Written by Tim
Sarkub
| 03/03/2012 | 3


Syekh Abdul Qadir al-Jaylani merupakan tokoh sufi paling
masyhur di Indonesia. Peringatan Haul waliyullah ini pun selalu dirayakan
setiap tahun oleh umat Islam Indonesia.
Tokoh yang diyakini sebagai cikal bakal berdirinya Tarekat Qadiriyah ini lebih
dikenal masyarakat lewat cerita-cerita karamahnya dibandingkan ajaran
spiritualnya.Terlepas dari pro dan kontra atas kebenaran karamahnya, Biografi
(manaqib) tentangnya sering dibacakan dalam majelis yang dikenal di masyarakat
dengan sebutan manaqiban.


Nama lengkapnya adalah Abdul Qadir ibn Abi Shalih Abdullah
Janki Dusat al-Jaylani. Al-Jaylani merupakan penisbatan pada Jil, daerah di
belakang Tabaristan. Di tempat itulah ia dilahirkan. Selain Jil, tempat ini
disebut juga dengan Jaylan dan Kilan.


NASAB

Sayyid Abu Muhammad Abdul Qadir dilahirkan di Naif,
Jailan, Iraq, pada bulan Ramadhan 470 H, bertepatan dengan th 1077 M. Ayahnya bernama
Shahih, seorang yang taqwa keturunan Hadhrat Imam Hasan, r.a., cucu pertama
Rasulullah saw, putra sulung Imam Ali ra dan Fatimah r.a., puteri tercinta
Rasul. Ibu beliau adalah puteri seorang wali, Abdullah Saumai, yang juga masih
keturunan Imam Husein, r.a., putera kedua Ali dan Fatimah. Dengan demikian,
Sayid Abdul Qadir adalah Hasaniyin sekaligus Huseiniyin.


MASA MUDA

Sejak kecil, ia pendiam, nrimo, bertafakkur dan
sering melakukan agar lebih baik, apa yang disebut ‘pengalaman-pengalaman
mistik’. Ketika berusia delapan belas tahun, kehausan akan ilmu dan keghairahan
untuk bersama para orang saleh, telah membawanya ke Baghdad, yang kala itu
merupakan pusat ilmu dan peradaban. Kemudian, beliau digelari orang Ghauts
Al-A’dzam atau wali Ghauts terbesar.


Dalam terminologi kaum sufi, seorang Ghauts menduduki jenjang
ruhaniah dan keistimewaan kedua dalam hal memohon ampunan dan ridha Allah bagi
ummat manusia setelah para nabi. Seorang ulama’ besar di masa kini, telah
menggolongkannya ke dalam Shaddiqin, sebagaimana sebutan Al Qur’an bagi orang
semacam itu. Ulama ini mendasarkan pandangannya pada peristiwa yang terjadi
pada perjalanan pertama Sayyid Abdul Qadir ke Baghdad.


Diriwayatkan bahwa menjelang keberangkatannya ke Baghdad,
ibunya yang sudah menjanda, membekalinya delapan puluh keping emas yang
dijahitkan pada bagian dalam mantelnya, persis di bawah ketiaknya, sebagai
bekal. Uang ini adalah warisan dari almarhum ayahnya, dimaksudkan untuk
menghadapi masa-masa sulit. Kala hendak berangkat, sang ibu diantaranya
berpesan agar jangan berdusta dalam segala keadaan. Sang anak berjanji untuk
senantiasa mencamkan pesan tersebut.


Begitu kereta yang ditumpanginya tiba di Hamadan,
menghadanglah segerombolan perampok. Kala menjarahi, para perampok sama sekali
tak memperhatikannya, karena ia tampak begitu sederhana dan miskin. Kebetulan
salah seorang perampok menanyainya apakah ia mempunyai uang atau tidak. Ingat
akan janjinya kepada sang ibu, si kecil Abdul Qadir segera menjawab: “Ya, aku
punya delapan puluh keping emas yang dijahitkan di dalam baju oleh ibuku.”
Tentu saja para perampok terperanjat keheranan. Mereka heran, ada manusia
sejujur ini.


Mereka membawanya kepada pemimpin mereka, lalu menanyainya,
dan jawabannya pun sama. Begitu jahitan baju Abdul Qadir dibuka, didapatilah
delapan puluh keping emas sebagaimana dinyatakannya. Sang kepala perampok
terhenyak kagum. Ia kisahkan segala yang terjadi antara dia dan ibunya pada
saat berangkat, dan ditambahkannya jika ia berbohong, maka akan tak bermakna
upayanya menimba ilmu agama.


