Istilah ini pertama kali muncul berdasarkan hadis Nabi tentang Iftiraq (perpecahan umat) :
Umatku ini akan terpecah-belah menjadi tujuh puluh tiga kelompok,
semuanya akan masuk neraka kecuali satu saja. Para sahabat bertanya :
Siapa mereka itu wahai Rasulullah ? Nabi Shallallahu alaihi wa sallam
menjawab : Mereka itu yang mengikuti sunnahku dan jamaah para sahabatku
pada hari ini [HR Tirmidzi dan Ath-Thabrani]
Ahlus Sunnah = mengikuti sunnah Nabi
Wal Jamaah = dan jamaah para sahabat, serta selalu bersatu dalam jamaah kaum muslimin.
Bani Umayah pernah mengklaim sebagai Ahlus Sunnah Wal Jamaah untuk
propaganda kekuasaannya, karena kenyataannya mayoritas kaum muslimin
bersatu dibawah kepemimpinan khalifah dari kalangan mereka. Propaganda
itu untuk menyudutkan kelompok-kelompok yang menentang dan memberontak
terhadap Khalifah, yaitu kelompok Syiah dan Khawarij.
Istilah Ahlus Sunnah Wal Jamaah kemudian dipopulerkan oleh Imam Abu Hasan Asyari
(260 H - 326 H) untuk memberi identitas kepada para pengikut theologi
Asyariyah. Istilah itu untuk membedakan dengan kelompok Mutazilah dan
berbagai aliran theologi sesat lainnya : Jabariyah, Qadariyah, Jahmiyah,
Musyabibah, Mujasimah, Muatilah.
Pada perkembangan selanjutnya, Ahlus Sunnah Wal Jamah dikodifikasikan dengan lebih jelas oleh Imam Abdul Qahir bin Thahir al-Baghdadi (wafat 429 H) dalam bukunya Al Farq Bain Al Firaq (perbedaan diantara aliran-aliran), beliau merumuskan ada delapan kelompok yang termasuk golongan Ahlus Sunnah Waljamaah yaitu:
1. Mutakallimin (ulama kalam/theologi) yaitu orang yang memahami
secara pas masalah-masalah keesaan Tuhan, kenabian, hukum- hukum, janji
dan ancaman, pahala dan ganjaran, syarat ijtihad, Imamah, dan pimpinan
ummat, dengan mengikuti metodologi aliran as-Shifatiah (menetapkan
sifat-sifat Tuhan) yang tidak terseret ke dalam faham antropomorfis
(tasybih) dan tathil (meniaakan sifat2 Allah) serta bidah kaum Syiah,
Khawarij dan sederet golongan bidah lainnya.
2. Fuqaha (ulama fiqih) yaitu para Imam Mazhab Fiqh, baik dari ahlur
rayi maupun ahlul Hadits, yang menganut aliran al-Shifatiah (menerima
sifat2 Allah) dalam masalah teologi menyangkut Tuhan dan sifat-sifat
yang azali, membersihkan diri dari faham Qadariah dan Mutazilah.
Menetapkan adanya ruyah (melihat Tuhan di hari kemudian), kebangkitan,
pertanyaan kubur, telaga, jembatan, syafaat dan pengampunan dosa selain
syirik serta menetapkan kekekalan nikmat bagi ahli sorga dan kekelan
siksa terhadap orang-orang kafir dalam neraka. Disamping itu, ia
mengakui kekhalifaan Abu Bakar, Umar, Usman dan Ali, dan tetap
menghormati Salaf, menetapkan wajibnya shalat Jumat di belakang para
Imam yang tidak terkena bidah dan wajibnya menetapkan hukum dari Quran,
hadits dan Ijma. Dan mengatakan sahnya menyapu dua khuf (sejenis
sepatu), jatuhnya
thalaq tiga, mengharamkan mut=92ah, dan memandang wajib mentaati seorang pemimpin selama bukan maksiat.
3. Muhaditsin (ulama hadis) yaitu mereka yang ahli dalam melacak
jalur-jalur Hadits dan Atsar dari Nabi, mampu membedakan antara yang
shahih dan tidak, menguasai al-Jahr wat-Tadil (sebab-sebab kebaikan dan
kelemahan seorang perawi Hadits) dan tidak terlibat dalam perilaku bidah
yang sesat.
4. Ahlul Lughot (ulama bahasa Arab) yaitu mereka yang ahli di bidang
kesusasteraan, Nahwu Sharaf, dan mengikuti jejak pakar bahasa semisal
al-Khalil, Abu Amr bin Al Ala, Sibawaihi, al-Farra, al-Akhfasy,
al-Ashmai, al-Muzany, Abu Ubaid dan sederet tokoh-tokoh lainnya dari
Kufah dan Bashrah, yang tidak tercampur ilmunya dengan bidah kaum
Qadariah atau Rafidah atau Khawarij.
5. Mufassirin (ulama tafsir) yaitu mereka yang mengetahui aneka ragam
qiraat Quran dan orientasi penafsirannya dan penawilannya sesuai dengan
aliran Ahlussunnah waljamaah tanpa terpengaruh kepada penawilan para
pengikut hawa nafsu yang sesat.
6. Mutasawwifin (ulama tasawuf) yaitu para Zuhad Sufi yang giat beramal
dengan tulus ikhlas dan menyadari sepenuhnya bahwasanya baik
pendengaran, penglihatan dan hati semuanya dipertanggungjawabkan di
depan sang Khaliq yang takkan bisa lalai sebiji atom pun dari
pandangannya. Olehnya itu, mereka giat beramal tanpa banyak bicara,
konsisten dalam ketauhidan, menafikan tasybih serta menyerahkan diri
sepenuhnya kepada Tuhan.
7. Mujahidin yaitu mereka yang bertempat di pos-pos pertahanan kaum
Muslimin untuk menjaga kemanan negara dari serangan musuh, menjaga
kehormatan ummat Islam baik materil maupun moril dengan berupaya
menumbuhkan di pos-pos pertahanan mereka aliran Ahlussunnah waljamaah.
