Kejagung Ungkap Kasus Korupsi Minyak Mentah, Kerugian Negara Capai Rp 193,7 Triliun
Kejaksaan Agung (Kejagung) mengungkap kasus dugaan korupsi dalam tata kelola minyak mentah dan produk kilang yang melibatkan PT Pertamina, sub-holding, serta Kontraktor Kontrak Kerja Sama (KKKS) pada periode 2018 hingga 2023. Kasus ini menimbulkan kerugian negara yang diperkirakan mencapai Rp 193,7 triliun, menjadikannya salah satu skandal terbesar dalam sejarah industri minyak dan gas di Indonesia.
Modus Operandi Korupsi
Berdasarkan hasil penyelidikan Kejagung, terdapat beberapa modus operandi yang digunakan dalam kasus ini, di antaranya:
Manipulasi Pengadaan BBM PT Pertamina Patra Niaga diduga membeli bahan bakar minyak jenis Pertalite untuk kemudian “diblending” menjadi Pertamax. Namun, dalam transaksi tersebut, Pertalite dibeli dengan harga Pertamax, sehingga terjadi manipulasi harga yang merugikan negara.
Mark Up Kontrak Pengiriman Minyak Saat melakukan pengadaan impor minyak mentah dan produk kilang, ditemukan fakta adanya penggelembungan harga (mark up) pada kontrak pengiriman minyak. Direktur Utama PT Pertamina International Shipping, Yoki Firnandi (YF), diduga menaikkan biaya pengiriman sebesar 13 hingga 15 persen secara ilegal. Keuntungan dari praktik ini dinikmati oleh tersangka lainnya, yakni MKAR.
Pengurangan Produksi Kilang Domestik Para tersangka diduga mengatur rapat organisasi hilir (ROH) untuk menurunkan produksi kilang domestik, sehingga produksi minyak mentah dalam negeri tidak terserap sepenuhnya. Akibatnya, pemenuhan kebutuhan minyak dilakukan melalui impor dengan harga lebih tinggi melalui broker tertentu.
Daftar Tersangka
Dalam kasus ini, Kejagung telah menetapkan tujuh tersangka utama, yaitu:
Riva Siahaan (RS) – Direktur Utama PT Pertamina Patra Niaga
Yoki Firnandi (YF) – Direktur Utama PT Pertamina International Shipping
Sani Dinar Saifuddin (SDS) – Direktur Feedstock and Product Optimalization PT Kilang Pertamina Internasional
Agus Purwono (AP) – VP Feedstock Management PT Kilang Pertamina Internasional
MKAR – Beneficial owner PT Navigator Khatulistiwa
DW – Komisaris PT Navigator Khatulistiwa dan Komisaris PT Jenggala Maritim
GRJ – Komisaris PT Jenggala Maritim dan Direktur Utama PT Orbit Terminal Merak
Para tersangka kini telah ditahan guna proses penyidikan lebih lanjut. Kejagung juga telah melakukan pemeriksaan terhadap 96 saksi serta menyita berbagai dokumen dan barang elektronik yang berkaitan dengan kasus ini.
Kerugian Negara dan Dampaknya
Menurut Kejagung, total kerugian negara dalam kasus ini terdiri dari beberapa komponen utama, antara lain:
Kerugian akibat ekspor minyak mentah dalam negeri: Rp 35 triliun
Kerugian akibat impor minyak mentah melalui broker: Rp 2,7 triliun
Kerugian akibat impor BBM melalui broker: Rp 9 triliun
Kerugian akibat pemberian kompensasi tahun 2023: Rp 126 triliun
Kerugian akibat pemberian subsidi tahun 2023: Rp 21 triliun
Total nilai kerugian yang mencapai Rp 193,7 triliun ini sangat besar dan dapat berdampak signifikan terhadap perekonomian negara, terutama dalam sektor energi dan keuangan negara.
Tindakan Hukum dan Respons PT Pertamina
Kejagung telah melakukan penggeledahan di beberapa lokasi terkait, termasuk kantor Direktorat Jenderal Minyak dan Gas Bumi (Migas) Kementerian ESDM, guna mengumpulkan lebih banyak bukti.
Menanggapi kasus ini, PT Pertamina menyatakan siap bekerja sama dengan aparat penegak hukum. Perusahaan juga menegaskan bahwa mereka menghormati proses hukum yang berjalan dengan tetap mengedepankan asas praduga tak bersalah.
Kesimpulan
Kasus dugaan korupsi dalam tata kelola minyak mentah ini menunjukkan bahwa masih ada kelemahan dalam pengawasan dan tata kelola di sektor energi nasional. Dengan nilai kerugian yang sangat besar, diharapkan proses hukum berjalan transparan dan akuntabel agar kasus ini dapat dituntaskan hingga ke akarnya.
Pemerintah dan masyarakat perlu terus mengawal jalannya penyidikan agar keadilan dapat ditegakkan serta mencegah terulangnya praktik korupsi serupa di masa mendatang.
0 comments:
Posting Komentar