Mendengar hal ini, menangislah sang kepala perampok, jatuh
terduduk di kali Abdul Qadir, dan menyesali segala dosa yang pernah dilakukan.
Diriwayatkan, bahwa kepala perampok ini adalah murid pertamanya. Peristiwa ini
menunjukkan proses menjadi Shiddiq. Andaikata ia tak benar, maka keberanian kukuh
semacam itu demi kebenaran, dalam saat-saat kritis, tak mungkin baginya.


BELAJAR DI BAGHDAD

Selama belajar di Baghdad, karena sedemikian jujur
dan murah hati, ia terpaksa mesti tabah menderita. Berkat bakat dan
kesalehannya, ia cepat menguasai semua ilmu pada masa itu. Ia membuktikan diri
sebagai ahli hukum terbesar di masanya. Tetapi, kerinduan ruhaniahnya yang
lebih dalam gelisah ingin mewujudkan diri. Bahkan di masa mudanya, kala
tenggelam dalam belajar, ia gemar musyahadah*).


Ia sering berpuasa, dan tak mau meminta makanan dari
seseorang, meski harus pergi berhari-hari tanpa makanan. Di Baghdad, ia sering
menjumpai orang-orang yang berfikir serba ruhani, dan berintim dengan mereka.
Dalam masa pencarian inilah, ia bertemu dengan Hadhrat Hammad, seorang penjual
sirup, yang merupakan wali besar pada zamannya.


Lambat laun wali ini menjadi pembimbing ruhani Abdul Qadir.
Hadhrat Hammad adalah seorang wali yang keras, karenanya diperlakukannya
sedemikian keras sufi yang sedang tumbuh ini. Namun calon ghauts ini menerima
semua ini sebagai koreksi bagi kecacatan ruhaninya.


LATIHAN-LATIHAN RUHANIAH

Setelah menyelesaikan studinya, ia kian keras
terhadap diri. Ia mulai mematangkan diri dari semua kebutuhan dan kesenangan
hidup. Waktu dan tenaganya tercurah pada shalat dan membaca Qur’an suci. Shalat
sedemikian menyita waktunya, sehingga sering ia shalat shubuh tanpa berwudhu
lagi, karena belum batal.


Diriwayatkan pula, beliau kerapkali khatam membaca
Al-Qur’an dalam satu malam. Selama latihan ruhaniah ini, dihindarinya
berhubungan dengan manusia, sehingga ia tak bertemu atau berbicara dengan
seorang pun. Bila ingin berjalan-jalan, ia berkeliling padang pasir. Akhirnya
ia tinggalkan Baghdad, dan menetap di Syustar, dua belas hari perjalanan dari
Baghdad. Selama sebelas tahun, ia menutup diri dari dunia. Akhir masa ini
menandai berakhirnya latihannya. Ia menerima nur yang dicarinya. Diri-hewaninya
kini telah digantikan oleh wujud mulianya.


DICOBA IBLIS

Suatu peristiwa terjadi pada malam babak baru ini,
yang diriwayatkan dalam bentuk sebuah kisah. Kisah-kisah serupa dinisbahkan
kepada semua tokoh keagamaan yang dikenal di dalam sejarah; yakni sebuah kisah
tentang penggodaan. Semua kisah semacam itu memaparkan secara perlambang, suatu
peristiwa alamiah dalam kehidupan.


Misal, tentang bagaimana nabi Isa as digoda oleh Iblis,
yang membawanya ke puncak bukit dan dari sana memperlihatkan kepadanya
kerajaan-kerajaan duniawi, dan dimintanya nabi Isa a.s., menyembahnya, bila
ingin menjadi raja dari kerajaan-kerajaan itu. Kita tahu jawaban beliau,
sebagai pemimpin ruhaniah. Yang kita tahu, hal itu merupakan suatu peristiwa
perjuangan jiwa sang pemimpin dalam hidupnya.


Demikian pula yang terjadi pada diri Rasulullah saw. Kala
beliau kukuh berdakwah menentang praktek-praktek keberhalaan masyarakat dan
musuh-musuh beliau, para pemimpin Quraisy merayunya dengan kecantikan, harta
dan tahta. Dan tak seorang Muslim pun bisa melupakan jawaban beliau: “Aku sama
sekali tak menginginkan harta ataupun tahta. Aku telah diutus oleh Allah
sebagai seorang Nadzir**) bagi umat manusia, menyampaikan risalah-Nya kepada
kalian. Jika kalian menerimanya, maka kalian akan bahagia di dunia ini dan di
akhirat kelak. Dan jika kalian menolak, tentu Allah akan menentukan antara
kalian dan aku.”


