Judul: Bang Coco: Perjalanan Menuju Kebangkitan
Pemain:
- Bang Coco (diperankan oleh Iqbaal Ramadhan)
- Ayah Bang Coco (diperankan oleh Reza Rahadian)
- Ibu Bang Coco (diperankan oleh Cut Mini)
- Kakak Bang Coco (diperankan oleh Vino G. Bastian)
- Guru Pesantren (diperankan oleh Jajang C. Noer)
- Santri Pesantren (diperankan oleh Graciella Abigail dan Adhisty Zara)
Sinopsis:
Pada suatu hari, di sebuah kampung kecil di pinggiran kota, hiduplah seorang anak bernama Bang Coco. Bang Coco dikenal sebagai anak yang sangat nakal, sering melakukan kenakalan di lingkungannya, namun dia sangat sayang kepada kedua orang tuanya. Kakaknya yang sudah sukses dan memiliki pengalaman hidup yang banyak, menyarankan agar Bang Coco dibawa ke pondok pesantren untuk belajar ilmu agama dan kebatinan yang dapat membentuk kepribadiannya yang lebih baik.
Bang Coco tiba di pondok pesantren dengan perasaan berat, merindukan keluarganya dan lingkungan yang biasa ditinggalinya. Namun, lama-kelamaan Bang Coco mulai menyadari betapa pentingnya ilmu agama dan kebatinan yang diajarkan di pondok pesantren. Ia belajar ilmu agama dengan tekun dan menghafal Al-Quran. Ia juga belajar ilmu kebatinan yang dapat membentuk karakter dan kepribadiannya yang lebih baik.
Tahun ketiga, Bang Coco sudah mulai berinteraksi dengan santri-santri dan guru-guru lainnya. Ia menjadi teman yang baik dan selalu membantu teman-temannya ketika mereka mengalami masalah. Saat ini, Bang Coco sudah menjadi santri yang paling pintar di pesantren. Ia menjadi guru ngaji bagi santri-santri dan mahasiswa baru yang baru masuk di pesantren. Ia juga menjadi guru ilmu hikmah yang sangat disegani oleh guru-guru lainnya. Bang Coco sangat dipercaya oleh pak kyai untuk mendidik anak-anak yang bandel di pesantren.
Setelah lulus dari pesantren, Bang Coco bertekad untuk mengabdi pada masyarakat dan membantu mereka yang membutuhkan. Ia bekerja keras dan melanjutkan studinya di perguruan tinggi. Dalam perjalanan hidupnya yang penuh liku-liku, Bang Coco belajar untuk memahami nilai-nilai kehidupan yang sejati. Ia memahami bahwa hidup bukan hanya sekedar berbuat baik atau buruk, tetapi bagaimana kita menghadapi tantangan hidup dan menjadikan itu sebagai pembelajaran.
Bang Coco menjadi seorang tokoh yang dihormati di masyarakat, karena kebijaksanaan dan kepribadiannya yang kuat. Ia membantu banyak orang yang membutuhkan, terutama anak-anak miskin yang ingin mendapat pendidikan. Bang Coco juga terus mengembangkan ilmu agamanya dan menjadi seorang yang sangat disegani oleh para ulama. Dalam hidupnya yang baru, Bang Coco menemukan arti sejati dari hidup,
Dalam perjalanan hidupnya, Bang Coco selalu memegang teguh nilai-nilai yang ia pelajari di pondok pesantren. Ia mengabdi pada masyarakat dan membantu orang-orang yang membutuhkan. Ia terkenal sebagai orang yang suka memberi dan selalu siap membantu siapa pun.
Karena sikapnya yang baik hati dan murah senyum, Bang Coco banyak dikenal dan dihormati oleh masyarakat sekitar. Ia sering diundang untuk memberikan ceramah dan khotbah di berbagai acara keagamaan. Kehadirannya selalu dinantikan dan sangat dihormati oleh banyak orang.
Suatu hari, ketika Bang Coco sedang memberikan ceramah di sebuah desa yang jauh dari pesantren, tiba-tiba terjadi gempa bumi yang sangat besar. Bangunan gereja dan beberapa rumah warga roboh dan menimpa banyak orang. Tanpa berpikir panjang, Bang Coco langsung berlari ke tempat kejadian untuk membantu para korban.