8. Semua orang di semua negara yang di dalamnya dikuasai oleh syiar
Ahlussunnah waljamaah dan yang mengikuti ketujuh kelompok diatas.
Selanjutnya Imam Abdul Qahir bin Thahir al-Baghdadi (wafat 429 H) dalam bukunya yang sama Al Farq Bain Al Firaq pada bab lima merumuskan 15 arkanul din (rukun/ pokok agama) bagi Ahlus Sunnah Wal Jamaah, yaitu
dasar-dasar atau ushulnya ialah:
1. Rukun Yang Pertama,
Yang disepakati dikalangan mereka rukun pertamanya mengithbatkan
hakikat-hakikat dan ilmu-ilmu yang mereka ijmakan tetapnya ilmu-ilmu itu
dengan makna-makna yang ada pada para ulama dan dianggap sesat mereka
yang menafikan ilmu dan lain-lain sifat (arad) seperti yang berlaku pada
golongan Sophists (ini boleh terkena pada pemikiran pascamodernisme)
yang menafikan ilmu dan hakikat-hakikat benda-benda yang ada. Demikian
pula sesatnya mereka yang menganggap semua pegangan dan kepercayaan
sebagai sah walau pun yang saling berlawanan dan bercanggahan.
Ulama ahli Sunnah membahagikan ilmu manusia kepada yang bersifat
badihiah, yang hissi, dan istidlali - mereka yang menafikan ilmu yang
bersifat badihi dan hissi - melalui pengamatan pancaindera - sebagai
golongan degil.
Mereka yang menafikan ilmu dari tilikan akal (al-nazar) dan istidlali
(dengan mengambil dalil pemikiran) , kalau ianya seperti golongan
Sumniyah yang mengingkari penilikan akal dalam ilmu akliah ia kafir
mulhid, seperti golongan dahriah atau materialist, yang berpegang kepada
sediakalanya alam, penafian adanya Tuhan Pencipta alam, berserta dengan
fahaman membatalkan semua agama-agama (dan ini juga menyentuh pemikiran
pascamodernisme sekarang).
Kalau orang demikian berpegang kepada tilikan akal dalam ilmu akliah dan
menolak kias dalam cawangan hukum Syara seperti mazhab Zahiriah, itu
tidak membawa kepada kekufuran.
Ahlis-Sunnah mengajarkan pancaindera yang mengesani perkara-perkara
zahir yang boleh dikesani olehnya (al-mahsusat) ialah pemandangan mata
bagi mengesani apa yang boleh dilihat, perasa yang mengesani seperti
rasa makanan, penciuman bagi mengesani bau, sentuhan bagi mengesani
panas dan sejuk, basah dan kering, sifat lembut dan kasar.
Ahlis-Sunnah mengajarkan apa-apa yang dicapai melalui pancaindera ini
berupa sebagai makna-makna (al-maani) yang berdiri dengan alat-alat
pancaindera itu. (Ilmu yang berpunca daripada pengesanan melalui
pancaindera dan tilikan akal boleh diperpanjangkan dengan perlaksanaan
kaedah saintifik, penyelidikan, dan pemikiran serta rumusan ilmu
pengetahuan dan alat-alat kelengkapan yang diperlukan zaman sekarang
sampailah kepada ICT dan seterusnya).
Mereka mengajarkan bahawa khabar berita yang mutawatir - yang sampai
melalui punca yang terlalu banyak yang tidak memungkinkan salahnya -
adalah jalan ilmu yang daruri - tidak boleh tidak - yang sah bila cukup
syarat-syaratnya pada mereka. Termasuk ke dalam contoh ini ialah
pengetahun kita tentang para nabi dan raja-raja sebelum kita dalam
sejarah. Adapun sahnya penegasan tentang pangkat kenabian para anbiya
itu maka itu sah melalui hujah-hujah nazariah atau tilikan akal. Maka
dikirakan kafir mereka yang mengingkari ilmu dari kaedah atau jalan
riwayat mutawatir.
Mereka memperincikan ciri-ciri riwayat yang mutawatir, yang mustafid,
dan yang bersifat ahad, yang terakhir dengan periwayat seorang atau
terlalu sedikit.
Berita ahad pada Ahlis-Sunnah bila sahih sandarannya dan matannya tidak
mustahil pada akal, maka mesti diamalkan ajarannya. Dengan kaedah ini
para ulama fiqh mensabitkan kebanyakan hukum Syariat dalam ibadat,
muamalat, dan lain-lain bab haram dan halal.
Mereka menganggap sesat golongan-golongan yang menggugurkan wajib
beramal dengan riwayat ahad seperti golongan Syiah Rafidah, Khawarij,
dan lain-lain golongan yang mengikut hawa nafsu mereka.
Khabar mustafid adalah ditengah-tengah antara mutawatir dan ahad - mesti
berilmu dengannya dan mesti beramal dengannya. Termasuk di bawah kaedah
ini ialah ilmu tentang beberapa majizat Nabi s.a.w. seperti terbelah
bulan, bertasbihnya anak batu, meratapnya pelepah tamar, cukupnya
makanan sedikit bagi orang ramai dan seterusnya.
Khabar mustafid banyak terdapat dalam hukum Syara seperti nisab zakat,
had khamar, ilmu tentang menyapu dua kasut panjang, hukum rejam, dan
yang sepertinya yang disepakati ulama fiqh tentang penerimaan
terhadapnya; dianggap sesat mereka yang menyalahi mereka dalam hal ini
seperti golongan Khawarij, yang mengingkari rejam.
Dan dikirakan kafir mereka yang mengingkari ruya atau memandang Allah di Syurga, Kolam nabi di akhirat, syafaah dan azab kubur.
Sabitnya Quran, zahirnya, dan mujizatnya yang menyebabkan ianya tidak
boleh ditentang itu melalui riwayat mutawatir yang menjadikannya ilmu
daruri.