Begitulah gambaran dari hal ini, dan merupakan fakta kuat
kemaujudan duniawi. Berkenaan dengan hal ini, ada dua versi kisah tentang
Syaikh Abdul Qadir Jailani. Versi pertama mengisahkan, bahwa suatu hari Iblis
menghadapnya, memperkenalkan diri sebagai Jibril, dan berkata bahwa ia membawa
Buraq dari Allah, yang mengundangnya untuk menghadap-Nya di langit tertinggi.


Sang Syaikh segera menjawab bahwa si pembicara tak lain
adalah si Iblis, karena baik Jibril maupun Buraq takkan datang ke dunia bagi
selain Nabi Suci Muhammad saw. Setan toh masih punya cara lain, katanya:
“Baiklah Abdul Qadir, engkau telah menyelamatkan diri dengan keluasan ilmumu.”
“Enyahlah!, bentak sang wali.” Jangan kau goda aku, bukan karena ilmuku, tapi
karena rahmat Allahlah aku selamat dari perangkapmu”.


Versi kedua mengisahkan, ketika sang Syaikh sedang berada
di rimba belantara, tanpa makanan dan minuman, untuk waktu yang lama, awan
menggumpal di angkasa, dan turunlah hujan. Sang Syaikh meredakan dahaganya.
Muncullah sosok terang di cakrawala dan berseru: “Akulah Tuhanmu, kini
Kuhalalkan bagimu segala yang haram.” Sang Syaikh berucap: “Aku berlindung
kepada Allah dari godaan setan yang terkutuk.” Sosok itu pun segera pergi
berubah menjadi awan, dan terdengar berkata: “Dengan ilmumu dan rahmat Allah,
engkau selamat dari tipuanku.”


Lalu setan bertanya tentang kesigapan sang Syaikh dalam
mengenalinya. Sang Syaikh menyahut bahwa pernyataannya menghalalkan segala yang
haramlah yang membuatnya tahu, sebab pernyataan semacam itu tentu bukan dari
Allah.


Kedua versi ini benar, yang menyajikan dua peristiwa
berlainan secara perlambang. Satu peristiwa dikaitkan dengan perjuangannya
melawan kebanggaan akan ilmu. Yang lain dikaitkan dengan perjuangannya melawan
kesulitan-kesulitan ekonomi, yang menghalangi seseorang dalam perjalanan
ruhaniahnya.


Kesadaran aka kekuatan dan kecemasan akan kesenangan
merupakan kelemahan terakhir yang mesti enyah dari benak seorang salih. Dan
setelah berhasil mengatasi dua musuh abadi ruhani inilah, maka orang layak
menjadi pemimpin sejati manusia.


PANUTAN MASYARAKAT

Kini sang Syaikh telah lulus dari ujian-ujian
tersebut. Maka semua tutur kata atau tegurannya, tak lagi berasal dari nalar,
tetapi berasal dari ruhaninya.


Kala ia memperoleh ilham, sebagaimana sang Syaikh sendiri
ingin menyampaikannya, keyakinan Islami melemah. Sebagian muslim terlena dalam
pemuasan jasmani, dan sebagian lagi puas dengan ritus-ritus dan upacara-upacara
keagamaan. Semangat keagamaan tak dapat ditemui lagi.


Pada saat ini, ia mempunyai mimpi penting tentang masalah
ini. Ia melihat dalam mimpi itu, seolah-olah sedang menelusuri sebuah jalan di
Baghdad, yang di situ seorang kurus kering sedang berbaring di sisi jalan,
menyalaminya.


Ketika sang Syaikh menjawab ucapan salamnya, orang itu
memintanya untuk membantunya duduk. Begitu beliau membantunya, orang itu duduk
dengan tegap, dan secara menakjubkan tubuhnya menjadi besar. Melihat sang
Syaikh terperanjat, orang asing itu menentramkannya dengan kata-kata: ” Akulah
agama kakekmu, aku menjadi sakit dan sengsara, tetapi Allah telah menyehatkanku
kembali melalui bantuanmu.”