Ia berusaha semampunya untuk menolong orang-orang yang terjebak di bawah reruntuhan. Ia menghibur mereka yang panik dan memberikan semangat agar tetap kuat. Ia bekerja keras tanpa lelah sampai bantuan dari tim SAR dan relawan lainnya tiba.
Setelah kejadian tersebut, Bang Coco semakin dikenal oleh banyak orang. Ia dihormati dan diakui sebagai pahlawan yang berani dan tulus dalam membantu sesama. Berita tentang aksinya menyebar ke seluruh penjuru negeri, bahkan hingga ke luar negeri. Banyak media dan organisasi yang tertarik untuk mengajaknya bergabung dan bekerja bersama mereka.
Namun, Bang Coco tetap memilih untuk tinggal di kampung halamannya dan membantu masyarakat di sana. Ia membuka sebuah yayasan yang bertujuan untuk membantu anak-anak yang kurang mampu mendapatkan pendidikan yang layak. Ia juga membantu orang-orang yang terkena bencana alam dan menggalang dana untuk membantu mereka yang membutuhkan.
Di hari ulang tahunnya yang ke-40, Bang Coco mendapat penghargaan dari pemerintah dan organisasi-organisasi internasional. Ia merasa bangga dan bersyukur atas apa yang ia capai selama ini. Namun, ia tidak lupa bahwa semua itu takkan terjadi tanpa bantuan dan dukungan dari keluarga, teman, dan masyarakat di sekitarnya.
Bagi Bang Coco, hidupnya adalah sebuah perjalanan yang penuh dengan liku-liku dan tantangan. Namun, ia percaya bahwa dengan memegang teguh nilai-nilai kehidupan yang benar, ia akan selalu mampu menghadapi dan melewatinya dengan baik. Ia merasa beruntung karena mendapat kesempatan untuk belajar di pondok pesantren dan mendapatkan pelajaran berharga tentang kehidupan.
Kini, Bang Coco tetap menjalani hidupnya dengan penuh semangat dan dedikasi untuk membantu orang lain. Ia yakin bahwa setiap orang memiliki potensi untuk meraih kebahagiaan dan kesuksesan, asalkan
Berikut ini adalah dialog dari beberapa adegan dalam skrip film "Bang Coco: Kisah Perjalanan Anak Nakal ke Pesantren":
Adegan 1: Introduksi Bang Coco
(Suasana di sebuah kampung kecil di pinggiran kota)
Orang tua Bang Coco: "Coco, jangan melakukan hal-hal yang buruk lagi ya. Kamu harus berubah, nak."
Bang Coco: "Iya, Ma. Saya akan berubah."
Kakak Bang Coco: "Coco, dengarkan aku. Kamu harus memikirkan masa depanmu. Kamu bisa menjadi orang yang sukses jika kamu berubah."
Bang Coco: "Tapi aku nggak tahu harus mulai dari mana."
Adegan 2: Bang Coco ke Pesantren
(Suasana di pondok pesantren)
Bang Coco: "Kenapa mereka semua sedih?"
Santri: "Keluarganya belum datang menjenguk dari kemarin. Dia sangat merindukan mereka."
Bang Coco: "Oh, aku mengerti perasaannya. Aku juga merindukan keluargaku."
Adegan 3: Bang Coco Belajar Agama
(Suasana di dalam kelas agama)
Guru: "Hari ini, kita akan membahas tentang keikhlasan. Siapa yang tahu apa itu keikhlasan?"
Santri: "Keikhlasan adalah mengerjakan sesuatu tanpa mengharapkan imbalan apapun."
Bang Coco: "Tapi, guru. Bagaimana jika kita sudah melakukan hal tersebut, tapi ternyata kita merasa kecewa karena tidak mendapatkan imbalan yang diharapkan?"
Guru: "Itu karena kamu belum sepenuhnya mengikhlaskan dirimu, Coco. Kamu harus belajar untuk tidak mengharapkan apapun sebagai imbalan dari apa yang kamu lakukan."
Adegan 4: Bang Coco Membantu Santri Lain
(Suasana di halaman pesantren)
Santri: "Coco, aku tidak tahu bagaimana caranya memperbaiki relasi dengan temanku. Dia selalu marah padaku."
Bang Coco: "Kamu harus mencoba untuk meminta maaf dan memberikan pengertian padanya. Jangan biarkan masalah itu terus membesar."
Santri: "Terima kasih, Coco. Kamu selalu memberikan nasihat yang baik."
