarka itu artinya tulisan yang dapat memberikan pengetahuan pada yang bersalah.
/79/ Arti tetulisan dari yang pengarah, arti satmata yang banyak mengetahui, arti nyumana keluar dari tulisan, arti dari purusa adalah perintah, arti dari léna tidak menghiraukan perintah ratu,arti kaliganata menyalin batu.
Inilah keberadaan saksi empat perkara, saksi utama yang mengerti akan tiga perkara, saksi pramana saksi lain yang berani dengan saksi orang mati, tanpa menjadi saksi sudra yang bersuara.
Inilah kasta dua perkara, ada pencuri
yang dinamakan pencuri, artinya meskipun membawa senjata, apabila ada
pagar yang rusak pada malam hari maka dinamakan maling juga.
Inilah arti agama yang dapat mengalahkan
segala keburukan, agama kalah dari adigama, adigama dari toyagama,
toyagama dari purusa.
Inilah arti ju- /80/ gul mudha, tidak ada ujar yang artinya karta basa, yaitu capannya sendiri apabila buruk katakanlah buruk, apabila baik katakanlah baik. Itulah nasehat raja niti taatilah ucapnya.
Inilah arti raja kapa-kapa , ketahuilah pada tempatnya, inilah arti sadi, amatilah segala tingkah lakunya dan ucapannya, apabila baik amatilah, dengarkan dengan seksama ucapannya, itulah pamiarsa lokika perpaduan antara bahasa.
Arti kuthara, amatilah dengan sekasama mana yang benar, inilah sebenarnya biaya gadai, arti caya murcaya, apabila ada di dalam pertengkaran itu ada salah satu yang meninggal maka putuskanlah /81/ hukum Allah artinya salokatara, ajarkanlah dalam kebaikan maupun keburukan yang bertengkar itu, apabila buruk maka buruklah apabila baik maka baiklah.
Apabilah Si corah pajaknya 20000.
Apabila tergugat pertama pajaknya 14000.
Apabila Si kaonang-onang pajaknya 20000.
Apabila Si kacorah juga dengan dhêdukun kéwala yang tidak tunduk pada tuannya, maka ketiganya dikenakan pajak 40000.
Apabila si dhêdukun keduanya pajaknya 3000.
Apabila si dhêdukun satu orang, apabila berani maka pajaknya 5000000.
Dhêdukun tidak berani maka sama dakwaannya dengan orang yang sakitpajaknya 5000000.
Apabila terselipkan maka dendanya 1000.
Apabila si corah-corah tidak dapat berujar pada dukun maka beritahukanlah pada seorang laki-laki pajaknya 40000.
Apabila corah-corah yang kering dan perempuan pula maka pajaknya 90000.
Apabila laki-laki yang belum berumur lima belas tahun pajaknya 90000.
Apabila tidak kaonag-onang dari dukunnya apalagi sakit maka /82/ pajaknya 150000.
Inilah laki-laki yang dituduh membunuh pajaknya 50000.
Apabila perempuan yang dituduh membunuh maka pajaknya 350000.
Apabila didakwa merampok pajaknya 15000.
Apabila didakwa berzina pajaknya 15000.
Apabila si corah, merampok,
berzina, membunuh,maka orang itu mendapat denda pula. Apabila ada orang
yang berhutang tanpa membayar maka dendalah juga.
Apabila ada orang yang tidak patut kemudian mati, maka saudaranya terkena denda pula.
Apabila jejaka menangkap perawan maka pajaknya 14000 dendanya 230000.
Apabila menangkap orang rumahan pajaknya 30000, dendanya 250000.
Apabila istri tidak menjalankan tugas
istri maka pajaknya 10000. Itulah nasehat Kanjeng Sultan kepada Kyai
Angabei Diranaka. Terdapat tiga perkara, dua orang di antaranya, ketiga
terduga, keempat grahita.
Apabila ada orang berzina jejaka dengan orang yang belum mempunyai suami, apabila telah menjadi kawula dalêm (abdi dalem) maka tebusannya 15000.
Apabila yang diperintah telah ada pada
peristirahatan terakhir, apabila abdi dalem menikah meskipun laki-laki,
ataupun perempuan meskipun dari kanan atau dari kiri, berpergian tanpa
kembali maka telah menjadi orang yang bebas kembali.