Ahlis-Sunnah bersepakat bahawa Allah mentaklifkan para hambaNya mencapai
marifat terhadapNya, dan mereka diwajibkan tentangnya, juga mereka
disuruh bermarifat dalam hubungan dengan RasulNya, dan KitabNya, serta
beramal dengan apa yang ditunjukkan oleh Kitab dan Sunnah nabiNya.
Dianggap kafir mereka yang menegaskan bahawa Allah tidak menyuruh
marifat seseorang itu, seperti yang diperpegangi oleh Thumamah, dan
al-Jahiz, dan segolongan daripada Syiah Rafidah.
Mereka bersepakat bahawa usul Hukum Syariat ialah Quran, Sunnah, dan
Ijma golongan Salaf. Mereka anggap kafir pihak yang menegaskan - seperti
golongan Syiah Rafidah - bahawa tidak ada hujah sekarang ini pada Quran
dan Sunnah kerana pada dakwaan mereka para Sahabat telah mengubah
sebahagian dari Quran itu dan melakukan tahrif pada setengah
daripadanya.
Mereka anggap kafir golongan Khawarij yang menolak semua hadith-hadith
Sunan yang dinukilkan oleh para periwayatnya oleh kerana mereka
mengatakan para penukil hadith itu - termasuk Sahabat - menjadi kafir.
Mereka menganggap kafir al-Nazzam yang menolak hujah ijma dan hujah
mutawatir, dan yang berpegang kepada harus berlakunya persepakatan umat
Islam atas kesesatan dan kemungkinan berlaku pembohongan di kalangan
mereka yang terlibat dalam riwayat yang mutawatir.
2. Rukun Yang Kedua.
Tentang baharunya alam ini, yang mereka sepakati ialah alam itu ialah
sekelian yang selain dari Allah. Maka sekelian yang lain dari Allah dan
sifat-sifatNya yang azali adalah makhluk yang diciptakanNya. Pencipta
alam bukan makhluk, bukan dicipta, bukan dari jenis alam, bukan dari
jenis sesuatu bahagian atau juzu alam. Mereka bersepakat alam ini
terdiri dari zat dan sifat (jauhar dan arad).
Mereka mengajarkan tiap jauhar - iaitu atom - tidak boleh dibahagi
(Sekarang ini ianya boleh dibahagi- proton, neutron, dan sebagainya,
dengan entiti-entiti baharu seperti quarks dan seterusnya dalam fizik
quantum).
Mereka mengajarkan adanya para malaikat, jin, dan syaitan-syaitan
daripada makhluk-makhluk dalam alam. Mereka aggapkan kafir mereka yang
mengingkari ini semua seperti golongan ahli falsafah dan puak Batiniah.
Mereka menganggapkan sesat golongan yang mengajarkan fahaman serba-dua
(al-thanawiyah) iaitu jisim terdiri daripada nur atau cahaya, dan zulmah
atau kegelapan; yang baik daripada nur, yang jahat daripada zulmah.
Mereka bersepakat tentang baharunya arad pada semua jisim-jisim, dan
mereka menganggap tiap-tiap arad itu baharu pada tempatnya arad itu
tidak berdiri sendirinya.
Ahlis-Sunnah bersepakat tentang fananya seluruh alam ini dan mereka
mengajarkan kekalnya syurga dan neraka, syurga dengan nimatnya dan
neraka dengan azabnya melalui jalan Syara.
Mereka menganggap kafir golongan Jahmiah yang mengajarkan syurga dan neraka itu binasa.
Mereka menganggap kafir Abul-Hudhail yang berpendapat akan terputusnya nimat syurga dan azab neraka;
3. Rukun Yang Ketiga
Berkenaan Dengan Pencipta Alam, semua peristiwa yang berlaku mesti ada
yang melakukannya dan yang menjadikannya. Ahlis-Sunnah menganggap kafir
Thumamah dan pengikutnya dari golongan Qadariah yang mengajarkan bahawa
perbuatan-perbuatan itu timbul sendiri - al-mutawallidah - tanpa
pembuatnya. Mereka mengajarkan Pencipta alam hanya menjadikan jisim-jism
dan arad sahaja, bukan perbuatan-perbuatan.
Mereka menganggap kafir Mamar dan para pengikutnya dari golongan
Qadariah yang mengajarkan Allah tidak menciptakan sesuatupun daripada
arad-arad yakni sifat-sifat yang ada pada jisim-jisim. Ia hanya
menjadikan jisim-jisim sahaja. Jisim-jisimlah yang menjadikan arad-arad
sendirinya.
Golongan pelampau atau ghulat dari kalangan Syiah Rafidah mengajarkan
bahawa Ali adalah jauhar makhluk, yang baharu dijadikan, kemudian ia
menjadi Tuhan Pencipta Alam dengan meresap masuk - hulul - roh Tuhan ke
dalamnya. Mereka ini mengajarkan Tuhan tidak ada kesudahan dan hadNya.
Hasyim bin Hakam al-Rafidi mengajarkan Tuhan yang disembahnya tujuh jengkal dengan jengkalnya sendiri.
Ahlis-Sunnah mengajarkan mustahil Tuhan itu ada rupa bentuk dan anggota,
khilaf bagi golongan ghulat Rafidah dan para pengikut Daud al-Hawari
yang mengajarkan bahawa Tuhan ada, mempunyai rupa bentuk seperti rupa
manusia.
Ahlis-Sunnah bersepakat mengajarkan bahawa Tuhan tidak dikandung ruang
atau tempat, dan tidak berlalu atasNya perjalanan masa; ini berlawanan
dengan pegangan kaum Syihamiyah dan Karramiyah yang mengajarkan bahawa
Tuhan bersentuh dengan Arasy.
Dinukilkan oleh Ahlis-Sunnah bahawa baginda Ali rd menyataan bahawa
Allah menjadikan Arasy bagi menzahirkan QudratNya, bukan bagi menjadi
tempat untuk ZatNya (izharan li-Qudratihi la makanan li Dhatihi).