Adegan 5: Bang Coco Menjadi Guru
(Suasana di kelas agama)
Santri baru: "Saya tidak bisa membaca Al-Quran dengan benar, Bang Coco. Bisa tolong mengajarkan saya?"
Bang Coco: "Tentu saja, saya akan bantu kamu."
Guru: "Coco, kamu benar-benar hebat dalam membimbing para santri. Kamu layak mendapatkan apresiasi dari pesantren kita."
Adegan 6: Bang Coco Menjadi Pendidik Anak-anak
(Suasana di rumah anak-anak yatim piatu)
Anak yatim piatu: "Bang Coco, hari ini saya tidak bisa masuk sekolah karena saya sakit."
Bang Coco: "Jangan khawatir, saya akan membantu kamu untuk menyelesaikan tugas-tugasmu."
Anak yatim piatu: "Terima kasih, Bang Coco. Kamu selalu baik padaku."
Adegan 7: Bang
[Cut to a scene in a classroom at the pesantren. Bang Coco is teaching a group of students, including Mala and Rudi.]
Bang Coco: [pointing at the board] "Alif, ba, ta, tsa..."
Mala: "Bang Coco, saya tidak bisa menghafalnya."
Bang Coco: "Jangan khawatir, Mala. Saya akan membantumu. Ingat, belajar itu butuh waktu dan kesabaran."
Rudi: "Bang Coco, bolehkah saya bertanya tentang ilmu hikmah?"
Bang Coco: "Tentu saja, Rudi. Ada apa?"
Rudi: "Saya merasa sering tergoda oleh godaan dunia. Apa yang harus saya lakukan?"
Bang Coco: "Yang paling penting adalah kamu harus memiliki kekuatan dalam dirimu sendiri untuk menolak godaan tersebut. Kamu juga bisa membaca doa untuk meminta pertolongan kepada Allah SWT. Dan yang terakhir, jangan pernah meremehkan kekuatan dalam dirimu sendiri."
Mala: "Terima kasih, Bang Coco. Saya akan mencobanya."
[Cut to a scene in the pesantren's courtyard. Bang Coco is sitting under a tree, reading the Quran. His friend, Ustadz Ahmad, approaches him.]
Ustadz Ahmad: "Assalamu'alaikum, Bang Coco."
Bang Coco: "Wa'alaikumsalam, Ustadz Ahmad. Ada apa?"
Ustadz Ahmad: "Ada kabar dari kampung halamanmu. Ayahmu sakit parah dan membutuhkanmu secepatnya."
Bang Coco: [shocked] "Oh tidak, saya harus pulang sekarang juga. Terima kasih, Ustadz."
[Cut to a scene of Bang Coco packing his belongings and saying goodbye to his friends and teachers at the pesantren.]
Bang Coco: "Terima kasih untuk semuanya. Saya akan merindukan kalian semua."
Santri 1: "Semoga Allah senantiasa memberikan keberkahan padamu, Bang Coco."
Santri 2: "Kami akan selalu mendoakanmu, Bang Coco."
[Ustadz Ahmad walks Bang Coco to the gate.]
Ustadz Ahmad: "Semoga perjalananmu lancar, Bang Coco. Segera pulihkan ayahmu."
Bang Coco: "Terima kasih, Ustadz Ahmad. Saya akan kembali setelah ayah saya sembuh."
[Bang Coco leaves the pesantren and heads back to his hometown.]
Adegan 8
[Bang Coco berjalan menuju ruangan kepala desa untuk menyerahkan proposal proyek pembangunan jalan]
Kepala Desa: Selamat siang, Bang Coco. Ada yang bisa saya bantu?
Bang Coco: Selamat siang, Pak Kepala Desa. Saya datang untuk menyerahkan proposal proyek pembangunan jalan yang sudah saya buat.
Kepala Desa: Oh ya, saya sudah menunggu proposal dari kamu. Mari berikan ke saya.
[Bang Coco menyerahkan proposal ke kepala desa]
Kepala Desa: Baik, saya akan membacanya dan mempertimbangkan. Tapi, ini proyek besar dan membutuhkan banyak biaya. Apa kamu yakin bisa menyelesaikannya?
Bang Coco: Saya yakin, Pak. Saya sudah melakukan riset dan merancang proposal ini dengan baik. Jika diberikan kesempatan, saya akan bekerja keras untuk menyelesaikannya.
Kepala Desa: Baiklah, saya akan membicarakannya dengan pihak-pihak terkait dan segera memberikan kabar ke kamu.