Apabila ada orang masuk ke dalam rumah
pada malam hari. Tidak ada pintu yang terbuka tidak ada barang yang
hilang, maka tangkaplah ketika ada suara kentongan, Ki Dergul dijatuhi
denda 88000,dan mendapatkan 24000, karena menghiraukan orang yang sedang
dalam bahaya /83/ Ki Corah meminta kerisnya Ki Bégal
namun tidak diberi, sampai-sampai di jalan kematian Ki Jukara dan Ki
Sawah, dan Ki Agas yang kemudian ditutupi dengan rumput. Sebab didapati
mencuri ikat pinggang Ki Sayab. Ketika di rumah Ki Saeka berbicara
kepada Ki Sakara, dan Ki Saprana menyembunyikan, Ki Corah, Ki Kutil, Ki
Sayab kemudian menghadap kepada Gusti Patih Mandana Sraya. Maka yang
terdakwa membunuh dikenakan denda 88000 banyaknya, dan ketiganya terkena
denda 44000.
Inilah kisah Ki Sakara hita, Ki Saprana
yang merampok di jalan menuju hutan. Apabila malam datang dan ada suara
kentongan yang ada di kebun /84/ maka Ki Bapang
kemudian mempersiapkan keris, Ki Awisayah yang bersiap untuk merampok
rumah Ki Garadhah, maka berdosalah dan Ki Astaka yang mencari istrinya
karena takut kehilangan.
Terdapatlah Mandala, bernama
Ki Danara dan istrinya, Ki Tata mendatangi anak Ki Garadhah yang
kemudian melamarnya dan meminta sawah, namun tidak diberi Ki Lalaki itu
kemudian terkena denda 88000, dan mendapatkan besarnya pajak 44000.
Inilah Sang Bramana Sakti, yang mencoba pergi ke Kerajaan Mêdhang Kawulan yang berada di desa Ki Wipawikêna, /85/
yang mempunyai anak, Duka Lani Asih namanya, Sang Bramana takut akan
kehilangan anaknya yang sudah menginjak dewasa. Patih Turtabasa ingin
menikahi anak Sang Bramana Sakti dan ia meminta kepada Patih Mandana
Sraya, maka Sang Bramana Sakti dipanggil menghadap / 86/ Patih
Mandana Sraya berbicara pada Patih Karta Basa, dimana Ki Wigna bertanya
pada Ki Pamirêksa dan akhirnya dibuat kesimpulan Rêkyana Patih Mandana
Sraya berkata pada Sang Bramana Sakti namun ia menolaknya dan kemudian
Sang Bramana Sakti dijatuhi hukuman. /87/ Istri Sang Bramana, Ni Duda, Ni Asih, Ni Tilam menjadi sedih.
Inilah sabda Gusti Yumana, tidak dapat
dihiraukan apalagi ditinggalkan. Apabila ada orang yang keluar dan mesuk
ke dalam rumah anaknya, dan semua Istri Yumana, Ni Manisan, dan Ni resm
menjaga lambang saluka janma, mereka berada di dalam /88/
dan ada orang ya ng bermaksud mengambil lambang itu, dan Ni Resmi
segera melapor kepada Patih Mandana Sraya dan mendapati perintah
tetaplah jaga lambang itu. Maka ketiganya tetap di sana dab tidak boleh
meninggalkan sedikitpun tempat itu.
Ki Pandugalan berpapasan dengan
Saudaranya Ki Warna, dan di ajak menuju rumahnya. Ki Gula dengan ketiga
istrinya Ni Sari, Ni Pasar, Ni Resmi.
Ki Galuga berkata kepada istrinya apabila
nanti memang ia akan meninggal, maka jangan berlarut dalam kesepian. Ni
Resmi kemudian berlari ke belakang umah, Ni Pasar juga berlari,ke Ki
Kaluga, ia tersenyum maka mereka menghampiri Ni Resmi, suami istri itu /89/
menghadang Ki Warna dan Ki Susur kemudian menghampiri, akhirnya
saudaranya itu mati. Dan Ni Resmi kemudian merangkul Ki Galuga, namun
ternyata Ni Resmi juga mati, dan Ki Susur ikut mati juga, sementara Ki
Warna juga mati, Ni Pasar, Ni Sari kemudian pergi ke rumahnya. Apabila
ada empat orang yang mati,Ki Galuga kemudian berbicara kepada Ni Pasar,
Ni Sari dan akhirnya mereka mendoakannya.