Katanya lagi: Telah ada Ia dan tiada tempat (bagiNya), dan Ia sekarang
sebagaimana telah adaNya dahulu.
Ahlis-Sunnah menafikan adanya kecelaan, kesahan, dan kesakitan pada
Tuhan. Mereka menafikan gerak dan diam padaNya. Ini berlawanan dengan
Syiah Rafidah yang mengajarkan bahawa tempatNya baharu menjadi daripada
gerakNya.
Ahlis-Sunnah bersepakat bahawa Allah Maha Kaya tidak memerlukan
pertolongan makhlukNya, dan Ia tidak mendapat manafaat daripada
makhlukNya untuk DiriNya, dan Ia tidak menolak kemudaratan dariNya
melalui makhlukNya. Ini berlawanan dengan dakwaan para Majusi yang
mengajarkan bahawa Allah menjadikan para malaikat untuk menolak
kesakitan daripada Syaitan terhadapNya.
Ahlis-Sunnah bersepakat bahawa Pencipta Alam adalah Esa. Ini berlawanan
dengan Majusi yang mengajarkan ada dua yang kadim, iaitu Nur dan Zulmah.
Ini juga berlawanan dengan Rafidah yang mengajarkan bahawa Allah
menyerahkan tadbiran alam kepada Ali, ialah Pencipta Yang Kedua
(al-Khaliq al-Thani).
4. Rukun Yang Keempat
Berkenaan Dengan Sifat-Sifat Allah: IlmuNya, QudratNya, HayatNya,
IradatNya, SamaNya, BasarNya, dan KalamNya, yang semuanya Sifat-Sifat
Yang Azali dan Kekal.
Mutazilah menafikan semua Sifat-Sifat Azali bagi Allah: mereka
mengajarkan tidak ada bagi Allah sifat Qudrat, Ilmu, Hayat, Basar, dan
tidak ada PencapaianNya bagi semua yang boleh didengar.Mereka
mensabitkan bagiNya kalam yang baharu.
Kata Ahlis-Sunnah: menafikan sifat bermakna menafikan apa yang
disifatkan, sebagaimana menafikan perbuatan bermakna menafikan pembuat.
Ahlis-Sunnah bersepakat Kuasa Allah berlaku atas semua yang ditakdirkan,
dengan QudratNya yang satu. Dengan Qudrat yang satu berlaku semua yang
ditakdirkan.
Ahlis-Sunnah bersepakat bahawa Ilmu Allah adalah satu dengan Ilmu itulah
Ia mengetahui semua maklumat secara terperinci tanpa pancaindera, cara
badihiah, dan mengambil dalil.
Kaum Rafidah di kalangan Syiah mengajarkan Allah tidak mengetahui sesuatu sebelum jadinya.
Ahlis-Sunnah bersepakat bahawa Sifat Basar dan Sama Allah meliputi semua
yang boleh dilihat dan didengar dan Allah berterusan melihat DiriNya
dan Mendengar KalamNya.
Ahlis-Sunnah bersepakat bahawa Allah boleh dilihat oleh orang mukmin di
akhirat. Mereka berpendapat harus melihatNya dalam tiap-tiap hal dan
bagi tiap-tiap yang hidup melalui jalan akal. Dari mereka mengajarkan
wajib orang mumin melihatnya secara khusus di akhirat melalui jalan
khabar dalam nas. Ini berlawanan dengan pendapat Qadariah dan Jahmiyah
yang mengajarkan mustahil Ianya boleh dilihat.
Ahlis-Sunnah bersepakat bahawa Kehendak Allah - Iradat dan MasyiahNya - tertakluk atas segala perkara.
Mereka mengajarkan bahawa tidak ada yang berlaku dalam alam melainkan
dengan KehendakNya, apa yang dikehendakiNya jadi, apa yang tidak
dikehendakiNya, tidak menjadi.
Golongan Qadariah Basrah berpendapat ada Allah kehendaki apa yang tidak
menjadi, dan ada yang menjadi apa yang tidak dikehendakiNya.
Ahlis-Sunnah bersepakat Hayat Tuhan tanpa roh dan makanan; dan semua
arwah adalah makhluk. Ini berlawanan dengan Nasrani yang mendakwa
sediakalanya bapa, anak dan roh (dalam tiga oknum mereka).
Mereka bersepakat bahawa kalamullah adalah SifatNya yang azali, dan itu bukan makhluk, bukan baharu.
5. Rukun Yang Kelima
Berkenaan Dengan Nama-Nama Allah, Nama-Nama Allah pada Ahlis-Sunnah
adalah perkara tauqif, iaitu samaada ianya diambil daripada al-Quran
atau Sunnah yang sahih atau ijma umat tentangnya; tidak dibolehkan qias
tentangnya.
Berlawanan dengan pihak seperti Mutazilah Basrah yang membolehkan qias.
Al-JubbaI misalnya menyesatkan bila ia memberi nama Muti (yang taat)
kepada Allah melalui jalan qias kerana katanya Allah memberi kehendak
hambaNya.
Ahlis-Sunnah mengajarkan tentang adanya Sunnah yang menyebut nama Tuhyan
sebanyak sembilan puluh sembilan, dan sesiapa yang membilang-bilangnya
masuk syurga. Maksudnya bukan hanya menyebut dan membilang tetapi
mempunyai ilmu tentangnya dan beriktikad tentang makna-maknanya.
Ahlis-Sunnah mengajarkan bahawa Nama-Nama Tuhan ada tiga bahagian:
sebahagian yang menunjukkan ZatNya, seperti al-Wahid (Yang Esa),
al-Ghani (Yang Maha Kaya), al-Awwal (Yang Kadim tanpa permulaan),
al-Akhir (Yang Kekal tanpa kesudahan), al-Jalil (Yang Maha Hebat),
al-Jamil (Yang Maha Indah), dan lain-lain yang Ia berhak bersifat
dengannya.