Bang Coco: Terima kasih, Pak.
Kepala Desa: Sama-sama, Bang Coco. Saya sangat mengapresiasi usaha kamu untuk membantu masyarakat kita. Semoga proyek ini bisa segera terealisasi.
Adegan 9
[Bang Coco sedang memimpin proyek pembangunan jalan bersama dengan timnya]
Bang Coco: Baik, teman-teman. Kita harus bekerja lebih keras lagi agar proyek ini bisa selesai sesuai target yang sudah ditentukan. Kita harus menyelesaikan proyek ini dengan cepat dan hasil yang maksimal.
Anggota Tim 1: Tapi, Bang Coco, proyek ini membutuhkan banyak biaya. Apa kita akan cukup?
Bang Coco: Jangan khawatir, saya sudah merencanakan semuanya dengan matang. Kita akan menggunakan bahan-bahan berkualitas tapi tetap efisien. Selain itu, saya juga sudah berkoordinasi dengan beberapa sponsor dan donatur. Jadi, kita akan cukup untuk menyelesaikan proyek ini.
Anggota Tim 2: Bagus sekali, Bang Coco. Saya sangat senang bisa bergabung dengan tim ini.
Bang Coco: Sama-sama, teman-teman. Saya juga sangat senang bisa bekerja bersama-sama dengan kalian. Mari kita berikan yang terbaik untuk masyarakat kita.
Adegan 10
[Proyek pembangunan jalan selesai dan diresmikan oleh kepala desa]
Kepala Desa: Saya sangat bangga dengan hasil kerja kalian, Bang Coco dan tim. Jalan yang dibangun sangat berkualitas dan akan memudahkan masyarakat kita dalam beraktivitas.
Bang Coco: Terima kasih, Pak Kepala Desa. Saya sangat bersyukur bisa membantu masyarakat kami. Saya juga sangat berterima kasih kepada teman-teman tim saya yang telah bekerja keras dan ikhlas.
Kepala Desa: Kami juga berterima kasih kepada kamu dan timmu, Bang Coco. Semoga ini menjadi awal dari banyak proyek pembangunan yang akan dilakukan di desa kita.
Bang Coco: Saya akan terus berusaha
Adapun adegan berikutnya:
- Int. Pondok Pesantren - Ruang Kelas - Siang Hari
(Bang Coco memasuki ruang kelas dengan membawa buku-buku. Dia melihat para santri lainnya sedang duduk di meja dan belajar. Dia menyapa mereka dan duduk di meja kosong di samping temannya, Aji.)
Aji: Assalamualaikum, Bang.
Bang Coco: Waalaikumsalam. Bagaimana belajarnya hari ini?
Aji: Lumayan, Bang. Aku masih bingung dengan pelajaran Tajwid.
Bang Coco: Tajwid memang butuh latihan yang terus menerus. Aku bisa membantumu jika kamu mau.
Aji: Beneran, Bang? Aku sangat butuh bantuanmu.
Bang Coco: Tentu saja. Kita bisa belajar bersama-sama. (Bang Coco membuka bukunya dan membantu Aji belajar Tajwid)
- Int. Pondok Pesantren - Ruang Makan - Sore Hari
(Bang Coco dan beberapa santri lainnya sedang duduk di meja makan. Mereka sedang menikmati hidangan yang disajikan oleh pihak pesantren. Tiba-tiba, mereka mendengar suara gaduh di luar ruangan.)
Santri 1: Ada apa ya?
Santri 2: Aku dengar ada keributan di luar.
Bang Coco: (Bangun dari kursinya) Ayo, kita lihat ada apa di luar sana.
(Bang Coco dan beberapa santri lainnya berjalan keluar ruangan dan melihat ada beberapa anak muda yang sedang bertengkar di depan pesantren. Mereka saling pukul dan terlihat sangat agresif.)
Bang Coco: (Mendekati mereka dengan tenang) Ada apa ini, teman-teman? Apa yang terjadi?
Anak Muda 1: (Menggeram) Ini bukan urusanmu, bocah!
Anak Muda 2: (Menjambak rambut Bang Coco) Lebih baik kamu pergi sana, nak!
Bang Coco: (Tetap tenang) Tenang saja, kita bisa menyelesaikan masalah ini dengan cara yang baik.
Anak Muda 1: (Mengangkat tinjunya) Kamu ingin kusakiti juga?
