Dalil-dalil hukum ijtihadi seperti istishab, ‘urf, syar’u man qablana, madzhab shahabi, dan sad-dzari’ah adalah bagian dari prinsip-prinsip ijtihad yang digunakan oleh para fuqaha dalam menetapkan hukum berdasarkan pemahaman terhadap Al-Qur’an, Hadits, dan realitas sosial. Berikut penjelasan tentang masing-masing:
1. Istishab (Prinsip Asumsi Keberlanjutan)
Istishab adalah prinsip yang digunakan dalam ijtihad untuk berpegang pada keadaan yang sudah ada hingga ada dalil yang membatalkannya. Dalam konteks hukum Islam, jika suatu keadaan atau hukum telah ada, maka keadaan tersebut dianggap tetap berlaku sampai ada bukti yang mengubahnya. Istishab digunakan terutama dalam hal-hal yang tidak ada nash yang jelas untuk mengubahnya, seperti dalam masalah-masalah fiqh yang berkaitan dengan kebiasaan sehari-hari.
2. ‘Urf (Kebiasaan atau Adat Istiadat)
‘Urf merujuk pada kebiasaan atau adat istiadat yang berlaku di masyarakat selama kebiasaan tersebut tidak bertentangan dengan syariat Islam. Dalam hal ini, kebiasaan lokal atau budaya dapat dijadikan dasar untuk menetapkan hukum, asalkan tidak bertentangan dengan teks-teks syariat (Al-Qur’an dan Hadits). ‘Urf memiliki pengaruh besar dalam penetapan hukum, terutama dalam masalah muamalah (interaksi sosial dan ekonomi).
3. Syar’u man Qablana (Syariat Sebelumnya)
Syar’u man qablana mengacu pada hukum-hukum syariat yang berlaku pada umat sebelumnya, terutama umat Yahudi dan Nasrani. Dalam hal ini, hukum-hukum yang berlaku pada umat terdahulu, yang tidak bertentangan dengan ajaran Islam, bisa diterima dan dijadikan referensi. Misalnya, dalam hal-hal yang tidak ada penjelasan khusus dalam Al-Qur'an atau Hadits, hukum-hukum yang pernah diterapkan pada umat terdahulu bisa menjadi pedoman, dengan catatan tidak melanggar prinsip-prinsip Islam.
4. Madzhab Shahabi (Pendapat Sahabat)
Madzhab Shahabi merujuk pada pendapat atau ijtihad yang dihasilkan oleh para sahabat Nabi Muhammad SAW. Sebagai generasi yang dekat dengan Nabi, pendapat mereka sering kali dianggap sangat berharga dan relevan dalam menetapkan hukum-hukum Islam. Pendapat para sahabat yang tidak bertentangan dengan prinsip syariat dan diterima secara umum dapat dijadikan sebagai pedoman dalam ijtihad.
5. Sad-dzari’ah (Menutup Jalan Menuju Kerusakan)
Sad-dzari’ah adalah prinsip hukum yang digunakan untuk menutup atau mencegah sesuatu yang dapat menyebabkan kerusakan atau kejahatan, meskipun tidak ada larangan eksplisit terhadapnya dalam teks-teks syariat. Prinsip ini digunakan untuk mencegah tindakan atau perbuatan yang bisa berujung pada tindakan yang tidak diinginkan atau merugikan, seperti yang terdapat dalam hukum-hukum ekonomi, sosial, atau politik yang dapat berpotensi menimbulkan kemudaratan.
Kesimpulan
Dalil-dalil hukum ijtihadi ini menunjukkan bahwa dalam menetapkan hukum Islam, seorang fuqaha atau mujtahid tidak hanya bergantung pada teks-teks syariat yang sudah ada, tetapi juga mempertimbangkan keadaan dan kebiasaan sosial yang relevan, serta menghindari hal-hal yang dapat menyebabkan kerusakan. Prinsip-prinsip ini menunjukkan fleksibilitas dalam ijtihad, yang memungkinkan hukum Islam untuk terus berkembang sesuai dengan kebutuhan zaman tanpa mengesampingkan kaidah-kaidah dasar syariat.
0 comments:
Posting Komentar