Sebahagian lagi yang memaksudkan Sifat-SifatNya yang azali yang
bersekali dengan ZatNya seperti al-Hayy (Yang Maha Hidup), al-Qadir
(Yang Maha Berkuasa), al-Alim (YangMaha Mengetahui), al-Murid (Yang Maha
Berkehendak), as-Sami (Yang Maha Mendengar), al-Basir (Yang Maha
Melihat), dan lain-lain Nama daripada Sifat-Sifat Yang berdiri dengan
ZatNya.
Sebahagian lagi Nama-Nama yang timbul daripada perbuatan-perbuatanNya
seperti al-Khaliq (Yang menjadikan alam), ar-Razig (Yang Maha Mengurnia
rezeki), al-Adil (Yang Maha Adil), dan yang sepertinya.
Bagi golongan pascamodernis yang menolah naratif agung- akidah seperti
ini dalam agama - dan golongan materialis, ini semua tertolak sebagai
bahan-bahan tanpa makna yang tidak perlu diambil kira. Ini perlu diberi
respons dan perlu dihadapi dengan berkesan).
6. Rukun Yang Keenam.
Tentang Keadilan Ilahi dan Hikmat KebijaksanaanNya. Mereka mengajarkan
bahawa Allah menjadikan jisim-jisim dan arad-arad yang baiknya dan yang
buruknya semua sekali (kalau sekarang boleh dikatakan Ia menjadikan
semua atom-atom, neutron-neutron, proton, elektron, quark-quark, serta
lain-lainnya seperti yang ada ini semua, samaada dalam bentuk gelombang
atau zarrah, dengan sifat-sifatnya semua sekali).
Bahawa Allah menjadikan usaha para hambaNya, tidak ada yang
menjadikannya selain daripada Allah. Ini berlawanan dengan golongan
Qadariah yang menegaskan Allah tidak menjadikan sesuatupun daripada
usaha para hambaNya, dan berlawanan dengan golongan Jahmiyah yang
mengajarkan bahawa hamba tidak melakukan usaha dan tidak berkuasa atas
usaha mereka.
Pada Ahlis-Sunnah sesiapa yang berpegang kepada ajaran bahawa para hamba
menjadikan usaha mereka, ia Qadariyah, syirik dengan Tuhannya, kerana
mendakwa para hamba menjadikan seperti Tuhan mennjadikan arad-arad
seperti gerak-gerak dan diam dalam ilmu dan iradat, kata-kata dan suara.
Dan - mereka mengajarkan - sesiapa yang menegaskan bahawa hamba tidak
ada upaya untuk berusaha, ia tidak melakukan amal, serta tidak melakukan
usaha, maka ia Jabariyah. Sesiapa yang berpegang kepada ajaran bahawa
hamba berusaha bagi amalnya dan Allah pencipta usahanya, maka ia
Ahlis-Sunnah.
Ahlis-Sunnah mengajarkan bahawa hidayah adalah dari Allah dari dua segi:
iaitu segi menerangkan yang benar dan menyeru kepadanya, serta
membentangkan hujah-hujah dan dalil untuknya. Dari segi in maka sah
dinisbahkan hidayah kepada para Rasul a.s.s dan daI kepada agama Allah
kerana mereka memberi panduan yang benar kepada Allah. Ini penafsiran
terhadap ayat yang bermaksud Sesungguhnya tuan hamba menyeru kepada
Jalan Yang Lurus (Surah al-Shura: ayat 52).
Segi keduanya: hidayah pertunjuk Allah terhadap para hambaNya dalam erti
menjadikan bimbingan hidayat dalam hati para hamba sebagaimana yang ada
dalam ayat yang bermaksud Maka sesiapa yang Allah kehendaki untuk
memberi hidayat kepadanya, ia membukakan dadanya bagi menerima agama
Islam, dan sesiapa yang Ia kehendaki supaya dibiarkan dalam kesesatan Ia
menjadikan dadanya sempit (Surah al-Anam: ayat 126). Hidayat dalam
aspek ini hanya Allah sahaja yang berkuasa melakukannya.
Ahlis-Sunnah mengajarkan bahawa sesiapa yang mati maka itu kerana ajalnya, dan Allah Maha Kuasa untuk memanjangkan umurnya.
Ahlis-Sunnah mengajar tentang rezeki iaitu sesiapa yang makan atau
meminum sesuatu itu rezekinya, samaada halal atau haram, itu berlawanan
dengan golongan Qadariah yang menegaskan bahawa manusia kadang-kadang
makan apa yang bukan rezeki baginya.
7. Rukun Yang Ketujuh
Berkenaan Dengan Kenabian dan Kerasulan.. Mereka mengajarkan hakikat
adanya kenabian dan kerasulan serta mereka menegaskan kebenaran adanya
para Rasul a.s.s yang diutuskan Allah kepada para hambaNya. Ini
berlawanan dengan ajaran Brahminisme (juga golongan materialis dan
pascamodernis) yang menafikan itu walaupun mereka percaya kepada Tuhan
Yang menjadikan alam.
Ahlis-Sunnah membezakan antara Rasul dan Nabi. Nabi ialah setiap orang
yang turun wahyu kepadanya dari Allah melalui malaikat dan ia
diperkuatkan dengan mujizat-mujizat yang menyalahi adat. Rasul ia
sesiapa yang bersifat dengan sifat-sifat tersebut serta dikhaskan
baginya syariat yang baharu, ataupun atau ia datang memansukhkan
sebahagian daripada syariat yang terdahulu daripadanya.
Ahlis-Sunnah menganggapkan kafir orang yang mengaku nabi samaada sebelum
Islam seperti Zardasyt, dan Mazdak dan sebagainya, dan yang selepas
Islam seperti Musailamah al-Kazzab, Sajah, dan seterusnya.
Ahlis-Sunnah menganggap kafir golongan yang menisbahkan kenabian bagi
imam-imam atau mengaku mereka itu Tuhan seperti golongan al-Bayaniah,
al-Mansuriah, al-Khattabiyah, dan yang menjalani perjalanan mereka.