Ini terjadi pada malam penampilannya di depan umum di
masjid, dan menunjukkan karir mendatang sang wali. Kemudian masyarakat
tercerahkan, menamainya Muhyiddin, ‘pembangkit keimanan’, gelar yang kemudian
dipandang sebagai bagian dari namanya yang termasyhur. Meski telah ia
tinggalkan kesendiriannya (uzlah), ia tak jua berkhutbah di depan umum. Selama
sebelas tahun berikutnya, ia mukim di sebuah sudut kota, dan meneruskan
praktek-praktek peribadatan, yang kian mempercerah ruhaniyah.


KEHIDUPAN RUMAH TANGGA

Menarik untuk dicatat, bahwa penampilannya di depan
umum selaras dengan kehidupan perkawinannya. Sampai tahun 521 H, yakni pada
usia kelima puluh satu, ia tak pernah berpikir tentang perkawinannya. Bahkan ia
menganggapnya sebagai penghambat upaya ruhaniyahnya. Tetapi, begitu beliau
berhubungan dengan orang-orang, demi mematuhi perintah Rasul dan mengikuti
Sunnahnya, ia pun menikahi empat wanita, semuanya saleh dan taat kepadanya. Ia
mempunyai empat puluh sembilan anak – dua puluh putra, dan yang lainnya putri.


Empat putranya yang termasyhur akan kecendekian dan
kepakarannya, al:


Syaikh Abdul Wahab, putera tertua adalah seorang alim
besar, dan mengelola madrasah ayahnya pada tahun 543 H. Sesudah sang wali
wafat, ia juga berkhutbah dan menyumbangkan buah pikirannya, berkenaan dengan
masalah-masalah syariat Islam. Ia juga memimpin sebuah kantor negara, dan
demikian termasyhur.


Syaikh Isa, ia adalah seorang guru hadits dan seorang
hakim besar. Dikenal juga sebagai seorang penyair. Ia adalah seorang khatib
yang baik, dan juga Sufi. Ia mukim di Mesir, hingga akhir hayatnya.


Syaikh Abdul Razaq. Ia adalah seorang alim, sekaligus
penghafal hadits. Sebagaimana ayahnya, ia terkenal taqwa. Ia mewarisi beberapa
kecenderungan spiritual ayahnya, dan sedemikian masyhur di Baghdad, sebagaimana
ayahnya.


Syaikh Musa. Ia adalah seorang alim terkenal. Ia
hijrah ke Damaskus, hingga wafat.


Tujuh puluh delapan wacana sang wali sampai kepada
kita melalui Syaikh Isa. Dua wacana terakhir, yang memaparkan saat-saat
terakhir sang wali, diriwayatkan oleh Syaikh Wahab. Syaikh Musa termaktub pada
wacana ke tujuh puluh sembilan dan delapan puluh. Pada dua wacana terakhir
nanti disebutkan, pembuatnya adalah Syaikh Abdul Razaq dan Syaikh Abdul Aziz,
dua putra sang wali, dengan diimlakkan oleh sang wali pada saat-saat
terakhirnya.


KESEHARIANNYA

Sebagaimana telah kita saksikan, sang wali bertabligh
tiga kali dalam seminggu. Di samping bertabligh setiap hari, pada pagi dan
malam hari, ia mengajar tentang Tafsir Al Qur’an, Hadits, Ushul Fiqih, dan mata
pelajaran lain. Sesudah Dhuhur, ia memberikan fatwa atas masalah-masalah hukum,
yang diajukan kepadanya dari segenap penjuru dunia. Sore hari, sebelum sholat
Maghrib, ia membagi-bagikan roti kepada fakir miskin. Sesudah sholat Maghrib,
ia selalu makan malam, karena ia berpuasa sepanjang tahun. Sebalum berbuka, ia
menyilakan orang-orang yang butuh makanan di antara tetangga-tetangganya, untuk
makan malam bersama. Sesudah sholat Isya’, sebagaimana kebiasaan para wali, ia
mengaso di kamarnya, dan melakukan sebagian besar waktu malamnya dengan
beribadah kepada Allah – suatu amalan yang dianjurkan Qur’an Suci. Sebagai
pengikut sejati Nabi, ia curahkan seluruh waktunya di siang hari, untuk
mengabdi ummat manusia, dan sebagian besar waktu malam dihabiskan untuk
mengabdi Penciptanya.


