Pemahaman Toleransi dalam Perayaan Maulid dan Natal: Menjaga Harmoni Antar Umat
Perayaan Maulid dan Natal adalah dua peristiwa besar yang dirayakan oleh umat Islam dan Kristiani, masing-masing dengan makna dan cara yang berbeda. Namun, seringkali kedua perayaan ini menjadi titik perbedaan yang memicu ketegangan dan perpecahan di kalangan umat beragama. Dalam menghadapi fenomena ini, Gus Dur (Abdurrahman Wahid), sebagai tokoh pluralis dan mantan Presiden Indonesia, memberikan pandangan yang sangat bijaksana dalam artikel singkat berjudul “Harlah, Maulid, dan Natal”. Pandangannya ini mengajak umat untuk lebih memahami makna keduanya, agar tidak ada lagi kelompok yang terjebak dalam fanatisme yang berlebihan.
Natal dalam Perspektif Islam dan Gus Dur
Gus Dur menyampaikan pandangannya bahwa dalam Al-Qur'an, hari kelahiran Nabi Isa (Yesus) yang dirayakan oleh umat Kristiani sebagai Natal itu sebenarnya diakui sebagai yauma wulida (hari kelahiran). Dalam surat Maryam, ayat 30-34, disebutkan bahwa Nabi Isa mengucapkan salam pada hari kelahirannya, "salamun yauma wulidtu" yang artinya kedamaian atas diriku pada hari kelahiranku. Ayat ini secara jelas menunjukkan bahwa hari kelahiran Nabi Isa adalah suatu peristiwa penting dalam Islam yang harus dihormati, meskipun umat Islam tidak merayakannya dengan cara yang sama seperti umat Kristiani.
Gus Dur menegaskan bahwa perayaan Natal bukanlah sesuatu yang bertentangan dengan ajaran Islam. Baginya, merayakan atau tidak merayakan Natal adalah hak individu dalam agama Islam, karena perayaan ini tidak merusak pokok-pokok ajaran Islam. Sebagaimana dia katakan, "Jika penulis merayakan Natal adalah penghormatan untuk beliau dalam pengertian yang penulis yakini, sebagai Nabi Allah Swt. … kemerdekaan bagi kaum Muslimin untuk turut menghormati hari kelahiran Nabi Isa, yang sekarang disebut hari Natal. Mereka bebas merayakannya atau tidak, karena itu sesuatu yang dibolehkan oleh agama."
Mengenal Maulid dalam Islam dan Toleransi Gus Dur
Maulid Nabi Muhammad SAW adalah perayaan yang sangat penting bagi umat Islam, di mana mereka merayakan hari kelahiran Rasulullah Muhammad SAW. Ini merupakan momen yang mengingatkan umat Islam akan perjalanan hidup dan ajaran Nabi Muhammad, yang penuh dengan nilai kasih sayang, keadilan, dan perdamaian. Namun, meskipun Maulid adalah perayaan umat Islam, Gus Dur tidak pernah menganggapnya sebagai satu-satunya cara yang sah untuk menunjukkan rasa cinta dan penghormatan kepada Nabi Muhammad. Gus Dur mengajarkan bahwa cinta kepada Nabi Muhammad tidak hanya diwujudkan dalam perayaan Maulid, tetapi juga dalam perbuatan sehari-hari yang mencerminkan ajaran-ajaran Nabi Muhammad tentang perdamaian, kasih sayang, dan keadilan.
Mengapa Gus Dur Menyatakan Toleransi dalam Perayaan Natal?
Gus Dur berpendapat bahwa setiap individu, terlepas dari agamanya, berhak untuk merayakan atau tidak merayakan perayaan agama lain, selama itu tidak bertentangan dengan keyakinan mereka. Hal ini tercermin dalam pendapatnya mengenai Natal: meskipun umat Islam tidak merayakan Natal, bukan berarti mereka harus menolak atau mengkritik perayaan tersebut. Gus Dur mengajarkan bahwa istilah “Yesus Kristus” dalam agama Kristiani sebenarnya merujuk pada Nabi Isa, yang dalam bahasa Arab disebut Isa, dan dalam Al-Qur'an juga disebutkan sebagai Al-Masih (Juru Selamat). Jadi, meskipun pengertian Kristiani tentang Yesus berbeda, dalam perspektif Islam, Isa tetaplah seorang nabi yang dihormati.
Bagi Gus Dur, yang terpenting adalah niat dan penghormatan terhadap nilai-nilai kebaikan yang terkandung dalam setiap perayaan, bukan semata-mata pada perbedaan akidah atau terminologi yang digunakan. Ketika Gus Dur menghadiri perayaan Natal, dia tidak merasa bahwa tindakannya itu mengurangi keyakinannya sebagai seorang Muslim, karena dia memandang perayaan itu sebagai bentuk penghormatan terhadap Nabi Isa. Dengan demikian, Gus Dur memberi contoh tentang bagaimana umat Islam dapat mengapresiasi dan menghormati agama lain tanpa harus mengorbankan keyakinan mereka.
Menjaga Harmoni dan Menghindari Fanatisme
Dalam dunia yang semakin global dan plural ini, memahami dan menghormati perbedaan agama sangat penting untuk menjaga keharmonisan sosial. Seringkali, perayaan Maulid atau Natal menjadi alasan bagi sebagian orang untuk mengkritik atau bahkan menolak perayaan yang dilakukan oleh umat agama lain. Padahal, perbedaan cara beragama tidaklah menjadi alasan untuk saling membenci atau memusuhi. Gus Dur mengajarkan bahwa perayaan agama lain, baik itu Maulid, Natal, atau hari besar agama lainnya, harus dipandang sebagai bentuk penghormatan terhadap nilai-nilai agama yang baik, bukan sebagai sesuatu yang harus dipertentangkan.
Gus Dur juga menekankan bahwa kebebasan beragama adalah hak setiap individu. Setiap orang bebas untuk merayakan atau tidak merayakan suatu perayaan agama, asalkan itu tidak merugikan orang lain. Dengan pemahaman ini, kita diajak untuk lebih bijaksana dalam menyikapi perbedaan dan tidak terjebak dalam fanatisme yang justru dapat merusak kedamaian dan persatuan.
Kesimpulan
Perayaan Maulid dan Natal adalah momen penting dalam agama Islam dan Kristiani, masing-masing dengan makna yang mendalam. Gus Dur mengajarkan kepada kita bahwa meskipun cara perayaan dan pemaknaan agama berbeda, yang terpenting adalah saling menghormati dan menjaga kedamaian. Dalam Islam, merayakan hari kelahiran Nabi Isa atau tidak merayakannya adalah hak individu, dan itu sah-sah saja selama tidak bertentangan dengan akidah masing-masing. Gus Dur mengingatkan kita untuk selalu menjaga toleransi dan menghindari fanatisme yang dapat memecah belah umat. Dengan sikap inklusif dan terbuka, kita dapat hidup berdampingan dengan penuh kedamaian, saling menghormati perayaan dan keyakinan agama yang berbeda, dan memperkuat ukhuwah Islamiyah serta hubungan antarumat beragama.
0 comments:
Posting Komentar