(Termasuk ke dalam kategori ini golongan-golongan sesat yang mengaku
Tuhan dalam diri mereka, atau pemimpin mereka menerima wahyu daripada
Jibril, atau pemimpin mereka miraj, bersemayam atas Arasy dan
seterusnya, termasuk juga mereka yang mengaku adanya imam-imam maksum).
Mereka mengajarkan: para Nabi a.s.s lebih afdhal daripada para malaikat
yang berlawanan dengan pendapat al-Husain bin al-Fadl berserta dengan
kebanyakan daripada golongan Qadariah yang mengajarkan malaikat lebih
utama daripada para Rasul a.s.s.
Ahlis-Sunnah mengajarkan bahawa para Nabi lebih afdal daripada aulia,
ini berlawanan dengan mereka yang berpendapat para aulia lebih afdal
daripada anbia.
Mereka mengajarkan para nabi maksum iaitu bersih daripada dosa. Ini
berlawanan dengan pegangan golongan Hisyamiah daripada firkah Syiah
Rafidah yang berpegang kepada pendapat para nabi boleh berdosa tetapi
mereka mengajarkan bahawa para imam itu maksum bersih daripada dosa.
8. Rukun Yang Kelapan
Tentang Mujizat Dan Karamah. Mereka mengajarkan bahawa mujizat ialah
perkara zahir yang menyalahi adat timbul pada seseorang nabi dalam
menghadapi kaumnya dan kaumnya lemah untuk menghadapinya, dan ini
membenarkan dakwaannya sebagai nabi; maka wajib ditaati nabi yang
demikian.
Mereka mengajarkan harus zahirnya kekeramatan dari para aulia yang menunjukkan benarnya hal mereka itu.
Golongan Qadariah mengingkari adanya karmah aulia kerana mereka tidak
mendapati orang yang mempunyai karamah dalam golongan mereka.
Ahlis-Sunnah mengajarkan Quran ada mujizatnya dalam bentuk susunannya;
ini berlawanan dengan pendapat Qdariah, seperti an-Nazzam, yang
menyatakan bahawa tidak ada mujizat dalam susunan sistem al-Quran.
Mereka mengajarkan ada mujizat Nabi Muhammad s.a.w. dalam bentuk
terbelahnya bulan, bertasbihnya anak batu di tangannya, keluarnya air di
celah-celah jarinya, memadainya makanan sedikit untuk orang yang
sedemikian ramai, dan yang sepertinya. Golongan Qadariah seperti
al-Nazzam mengingkari yang demikian itu.
9. Rukun Kesembilan
Tentang Syariat Islam Dan Rukun-Rukunnya. Ahlis-Sunnah mengajarkan
bahawa Islam terdiri daripada lima rukun, iaitu syahadah, perlaksanaan
sembahyang lima waktu, pembayaran zakat, puasa Ramadhan, dan ibadat haji
ke Baitullahil-Haram.
Mereka mengajarkan sesiapa yang menggugurkan sesuatu rukun yang wajib
daripada yang lima ini dan mentakwilkannya seperti yang dilakukan oleh
golongan al-Mansuriah, dan al-Janahiah dari golongan ghulat Syiah
Rafidah, maka ia kafir. (Ini sama seperti setengah golongan sesat yang
menggugurkan wajib sembahyang kononnya kerana makam rohani yang tinggi
yang dicapai oleh mereka).
Mereka mengajarkan sembahyang lima waktu, dan mereka menganggap kafir
orang yang menggugurkan setengah daripadanya, seperti Musalamah
al-Kazzab yang menggugurkan wajibnya sembahyang Subuh dan Maghrib; ia
menggugurkannya itu sebagai mahar bagi perkahwinannya dengan isterinya
Sajah yang juga mengaku nabi; maka ia menjadi kafir mulhid. (Ini sama
dalam setengah perkara dengan golongan semasa yang mengajarkan
sembahyang itu bukan lima waktu, dan caranya bukan seperti yang biasa
diamalkan Ahlis-Sunnah, kerana golongan ini mahu berpegang kepada Quran
sahaja mengikut tafsiran sendiri bukannya mengikut sistem ilmu atau
epistemologi Sunni).
Ahlis-Sunnah mengajarkan wajib sembahyang Jumaat dan mereka menganggap
kafir golongan Khawarij dan Syiah Rafidah yang mengajarkan tidak ada
sembahyang Jumuat sehingga zahir imam mereka yang mereka sedang
nanti-nantikan. (Maka tidak benar ajaran yang membolehkan orang-orang
bersuluk tidak sembahyang Jumaat dengan alasan bersuluk, kerana
dikatakan penyakit hati yang memerlukan suluk lebih besar daripada
penyakit badaniah yang membolehkan orang mukallaf meninggalkan
sembahyang Jumaat).
Ahlis-Sunnah mewajibkan zakat emas dan perak, wang, lembu kerbau,
biji-bijian, makanan utama seperti tamar dan seterusnya, dan sesiapa
yang mengatakan tidak wajib zakat dalam perkara-perkara tersebut, ia
menjadi kafiir. Dijauhkan Allah.
Mereka mengajarkan wajib puasa pada bulan Ramadhan bila masuk bulan Ramadhan dengan ruyah.
Mereka anggapkan sesat Rafidah yang berpuasa sebelum kelihatan anak bulan sehari dan berbuka sehari sebelum dibolehkan berbuka.
Mereka mengajarkan wajib menunaikan haji sekali seumur hidup bila seseorang itu ada kemampuan melakukannya dan aman jalannya.
Mereka menganggap kafir golongan yang mengatakan tidak wajib ibadat haji
seperti golongan Batiniah. Tetapi mereka tidak menganggap kafir pihak
yang mengatakan umrah tidak wajib kerana ada khilaf antara imam-imam
tentang wajibnya.
Mereka mengajarkan syarat-syarat sah sembahyang yang terdiri daripada
menutup aurat, masuk waktunya, mengadap kiblat, setakat yang mungkin.
Sesiapa yang menggugurkan syarat-syarat ini atau sesuatu daripadanya walhal itu mungkin dilakukan maka ia kafir.