Ki Anggas dititipi barang Ki Warah, namun
kemudian Ki Anggas membawanya pergi karena malam telah tiba ia
menginap di sebuah rumah, kemudian suara orang banyak datang /90/ dan oleh Patih Mandana Sraya Ki Anggas mendapat denda 80000, seorang mendapatkan denda 10000 dinamakan anggaswaran.
Ada orang kota yang berjualan di kota
tidak mau melaksanakan perintah Gustinya, dan akhirnya ia berhutang
tidak ditenus dan tidak mempunyai rumah, maka dihukumlah karena tidak
membayar.
Ada orang berebut barang yang telah digadai, apabila rusak barangya maka hilanglah hak milik dan didenda 150000, namanya sapakantuk pradananya.
Ada orang yang berguru kepada perempuan, namun tidak dihiraukan padahal orang itu telah beristri maka terkena denda 440000 /91/ dan mendapat 20000 kakali baya namanya.
Apabila ada orang yang berkata kasar
kepada istrinya dan saudara lainnya maka laki-laki itu terkena denda
44000, dan besarnya 20000 disebut akarya bau dasta. Ada pemutus tiga puluh lima perkara, anyawadi,
sêlawadi, anyadi, akirya dé, nauasaksi, èka saksi, aprasondha saksi,
anirma pandaya, angrisak saksi, angêwuni sapralaya, angrupanga pradana,
amuwang linggar, amêt umpingan, tanribaya, sabda purusa,
angrusak sari, sangkuthila amêtarka, angrusak kramaning arta, bramana
angangsi utang, awilutara, nistha amêtu pingan, winaka alihgan arta,
purusa angrusak taman, kacorah anirmakakên utang, sabda purusa, kaocarah
prasandha, kalih gaprapana, kalingga ngalun-alun, anglindungi purusa,
anira pradana /92/ angingtan wrruhi baya, abima paksa arusak pradana kawruhing arsa, adhudhuk apus kapêndhem, anir nali gabujagêm,
akarya dési, angangasi utang, ajaluk kaliwang, pulihna ingna wagatra
paramarta, dora sangkara, ina pradési, salukita prata, saksi bukti
pramana, itulah yang disebut dalam pemutus perkara dari karta.
Inilah tujuh perkara, perkara orang yang
didakwa karena istrinya yang memulai, pertengkaran orang yang berhutang,
pertengkaran orang yang memotong saluran air orang lain, maka dihukum
paling tidak tiga bulan.
Ada pertengkaran antar saudara, termasuk dalam hukuman dua bulan. Tiga perkara itu /93/ dapat di denda 44000 dan kurungan satu bulan.
Ada orang yang memaki orang dan menghajarnya maka mendapatkan denda 24000, termasuk dalam perkara hukum.
Ada orang yang melihat orang yang sedang
berjalan pada jalan yang sepi, dan mencurigakan maka ditetapkan denda
oleh raja 24000, disebut kalêbêting dasthi.
Apabila ada seorang perempuan, apabila
ada orang mengaku kehilangan burung maka hadapkanlah pada pembicaran
kepada Ki Dharsa Pabêksa empat perkara, salah satunya adalah durjana
yang didakwa menjarah barang orang lain, apabila ucapan durjana itu
tidak benar maka terapkanlah denda. Apabila tidak ada saksinya /94/ maka tidak menjadi masalah apabila tidak ada saksinya.
Inilah orang yang menemukan penerang
jalannya, tidak ada suatu apapun yang menghalangi, ia kemudian menemukan
tali yang tergantung maka dendalah orang yang didakwa menggantung orang
tersebut dari jaksa 1400000, jaksa memberikan denda 150000.
Ada dua orang bertengkar, salah satunya telah dihukum oleh jaksa, dan musuhnya juga terkena denda 150000, disebut ékawarna, apabila yang teraniaya tahu akan hal itu maka hukuman telah berlaku dan telah adil. Apabila /95/
meninggalkan anak istrinya Rêkyana Patih berkata pada patihnya dan
tangkaplah si katak hijau, jangan sampai dibunuh Ki Arya Sêba,
terapkanlah pada aturan yang ada.