Pengaruh dan Karya


Waktunya banyak diisi dengan meengajar dan bertausyiah. Hal
ini membuat Syekh tidak memiliki cukup waktu untuk menulis dan mengarang.
Bahkan, bisa jadi beliau tidak begitu tertarik di bidang ini. Pada tiap
disiplin ilmu, karya-karya Islam sudah tidak bisa dihitung lagi. Bahkan,
sepertinya perpustakaan tidak butuh lagi diisi buku baru. Yang dibutuhkan
masyarakat justru saran seorang yang bisa meluruskan yang bengkok dan membenahi
kesalahan masyarakat saat itu. Inilah yang memanggil suara hati Syekh. Ini pula
yang menjelaskan pada kita mengapa tidak banyak karya yang ditulis Syekh.


Memang ada banyak buku dan artikel yang diklaim sebagai
tulisannya. Namun, yang disepakati sebagai karya syekh hanya ada tiga:


1.Al-Ghunyah li Thalibi Thariq al-Haqq merupakan karyanya
yang mengingatkan kita dengan karya monumental al-Ghazali, Ihya’ ‘Ulum al-Din.
Karya ini jelas sekali terpengaruh, baik tema maupun gaya bahasanya, dengan
karya al-Ghazali itu. Ini terlihat dengan penggabungan fikih, akhlak, dan
prinsip suluk. Ia memulai dengan membincangkan aspek ibadah, dilanjutkan dengan
etika Islam, etika doa, keistimewaan hari dan bulan tertentu. Ia kemudian
membincangkan juga anjuran beribadah sunah, lalu etika seorang pelajar,
tawakal, dan akhlak yang baik.


2.Al-Fath al-Rabbani wa al-Faydh al-Rahmani merupakan
bentuk tertulis (transkripsi) dari kumpulan tausiah yang pernah disampaikan
Syekh. Tiap satu pertemuan menjadi satu tema. Semua pertemuan yang dibukukan
ada 62 kali pertemuan. Pertemuan pertama pada 3 Syawal 545 H. Pertemuan
terakhir pada hari Jumat, awal Rajab 546 H. Jumlah halamannya mencapai 90
halaman. Format buku ini mirip dengan format pengajian Syekh dalam berbagai
majelisnya. Sebagiannya bahkan berisi jawaban atas persoalan yang muncul pada
forum pengajian itu.


3.Futuh al-Ghayb merupakan kompilasi dari 78 artikel
yang ditulis Syekh berkaitan dengan suluk, akhlak, dan yang lain. Tema dan gaya bahasanya sama
dengan al-Fath al-Rabbani. Keseluruhan halamannya mencapai 212 halaman. Buku
ini sendiri sebetulnya hanya 129 halaman. Sisa halamannya diisi dengan himpunan
senandung pujian yang dinisbatkan pada Syekh. Ibn Taymiyah juga memuji buku
ini.


Kesaksian Ulama

Syekh Junaid al-Baghdadi, hidup 200 tahun sebelum
kelahiran Syekh Abdul Qadir. Namun, pada saat itu ia telah meramalkan akan
kedatangan Syekh Abdul Qadir Jailani. Suatu ketika Syekh Junaid al-Baghdadi
sedang bertafakur, tiba-tiba dalam keadaan antara sadar dan tidak, ia berkata,
“Kakinya ada di atas pundakku! Kakinya ada di atas pundakku!”


Setelah ia tenang kembali, murid-muridnya menanyakan apa
maksud ucapan beliau itu. Kata Syekh Junaid al-Baghdadi, “Aku diberitahukan
bahwa kelak akan lahir seorang wali besar, namanya adalah Abdul Qadir yang
bergelar Muhyiddin. Dan pada saatnya kelak, atas kehendak Allah, ia akan
mengatakan, ‘Kakiku ada di atas pundak para Wali.”


Syekh Abu Bakar ibn Hawara, juga hidup sebelum masa
Syekh Abdul Qadir. Ia adalah salah seorang ulama terkemuka di Baghdad. Konon,
saat ia sedang mengajar di majelisnya, ia berkata:


“Ada 8 pilar agama (autad) di Irak, mereka itu adalah; 1)
Syekh Ma’ruf al Karkhi, 2) Imam Ahmad ibn Hanbal, 3) Syekh Bisri al Hafi, 4)
Syekh Mansur ibn Amar, 5) Syekh Junaid al-Baghdadi, 6) Syekh Siri as-Saqoti, 7)
Syekh Abdullah at-Tustari, dan 8) Syekh Abdul Qadir Jailani.”