Mereka mengajarkan bahawa jihad menghadapi para seteru Islam adalah
wajib sehingga mereka tunduk dalam Islam, atau menunaikan jizyah.
Mereka mengajarkan harus berjual beli dan haram riba.
Mereka menganggap sesat golongan yang mengharuskan riba kesemuanya.
Mereka mengharuskan nikah dan mengharamkan zina; mereka menganggapkan
kafir golongan al-Mubadiyah dan al-Mahmarah dan al-Khurramiyah yang
mengharuskan zina. (Ini menyentuh golongan yang mengamalkan nikah batin
dalam kalangan golongan sesat yang mengajarkan ilmu hakikat).
Ahlis-Sunnah mengajarkan wajib dilaksanakan hukum-hukum had atas zina, perbuatan meminum arak, mencuri, dan menuduh zina.
Mereka anggap kafir golongan yang mengatakan tidak wajib had kerana
minum arak, dan hukum rejam kerana zina seperti golongan Khawarij.
Mereka mengajarkan bahawa punca-punca Syariah ialah al-Quran, Sunnah dan Ijma Salaf.
Mereka anggap kafir golongan Khawarij yang menolak hujah-hujah ijma dan
sunah-sunah, juga mereka anggap kafir golongan Syiah Rafidah yang
mengajarkan tidak ada hujah dalam semua perkara tersebut. Yang menjadi
hujah hanya ajaran imam ghaib yang mereka sedang nanti-nantikan.
10. Rukun Yang Kesepuluh
Tentang perintah dan larangan dalam Syara. Mereka mengajarkan bahawa
perbuatan orang-orang mukallaf terbahagi kepada lima bahagian, iaitu
yang wajib, haram, sunat, makruh, dan harus. (Diikuti dengan
definisi-definisinya).
11. Rukun Yang Kesebelas
Berkenaan Dengan Hilangnya Para hamba dan hukum mereka di Akhirat.
Mereka mengajarkan Allah berkuasa membinasakan seluruh alam dan
membinasakan setengah jisim dan mengekalkan yang lainnya.
Mereka mengajarkan bahawa Allah akan mengembalikan semula hayat manusia
dan makhluk-makhluk lainnya yang mati di dunia, ini berlawanan dengan
golongan yang mengatakan bahawa Allah menghidupkan semula manusia sahaja
tidak yang lain-lainnya.
Ahlis-Sunnah mengajarkan bahawa Syurga dan Neraka adalah makhluk yang
dijadikan, berlawanan dengan pendapat golongan yang mengatakan bahawa
kedua-duanyua bukan makhluk.
Ahlis-Sunnah mengajarkan bahawa nimat Syurga kekal dan azab Neraka kekal
atas ahli-ahlinya yang terdiri daripada mereka yang tidak membawa iman
dan yang munafik. Ini berlawanan dengan pegangan mereka yang mengatakan
bahawa Syurga dan Neraka tidak kekal, akan fana.
Ahlis-Sunnah mengajarkan yang kekal dalam neraka ialah mereka yang tidak
membawa iman, berlawanan dengan pendapat Khawarij dan Qadariah yang
mengajarkan kekal di dalamnya tiap-tiap orang yang masuk ke dalamnya.
Mereka mengajarkan golongan Qadariah dan Khawarij - yang telah dijelaskan sifat-sifatnya - kekal dalam Neraka. Dijauhkan Allah.
Mereka mengajarkan tetap ada soal dalam kubur dan ada fitnah dan azab di
dalamnya bagi mereka yang berkenaan. Mereka memutuskan bahawa mereka
yang mengingkari azab kubur akan diazabkan di dalamnya.
Mereka mengajarkan adanya Kolam Nabi, Sirat, dan Mizan.
Mereka mengajarkan adanya syafaat dari Nabi s.a.w. dan daripada mereka
yang salih dari umatnya bagi mereka yang berdosa di kalangan Muslimin
dan orang yang ada sebesar zarah iman dalam kalbunya. Mereka yang
mengingkari syafaat tidak akan mendapat syafaat.
12. Rukun Yang Kedua Belas
Berkenaan Dengan Khilafah dan Imamah. Imamah, atau khilafah wajib atas
umat Islam supaya pihaknya menjalankan hukum dan amanah-amanah, menjaga
dan menguatkan kubu-kubu pertahanan, serta menghantar tentera jihad,
membahagi-bahagikan fay - iaitu harta yang didapati bukan melalui
peperangan, dan menyelesaikan masalah penzaliman ke atas mereka yang
dizalimi.
Diikuti dengan syarat-syarat imamah: ilmu, keadilan, bangsa Quraisy.
13. Rukun Yang Ketiga Belas
Berkenaan dengan Iman, Islam. Mereka mengajarkan asal iman ialah
marifah, tasdiq (pembenaran) dengan hati. Mereka mengajarkan wajib taat
dalam perkara yang wajib dan sunat dalam perkara yang sunat.
Ahlis-Sunnah mengajarkan keimanan tidak hilang dengan berlakunya dosa,
tetapi hilang dengan berlakunya kekufuran. Dijauhkan Allah. Orang yang
berdosa dia mumin, bukan kafir, walaupun ia menjadi fasik kerana
dosanya.
Ahli Sunnah mengajarkan tidak halal membunuh orang mumin melainkan
kerana salah suatu daripada yang tiga: murtad, zina selepas kahwin, atau
hukum qisas kerana orang itu membunuh orang.
Ini berlawanan dengan golongan Khawarij yang mengharuskan bunuh tiap-tiap orang yang melakukan maksiat.
14. Rukun Yang Keempat Belas
Berkenaan Dengan Para Wali dan Imam-Imam. Ahlis-Sunnah mengajarkan para
malaikat maksum daripada semua dosa berdasarkan ayat yang bermaksud:
Mereka tidak derhaka terhadap Allah tentang perkara yang diperintahkan
kepada mereka dan mereka lakukan apa yang disuruh (Surah at-Tahrim: ayat
6).