Orang itu layaknya matahari yang bersinar
menerangi Negara Mêdhang Kawulan dari Majapahit, yang sentosa makmur
akan emas, terdapat dalam pembicaraan Sang Prabu.
Ada peraturan di Negara Mêdhang, dimana /96/ Ki Soma sampai pada rumah saudaranya Ki Radité, Ki Soma bertanya kepada Ki Anggara.
Apabila mendapat emas maka berikanlah
kepada Ni Anggara, yang ada pada rumahnya Ki Lêksana, apabila Ki Soma
mendapatkan emas itu jangan disimpan karena akan didenda. Ketika malam
Ki Lêksana melihat emas hilang dan ketika dihampiri ke rumah Ki Radite.
Kemudian kepada Rêkyana Patih emas itu memang hilang, ia kemudian diam
sebentar /97/ kemudian di alun-alun Radité pulang menujun rumah istrinya.
Apabila menemukan tanda kepada Nini
Anggara berikanlah kepada Ki Lêksana, ucap Rêkyana Patih. Apabila
melihat orang di alun-alun sampaikanlah padanya jangan sampai pergi ke
kota, nanti apabila si lêksana tertangkap maka para mantri sekalian akan
bertanya kepada istrinya, Ni Anggara ada di dalam rumah, Ki Lêksana
tidak akan mati Gusti Patih /98/ namun katanya Ki Lêksana telah menjadi durjana dan didenda 80000.4000 disebut somaradité anggara kasih.
Apabila Lêksana menjadi durjana, ia
kemudian dipanggil karena Ki Bujaga kehilangan istrinya, Ki Aryasupêna
mengaku meninggalkan emas. Raja Keputrian tinggal di dalam Ni Esih
dengan Ni Raras, kemudian dijatuhkan perkataan tidak boleh pergi
kemana-mana.
Ada keinginan untuk merusak keputusan, ia
mengaku kehilangan Ki Bujaga menghadap kepada Rêkyana Patih dan
disaksikan para penjaga /99/ semuanya. Maka mendapatkan titah Ki Bujaga.
Ada ketetapan denda 80000.4000. dan
dijatuhkan 40000, karena mengaku pertanyaan dari Ki Sudra Pralaya, yang
mempunyai pekerjaan Ki Wisuna, Ni Praya, Ni Aku pulang ke rumah. Ki
Udapraya menagih kepada orang yang berhutang itu satu kêthi lima /100/ lêksa, Ki
Arya Rudita menagih kepada Ki Wisuna, tidak mengaku dan berkata kepada
Kyai Patih dan Ki Udapraya, Ni Praya, Ni Aku, menghadap kepada Rêkyana
Patih, Ni Praya, Ni Aku bertanya kepada para penjaga dan bertanya kepada
Ki Wisuna.
Ni Udapraya mendapatkan denda 40000,
menghadap kepada Rêkyana Patih Mandana Sraya yang memerintah di Mêdhang
Kamulan, benar tidaknya Ni Wergul kemudian bertanya kepada Rêkyana
Patih.
/101/ ada kijang yang
menginjak anak Sang Pragul kemudian mati, para penjaga mengetahuinya,
Sang Kijang menyamgkal dan tidak mengetahui apa-apa katanya. Anak yang
mati tadi kemudian diiringi bunyi gamelan dan ucap Ki Manyura.
Ki Wara mendatangi sang kijang dan pergi membawa hewan. Ki Wergul dari perkara itu mendapatkan denda 40000.
Inilah Sang Kamala Jati, berada di
Nusakambangan mengetahui Negara Mêdhang Kamulan. Dimana Patih Mandana
Sraya yang berkuasa di jagat, Sang Ratu Jayakomala, nyata akan Negara
Mêdhang kamulan, ucapan Sang Ratu Penguasa Jawa merpakan perintah dan
harus dipatuhi, karena sabda Ratu adalah Wahyu Tuhan.
Inilah perintah Patih Mandana Sraya,
ucapannya sampai kepenjuru dunia, sang Prabu bagaikan hujan yang turun
ke bumi, bagaikan api yang menyala di dalam air, ketahuilah para umat
sekalian, hal yang pasti itu adalah yang berasal dari perintah Tuhan.