(Bang Coco menghindari pukulan itu dengan lincah dan menendang kaki Anak Muda 1. Anak muda itu terjatuh ke tanah.)
Bang Coco: (Menatap mereka tajam) Jangan pernah melakukan kekerasan seperti itu lagi. Kita bisa menyelesaikan masalah dengan cara yang lebih baik.
(Anak muda lainnya melarikan diri setelah melihat temannya terjatuh. Bang Coco membantu Anak Muda 1 bangun dari tanah dan memastikan dia baik-baik saja.)
Bang Coco: (Menjulurkan tangan) Mari, aku akan membawamu ke tempat yang lebih aman.
(Anak Muda 1 meraih tangannya dan mereka berjalan ke arah pondok pesantren.)
- Int. Pondok Pesantren - Halaman Belakang - Sore Hari
(Bang Coco membawa Anak Muda 1 ke halaman belakang pondok pesantren.
Adegan 10:
(Lima tahun kemudian)
INT. RUMAH BANG COCO - HARI
Bang Coco sedang duduk di meja makan dengan istrinya, Ani, dan dua orang anak mereka, seorang anak laki-laki dan seorang anak perempuan. Mereka sedang makan siang bersama. Suasana di meja makan terlihat hangat dan harmonis.
Bang Coco: (tersenyum ke anak-anaknya) Kalian sudah makan dengan lahap ya, Nak?
Anak laki-laki: (tersenyum) Iya, Papa. Makanannya enak sekali.
Ani: (tersenyum) Terima kasih, Sayang. Mama senang kamu suka.
Bang Coco: (menatap Ani) Kamu memang memasak dengan hati, Sayang.
Ani: (tersenyum malu) Jangan memuji terus, Bang. (menggoda) Nanti kamu jadi tidak mau makan makanan istri lagi.
Bang Coco: (tersenyum) Tidak mungkin, Sayang. Kamu selalu memasak yang terbaik untuk keluarga kita.
Anak perempuan: Papa, kapan kita main bola lagi?
Bang Coco: (tersenyum) Bisa kok, besok pagi kita main bola di lapangan dekat rumah.
Anak perempuan: (tersenyum senang) Iya, Papa. Terima kasih.
Ani: (menatap Bang Coco dengan penuh kasih) Kamu memang ayah yang baik, Bang.
Bang Coco: (tersenyum) Terima kasih, Sayang. Semua ini tidak mungkin tanpa dukunganmu.
Ani: (tersenyum) Kita saling mendukung, Bang. Itulah yang membuat keluarga kita kuat.
Suara anak kecil terdengar dari ruang tamu.
Anak laki-laki: Papa, ada tamu.
Bang Coco: (berdiri) Siapa, Nak?
Anak laki-laki: (membuka pintu) Pak Ustadz!
Bang Coco: (tersenyum dan berdiri) Masuk, Pak Ustadz.
Pak Ustadz, seorang guru agama yang mengajar di pesantren, masuk ke dalam rumah Bang Coco.
Pak Ustadz: (tersenyum dan bersalaman) Assalamualaikum.
Bang Coco: Waalaikumsalam, Pak Ustadz. Silakan duduk.
Ani: (menyambut) Assalamualaikum, Pak Ustadz.
Pak Ustadz: Waalaikumsalam, Bu. Terima kasih sudah mengundang saya ke rumah Anda.
Bang Coco: (tersenyum) Ada apa, Pak Ustadz?
Pak Ustadz: Saya mendengar kabar bahwa Anda sedang mengalami kesulitan dalam bisnis.
Bang Coco: (sedikit terkejut) Ya, Pak. Bisnis saya sedang mengalami kendala.
Pak Ustadz: (tersenyum) Saya punya rencana yang bisa membantu bisnis Anda.
Bang Coco: (tertarik) Ada apa, Pak?
Pak Ustadz: (tersenyum) Bagaimana kalau Anda bergabung dengan program zakat produktif di pesantren?
Bang Coco: (bertanya) Program zakat produktif?
Adegan 9:
Bang Coco melihat ke arah luar pondok pesantren dan memperhatikan beberapa anak kecil yang bermain di sekitar area tersebut. Ia merasa sedih karena anak-anak itu tidak memiliki kesempatan yang sama seperti yang ia dapatkan.
Bang Coco: (murmur) Kenapa mereka harus hidup di dunia yang keras dan tidak adil seperti ini?