Kebanyakan mereka dalam Ahlis-Sunnah mengajarkan bahawa para nabi a.s.s.
melebihi kedudukan para malaikat, berlainan daripada mereka yang
menyatakan bahawa para malaikat melebihi kedudukan para nabi. Pendapat
ini menyebabkan pegangan bahawa malaikat Zabaniah penjaga Neraka itu
melebihi kedudukan ulul-azmi di kalangan para rasul.
Ahlis-Sunnah mengajarkan: para nabi melebihi para wali, ini berlawanan
dengan golongan Karramiah yang mengajarkan para wali melebihi nabi.
Ahlis-Sunnah mengajarkan: keutamaan sepuluh orang Sahabat yang
diputuskan oleh Nabi bahawa mereka ahli syurga terdiri daripada empat
khalifah, kemudian Talhah, Zubair, Saad bin Abi Waqqas, Said bin Zaid,
dan Abd al-rahman bin Auf, dan Abu Ubaidah bin al-Jarrah. Allah meredhai
mereka.
Mereka mengajarkan: terutamanya mereka yang menjadi ahli perang Badar
berserta dengan Nabi dan diputuskan bahawa mereka ahli Syurga (Ini semua
berlawanan dengan golongan yang mengkritik dan mencela para sahabat
terdiri daripada golongan Syiah Rafidah dan lainnya, dan juga
pengarang-pengarang moden yang suka mengkritik para Sahabat dan
melanggar adab-adab dalam hubungan dengan mereka, yang pembelaan tentang
mereka itu banyak dibuat oleh Qadi Iyad rh dalam kitabnya al-Shifa).
15. Rukun Yang Kelima Belas
Berkenaan Dengan Hukum Tentang Para Musuh Islam. Ahlus-Sunnah
mengajarkan: Para musuhnya ada dua: yang sebelum Islam dan yang lahir
zaman Islam dan yang menunjukkan secara zahirnya mereka Orang Islam.
Mereka yang sebelum Islam terdiri daripada pelbagai golongan: para penyembah berhala dan patung;
Yang mengikut aliran hululiah yang mengajarkan roh Tuhan masuk meresap
dalam bentuk-bentuk yang cantik; para penyembah matahari, bulan,
bintang-bintang semuanya atau setengah daripadanya;
Yang menyembah malaikat dan memanggilnya sebagai anak-anak perempuan
Allah; yang menyembah Syaitan (menyentuh satanic cult sekarang);
menyembah lembu; menyembah api;
Pada Ahlis-Sunnah mereka yang menyembah berhala, manusia, dan malaikat,
bintang, api, dan sebagainya haram berkahwin dengan wanita mereka.
Tentang jizyah boleh diterima daripada Ahlil-Kitab dan mereka yang ada sesuatu kitab seperti Ahlil-Kitab.
Mereka yang tidak membawa iman sebelum Islam: golongan sophist -
as-sufistaiyah - yang mengingkari adanya hakikat ilmu, termasuk golongan
al-Sumniyah yang mengajarkan alam ini kadim, dan mereka mengingkari
tilikan akal dan pengambilan dalil dalam pemikiran, dengan dakwaan
bahawa tidak ada yang boleh diketahui melainkan yang melalui pancaindera
sahaja.
Termasuk golongan Materialist klasik - dahriyah - yang mengajarkan alam ini kadim.
Termasuk golongan yang mengajarkan kadim benda awal alam (hayula al-alam)
Termasuk golongan ahli falsafah yang mengajar alam ini kadim dan mereka
menolak adanya Tuhan Maha Pencipta; antara, mereka ialah Pythagoras.
(Antara ahli sains moden tidak sedikit yang materialist dan menolak
adanya Tuhan dan alam rohani). Muslimin bersepakat bahawa semua golongan
tersebut tidak boleh dimakan sembelihan mereka dan wanita mereka tidak
boleh dikahwini oleh Muslimin. (Diikuti dengan pendetailan hukum tentang
jizyah dari mereka, perkahwinan dengan wanita mereka dan sebagainya).
Tentang mereka yang tidak membawa iman dalam daulah Islam dan
berselindung dengan zahir Islam mereka, dan memperdaya Muslimin secara
rahasia: mereka ialah golongan Syiah ghulat rafidah al-Sababiah,
al-Bayaniyah, al-Muqannaiyyah, al-Mansuriah, al-janahiah,
al-Khattabiyah, dan lainnya yang berpegang kepada mazhab hulul dan
batiniah; juga mereka yang berpegang kepada tanasukh al-arwah -
berpindah-pindahnya roh masuk ke dalam badan manusia - terdiri daripada
para pengikut ibn Abil-Auja juga mereka yang mengikut ajaran Ahmad bin
Hait dari golongan Mutazilah.
Juga termasuk: mereka yang berpegang kepada ajaran Yazidiah dari
golongan Khawarij yang menegaskan bahawa Syariat Islam menjadi mansukh
dengan adanya nabi dari golongan orang bukan Arab. Demikian seterusnya.
(Termasuk ke dalam golongan ini mereka yang mendakwa Syariat Islam
tergantung kerana Imam Mahadi belum datang; maka diharuskan oleh mereka
itu zina, arak, dan sebagainya). Golongan ini semua tidak halal dimakan
sembelihan mereka dan wanita mereka tidak boleh dikahwini oleh Muslimin.
Ringkasnya Ahlis-Sunnah mengajarkan bahawa orang-orang yang menunjukkan
amalan dan pegangannya dalam Ahlis-Sunnah ialah mereka yang bebas
daripada amalan-amalan dan pegangan-pegangan golongan-golongan yang
terkeluar daripada Islam, dan yang terdiri daripada mereka yang mengikut
hawa nafsu, walaupun mereka dinisbahkan kepada Islam seperti Qadariah,
Murjiah, Syiah Rafidah, Khawarij, Jahmiah, Najjariah dan Mujassimah.
0 comments:
Posting Komentar