Yang tidak pernah akan berubah, itulah
ucap Rakyana Patih Mandana Sraya, Sang Ratu Nuswakambangan pergi dan
berujar kepada Rakyana Patih. /104/ Seperti pada
tanaman yang dimakan oleh burung, meskipun berkurang tetaplah pada
panennya, janganlah menuduh kepada yang belum ada buktinya, menjadu
jurang antara kaliyan para laki-laki dan perempuan, dan jangan berjalan
ketika malam hari datang.
Ki Carub bertanya Ki Banyu, kemudian Ki
Lulur, membicarakan matinya Ki Wulikan, anaknya Ki Kalubuh yang mati di
jalan di temukan orang banyak. Ada orang yang pulang menanyakan kepada
orang agung dimana orang agung semuanya, mendapatkan denda 40000.40000.
sama halnya dengan yang perempuan, para pembantu berbicara kepada
Rêkyana patih dan semuanya tertunduk dan diam.
Inilah perkara Ki Tunggakwaré dan Ki Juraganlun adil /105/
Ki Tunggakwaré kehilangan barang dan diselesaikan dengan clurit,
apabila kecurian dan ia mempunyai anak perempuan bernama Ni Ésih dan Ni
Sari. Dilamar oleh Ki Yungan dan ditanyai oleh Ki Alun saudaranya, seisi
rumahnya habis, Ki Alun pergi menghadap Gusti apatih dan melaporkan ia
kehilangan, maka apabila mempunyai anak yang telah dilamar oleh Ki Uga
dikenakan denda 40000. 4000.
Ki Udang putrinya pulang dan menangis /106/
dan ditanyai kepada Ni Rondho dari Rêkyana patih, dan disaksikan oleh
para pembantu sekalian, bertanya Ni Rondho. Malah semakin menangis, Ki
Udang bertanya lagi, maka putri itu ingin menemui ibunya namun Ki Udang
tidak memperbolehkannya, maka didenda 40000, pajaknya 2000. Disebut bara-bara tan oléh lara amréréni.
Patih Mandana Sraya berbicara kepada Patih Kêrtabasa dan disaksikan mantri semuanya, bagaikan pepatah sêmbada gêlap tanpa udan, sagara ngawang, gêni murub ing papadhang, ujarnya dalam subasita, selalu waspadalah kepada keburukan karena akan mendapatkan apa yang yang menjadi balasannya nanti.
Inilah perkara yang mendapat denda 40000.
Apabila pencuri membawa barangya dan dititipkan kepada orang lain dan
masih saudara, saudaranya menerima denda 4000. Semuanya berupa uang
12000. Saudaranya dan pencurinya 24000. Dan ada lagi /108/ apabila yang mengaku kehilangan maka terdenda 24000. Dan pencurinya 12000. Inilah astacorah delapan
perkara banyaknya, terapkanlah pada pencuri lagi, dan tingkah pencuri
itu sangatlah buruk, Jaka Makah memergoki pencuri, dan akan dibunuh,
anak istrinya berada di dalam. Ujar Ratu apabila mempunyai hutang maka
lunasilah, apabila perempuan enam ribu, apabila laki-laki empat ribu.
Inilah aturan denda pencuri mendapatkan pajak 10000, apabila tidak mengganti barang yang rusak maka terkena denda 10000.
Inilah peraturan orang yang menghiraukan perintah Sang Prabu, apabila salah dalam bertindak maka terkena dosa, dan didendalah.
Inilah tingkah /109/
pencuri, bersembunyi di dalam rumah dan hendak membunuh, maka dendanya
8000, apabila merusak pagar 2000, mendapat denda 4000. Mendapat pajak
besarnya 1000. Mengambil dari ruma, itulah pemutus perkara pencuri
mendapat pajak 8000.8000. apabila perempuan mencuri maka didenda 4000.
Apabila mengambil keris dan kemudian membunuh maka terdenda 8000. Keris
itu kemudian disimpan. Apabila dititipkan terkena denda 2000, harga kuda
10000. Apabila kuda yang dikurung dan dicuri oleh perempuan itu terkena
denda 4000. Apabila sapi yang dicuri dendanya 6000, harga satu sapi
3000.
Ada orang yang berhutang banyak kepada
anaknya, salah satu orang tuanya mati, ada yang kemudian menagih hutang
kepada salah satu orang tuanya dan tidak menunggu anaknya datang.