Tiba-tiba, seorang anak kecil berusia sekitar lima tahun terjatuh dan menangis karena kakinya terluka.
Bang Coco: (berlari mendekati anak tersebut) Ada apa? Kamu baik-baik saja?
Anak kecil: (menangis) Kakiku sakit dan luka, tolong bantu aku.
Bang Coco: Jangan khawatir, aku akan membantumu. (Bang Coco mengambil sebotol air dan membersihkan luka tersebut) Ini akan sedikit terasa sakit, tapi kamu harus sabar.
Anak kecil: (mengangguk) Baik, kak.
Bang Coco membersihkan luka tersebut dan menutupnya dengan perban.
Bang Coco: Sudah selesai. Kamu akan sembuh dalam beberapa hari ke depan.
Anak kecil: (tersenyum) Terima kasih, kakak.
Bang Coco: (tersenyum) Tidak perlu berterima kasih, itu adalah hal yang wajar. Tapi kamu harus hati-hati di masa depan, ya.
Anak kecil: (mengangguk) Baik, kakak.
Adegan 10:
Bang Coco berjalan menuju ruang kelas untuk mengajar santri baru tentang Al-Quran dan ilmu hikmah.
Santri baru: Assalamualaikum, kak. Nama saya Ahmad, santri baru.
Bang Coco: Waalaikumsalam, Ahmad. Saya Bang Coco, guru ngajimu.
Ahmad: (menghormat) Senang bertemu dengan kak Bang Coco.
Bang Coco: (tersenyum) Senang bertemu denganmu juga, Ahmad. Ayo, masuk ke dalam kelas.
Di dalam kelas, Bang Coco mengajarkan santri baru tentang Al-Quran dan ilmu hikmah. Ia dengan sabar membantu santri baru dalam memahami pelajaran tersebut.
Bang Coco: Sekarang, apa yang sudah kalian pelajari hari ini?
Santri baru: (mengangkat tangan) Kak Bang, saya sudah menghafal beberapa surah di Al-Quran.
Bang Coco: (tersenyum) Baik sekali, Ahmad. Kamu sangat rajin. Bagus sekali.
Santri baru lainnya juga mengungkapkan kemajuan mereka dalam belajar. Bang Coco sangat bangga melihat prestasi santri-santri barunya.
Adegan 11:
Setelah lulus dari pondok pesantren, Bang Coco kembali ke kampung halamannya. Ia memutuskan untuk membuka tempat les Al-Quran dan ilmu hikmah untuk anak-anak di sekitar kampungnya. Bang Coco ingin berbagi ilmu yang ia dapatkan di pesantren dengan masyarakat sekitar dan membantu anak-anak di kampungnya.
Bang Coco: (membuka pintu rumahnya dan melihat sekeliling) Saya sudah kembali, Ma, Pa.
Ibu Bang Coco: (senang) Coco, kamu sudah pulang. Kami sangat mer
Adegan 10:
(Scene beralih ke ruangan pak kyai yang sedang duduk di meja kerjanya. Tiba-tiba ada seorang santri yang datang)
Santri: Assalamu'alaikum pak kyai.
Pak Kyai: Wa'alaikumsalam. Ada apa, Nak?
Santri: Saya ingin melaporkan kejadian yang terjadi di lapangan.
Pak Kyai: Apa yang terjadi?
Santri: Ada beberapa santri dari luar yang datang ke pondok pesantren kita dan mereka membuat keributan di lapangan. Mereka memprovokasi santri lainnya dan menantang mereka untuk berkelahi.
Pak Kyai: Hmm.. saya mengerti. Terima kasih sudah melapor, Nak. Kamu bisa kembali ke kamar mu, saya akan menanganinya.
Santri: Baik, pak kyai. Terima kasih.
(Scene berakhir dengan santri yang meninggalkan ruangan pak kyai)
Adegan 11:
(Scene beralih ke lapangan di pondok pesantren. Bang Coco dan beberapa santri lainnya sedang berdiri di tengah-tengah lapangan, dihadapkan dengan beberapa santri dari luar yang berkelahi)
Santri 1: Kalian semua santri pondok pesantren? Kalian sepertinya tidak bisa berkelahi ya?
Santri 2: Kami tidak suka dengan keributan seperti ini. Kami lebih suka menyelesaikan masalah dengan damai.
Santri 3: Tidak perlu kita berkelahi. Kita bisa mencari solusi yang lebih baik.
Santri dari luar: Hah! Santri lembek! Kalian semua hanya tahu bicara saja!
Bang Coco: Kami bukan santri lembek! Kami hanya tidak suka dengan kekerasan!
Santri dari luar: Ha! Lihat saja, siapa yang akan menang!
(Scene berakhir dengan para santri dari luar menyerang para santri pondok pesantren. Namun, Bang Coco dan beberapa santri lainnya berhasil menghentikan keributan tersebut dan menyelesaikannya dengan damai)
Adegan 12:
(Scene beralih ke ruangan pak kyai yang sedang duduk di meja kerjanya. Bang Coco dan beberapa santri lainnya datang menemuinya)
Pak Kyai: Ada apa, Nak?
Bang Coco: Kami ingin meminta maaf karena tadi terjadi keributan di lapangan.
Pak Kyai: Tidak perlu meminta maaf. Saya bangga dengan kalian karena berhasil menyelesaikan masalah tersebut dengan damai.
Santri lainnya: Kami belajar dari ajaran agama dan kepemimpinan yang telah pak kyai ajarkan kepada kami.
Pak Kyai: Saya senang mendengarnya. Teruslah belajar dan berusaha menjadi pribadi yang baik. Saya yakin kalian semua akan berhasil.
(Scene berakhir dengan para santri yang meninggalkan ruangan pak kyai dengan senang hati)
Adegan 13:
(Scene beralih ke pondok pesantren pada malam hari. Bang Coco sedang duduk di teras kamar sambil membaca kitab suci Al-Quran)
Bang Coco: (berdoa dalam hati) Ya Allah, terima kasih atas semua yang telah Engkau berikan pada diriku. Aku bersyukur
Adegan 12
Suatu pagi, saat Bang Coco tengah membersihkan halaman pesantren, tiba-tiba seorang ibu dan anaknya datang menghampirinya.
Ibu: "Assalamu'alaikum, Bang. Mohon maaf mengganggu, saya ingin meminta tolong kepada Bang Coco."
Bang Coco: "Wa'alaikumsalam. Tidak mengganggu, Ibu. Apa yang bisa saya bantu?"
Ibu: "Anak saya, Mira, sedang sakit keras dan harus dirawat di rumah sakit. Saya tidak bisa meninggalkan rumah untuk bekerja, jadi saya ingin meminta bantuan Bang Coco untuk menjaga Mira selama saya pergi bekerja."
Bang Coco: "Tentu, Ibu. Saya akan menjaga Mira dengan baik."
Ibu: "Terima kasih banyak, Bang. Saya benar-benar menghargai bantuannya."
Bang Coco membawa Mira ke kamarnya dan merawatnya dengan penuh kasih sayang. Ia memberi obat dan makanan yang lezat untuk membuat Mira merasa lebih baik. Selama beberapa hari, Bang Coco mengunjungi Mira setiap saat untuk memastikan bahwa ia baik-baik saja.
Ketika ibu Mira kembali dari bekerja, ia sangat terharu melihat Mira yang sudah sembuh dan bersinar. Ia berterima kasih kepada Bang Coco karena telah merawat Mira dengan baik dan memperlakukannya seperti keluarganya sendiri.
Ibu Mira: "Terima kasih banyak, Bang. Saya tidak tahu bagaimana cara membalas budi baikmu. Apa yang bisa saya lakukan untukmu?"
Bang Coco: "Tidak usah membalas budi, Ibu. Saya hanya ingin membantu. Tapi, jika Ibu ingin membantu saya, saya memiliki sebuah permintaan."
Ibu Mira: "Apa itu, Bang?"
Bang Coco: "Saya ingin membangun sebuah sekolah di kampung ini untuk anak-anak yang tidak mampu. Saya ingin memberikan kesempatan kepada mereka untuk belajar dan meraih masa depan yang lebih baik."
Ibu Mira: "Itu adalah ide yang brilian, Bang. Saya akan membantumu dengan segala yang saya miliki."
Bang Coco: "Terima kasih, Ibu. Ini adalah impian saya sejak lama, dan saya sangat senang bahwa bisa membantu anak-anak di kampung ini."
Ibu Mira dan Bang Coco berjabat tangan, saling memberikan senyuman tulus dan bahagia. Mereka berdua merasa bahagia karena dapat membantu orang lain dan memberikan harapan pada mereka yang membutuhkan.