Ada orang yang berhutang anaknya tidak engetahuinya, dari orang tuanya itu maka orang tuanya yang wajib melunasinya.
Ada orang tua terkena perkara karena
hutangya, perkara itu kemudian diserahkan kepada anak laki-laki
satu-satunya, apabila mempunyai anak perempuan maka dibagilah kepada
anak istrinya dua bagian kepada Sang Prabu.
Inilah perkara orang yang mempunyai anak seorang pencuri, apabila ingin ditebus maka diterapkan padanya denda itu /111/ dan berdosa namanya.
Inilah perkara berhutang, saksi yang
mempunyai bukti apabila perempuan mendapatkan, apabila laki-laki
dendanya diterapkan dari bapak ke anaknya,.
Ada seorang istri yang pergi dari
bapaknya, dan mendatangi laki-laki lain, dan menjual harta laki-laki
itu, maka bapaknya wajib menebus.
Ada orang yang terdenda oleh saudaranya
karena air, apabila hutang yang ada padanya tidak dilunasi juga maka
sama dengan mencuri juga.
Ada orang yang berani pergi ke luar negaranya dan tidak kembali lagi.
Ada orang yang berani tidak melunasi hutangnya dan kemudian pergi maka menjadi orang yang dicari.
Apabila ada orang yang menagih hutang
kepada anaknya, dan tidak menemukan akhirnya meminta kepada istrinya.
Ada orang yang lebih memberatkan melunasi hutang /112/ maka lebih baik adanya.
Ada orang yang melunasi hutang sebelum ditagih, hutangya sudah terlewat sampai tujuh tahun, disebut kapêrmanan.
Ada saksi yang berada menjadi saksi, apabila tidak ditagih dalam beberapa tahun kadasa warsa namanya.
Ada orang yang berhutang kepada istrinya
sendiri, terbukti kemudian istrinya mati maka laki-laki itu juga harus
menagihnya disebut pancacandra namanya.
Ada orang yang menitipkan barang dinamakan pancasadarané, kepada orang yang dicurigai menjual barang itu maka tagihlah kepada yang dititipi.
Ada orang yang berhutang, kemudian ditagih lama menagihnya kepada sang istri, kepada anak tanpa dilunasi hutangya /113/ maka ketahuilah tetap harus ditagih.
Ada orang yang berhutang dan kemudian bisa dilunasi dengan kerbau, sapi, kambing, maka dapat lunaslah hutangnya.
Ada oarang yang mengambil milik orang
lain, terbukti dengan tidak dilunasi hutangnya selama tujuh tahun
lamanya, tidak dipaksa untuk melunasinya maka tetap harus dilunasi
hutang itu.
Ada orang yang berujar amal perbuatan
bisa hilang apabila pagar kebaikannya roboh, apabila laki-laki maka
terapkanlah pada hukum Allah /114/ seperti pada hukum
Burhan, amal yang ghaib akan didapatkan apabila Hukum Burhan dapat
diketahui, mengambil dari Kitab Rohkhullah, seperti ujar laki-laki ang
tidak mau berbuat keburukan, maka dengarkanlah bahwa hukum burhan dan
ujar itu. Akan ada orang yang tidak terima dengan ujar kebenaran, inilah
ujar yang mengambil dari kitab bayad fakawi.
Bismilahirahmanirakhim
Allahumma rukughu, risikughu, wa ismaghu, ngalaèka wa barkatu warahmatu, birahmatika yamarkhamarakhimin .
Inilah /115/ doa sakêthi.
Allahuma rukughu, risikughu wa ijra ilaya jabana ila. donga salêksa.
Inilah peringatan nafsu luamah, berawal pada mulut, sampai ke usus, kendaraannya gajah, tandanya empat malaikat.
Nafsu amarah, berawal pada telinga, sampai pada paru , kendaraannya mata, tandanya api neraka.
Nafsu supiyah, berawal di mata, sampai pada hati, tandanya mandhala giri, kendaraannya naga.
Nafsu mutmainah, berawal pada hidung, sampai ke jantung, tandanya putih, kendaraannya perasaan ingin tau dan marah.
Tanda tamatnya penulisan, hari Kami Pon tanggal sembilan, bulan Sêla tahun Èhé wukunya Kuruwêlut , angka tahun. 1612. Tamat. @@@
0 comments:
Posting Komentar