Adegan 11:
(Adegan dimulai dengan Bang Coco berjalan di pasar tradisional di kampung halamannya. Ia bertemu dengan teman-temannya dari masa kecilnya yang kini menjadi preman.)
Teman 1: "Eh, kalo bukan si Bang Coco. Sudah lama kita tidak bertemu ya."
Bang Coco: "Halo, teman-teman. Iya sudah lama sekali."
Teman 2: "Kamu kok malah jadi santri ya? Apa nggak bosen?"
Bang Coco: "Enggak kok. Malah saya merasa hidup saya jadi lebih bermakna sekarang."
Teman 3: "Wah, kok jadi sok suci begini sih. Kita jadi gak bisa main-main lagi nih sama kamu."
Bang Coco: "Kita masih bisa main-main kok, tapi bukan yang merugikan orang lain ya."
Teman 1: "Biarin deh, yang penting kita tetap berteman."
Teman 2: "Tapi Bang Coco, kamu masih punya hutang sama kita loh."
Bang Coco: "Hutang apa?"
Teman 3: "Hutang uang hasil jualan motor yang kamu pinjam waktu itu."
Bang Coco: "Oh itu. Maaf ya, saya belum bisa bayar. Tapi nanti saya pasti akan bayar."
Teman 1: "Kita tunggu aja deh. Tapi kalo nggak bisa bayar, siap-siap aja deh."
Bang Coco: "Maafkan saya ya, teman-teman. Saya harus pergi sekarang."
(Bang Coco berjalan pergi sambil merenung)
Adegan 12:
(Adegan dimulai dengan Bang Coco kembali ke pesantren. Ia berjalan menuju kamar asramanya dan bertemu dengan teman seasramanya, Ahmad.)
Ahmad: "Hai Bang Coco, kamu baru pulang ya?"
Bang Coco: "Iya, aku ke pasar di kampungku."
Ahmad: "Bagaimana kabarnya?"
Bang Coco: "Sudah pasti nggak berubah. Teman-temanku masih saja seperti dulu."
Ahmad: "Kamu merindukan mereka ya?"
Bang Coco: "Mungkin. Tapi aku merasa sudah tidak lagi cocok dengan lingkungan itu."
Ahmad: "Benar juga. Kita sudah menemukan jalan hidup kita masing-masing."
Bang Coco: "Iya, aku merasa bersyukur telah menemukan jalan hidupku di sini."
Ahmad: "Aku juga merasa sama. Jalan hidup kita memang berbeda dengan teman-teman kita di luar sana."
Bang Coco: "Tapi aku harap suatu saat mereka juga akan menemukan jalan hidup mereka yang sebenarnya."
Ahmad: "Siapa tahu suatu saat nanti kita bisa membantu mereka menemukan jalan hidup mereka yang sebenarnya."
Bang Coco: "Iya, semoga saja. Sekarang, aku perlu istirahat. Besok pagi aku ada jadwal mengajar."
Ahmad: "Oke, istirahat yang cukup ya."
(Bang Coco masuk ke kamar asramanya dan beristirahat)
Adegan 13:
(Adegan dimulai
Adegan 13:
[Interior, Gedung Pertunjukan]
Sekarang sudah tiba waktunya bagi Coco untuk tampil. Dia berdiri di belakang panggung, menggenggam gitar dan mencoba untuk menghilangkan rasa gugupnya. Dia melihat ke arah ibunya yang memberinya senyuman dan dukungan.
Coco: [berbisik pada dirinya sendiri] Kamu bisa melakukannya, Coco. Kamu telah mempersiapkan dirimu untuk ini.
Ketika lampu panggung mulai menyala, Coco berjalan menuju ke tengah panggung, dihadapkan oleh kerumunan penonton yang memperhatikan dia. Dia mengambil napas dalam-dalam dan mulai memainkan gitar.
Tepuk tangan meriah mengisi ruangan ketika Coco mulai menyanyikan lagu pertamanya. Dia melihat ke sekitar panggung, merasa gembira dan bahagia karena impian masa kecilnya akhirnya menjadi kenyataan.
Setelah dia menyelesaikan lagu terakhir, kerumunan penonton bangkit berdiri dan memberinya standing ovation. Coco tersenyum lebar dan menunduk hormat, merasa terharu oleh dukungan yang dia terima.
Coco: [pada dirinya sendiri] Aku tak pernah merasa lebih hidup dari sekarang.
[Cut to black]