Ketika mendengar hal itu, seorang muridnya yang bernama
Syekh Muhammad ash-Shanbaki bertanya, “Kami telah mendengar ke tujuh nama itu,
tapi yang ke delapan kami belum mendengarnya. Siapakah Syekh Abdul Qadir
Jailani?”


Maka Syekh Abu Bakar pun menjawab, “Abdul Qadir
adalah shalihin yang tidak terlahir di Arab, tetapi di Jaelan (Persia) dan akan
menetap di Baghdad.”


Qutb al Irsyad Abdullah ibn Alawi al Haddad
(1044-1132 H), dalam kitabnya Risalatul Mu’awanah menjelaskan tentang tawakkal,
dan beliau memilih Syekh Abdul Qadir Jaylani sebagai suri-teladannya.


Seorang yang benar-benar tawakkal mempunyai 3 tanda.
Pertama, ia tidak takut ataupun mengharapkan sesuatu kepada selain Allah. Kedua,
hatinya tetap tenang dan bening, baik di saat ia membutuhkan sesuatu atau pun
di saat kebutuhannnya itu telah terpenuhi. Ketiga, hatinya tak pernah terganggu
meskipun dalam situasi yang paling mengerikan sekalipun.


Suatu ketika beliau sedang berceramah di suatu majelis,
tiba-tiba saja jatuh seekor ular berbisa yang sangat besar di atas tubuhnya
sehingga membuat para hadirin menjadi panik. Ular itu membelit Syekh Abdul
Qadir, lalu masuk ke lengan bajunya dan keluar lewat lengan baju yang lainnya.
Sedangkan beliau tetap tenang dan tak gentar sedikit pun, bahkan beliau tak
menghentikan ceramahnya. Ini membuktikan bahwa Syekh Abdul Qadir Jailani
benar-benar seorang yang tawakkal dan memiliki karamah.


Ibnu Rajab juga berkata, “Syekh Abdul Qadir Al Jailani
memiliki pendapat yang bagus dalam masalah tauhid, sifat-sifat Allah, takdir,
dan ilmu-ilmu makrifat yang sesuai dengan sunnah. Beliau memiliki kitab Al
Ghunyah Li Thalibi Thariqil Haq, kitab yang terkenal. Beliau juga mempunyai
kitab Futuhul Ghaib. Murid-muridnya mengumpulkan perkara-perkara yang banyak
berkaitan dengan nasehat dari majelis-majelis beliau. Dalam masalah-masalah
sifat, takdir dan lainnya, ia berpegang pada sunnah. “


Al-Dzahabi juga berkata, “Tidak ada seorangpun para
ulama besar yang riwayat hidup dan karamahnya lebih banyak kisah hikayat,
selain Syekh Abdul Qadir Al Jailani, dan banyak di antara riwayat-riwayat itu
yang tidak benar bahkan ada yang mustahil terjadi.”


Wafat

Syekh wafat setelah menderita sakit ringan dalam
waktu tidak lama. Bahkan, ada yang mengatakan, Syekh sakit hanya
sehari—semalam. Ia wafat pada malam Sabtu, 10 Rabiul Awal 561 H. Saat itu
usianya sudah menginjak 90 tahun. Sepanjang usianya dihabiskan untuk berbuat
baik, mengajar, dan bertausiah.


Konon, ketika hendak menemui ajal, putranya yang bernama
‘Abdul Wahhab memintanya untuk berwasiat. Berikut isi wasiat itu:


“Bertakwalah kepada Allah. Taati Tuhanmu. Jangan takut dan
jangan berharap pada selain Allah. Serahkan semua kebutuhanmu pada Allah Azza
wa Jalla. Cari semua yang kamu butuhkan pada Allah. Jangan terlalu percaya pada
selain Allah. Bergantunglah hanya pada Allah. Bertauhidlah! Bertauhidlah!
Bertauhidlah! Semua itu ada pada tauhid.”


Demikian manaqib ini kami tulis, semoga membawa barokah,
manfa,at, dan Ridho allah swt, syafa’at Rosululloh serta karomah Auliyaillah
khushushon Syekh Abdul Qodir Jailani selalu terlimpahkan kepada kita, keluarga
dan anak turun kita semua Dunia – Akhirat. Amien


Diambil dari berbagai sumber


*) Musyahadah : penyaksian langsung. Yang dimaksud ialah
penyaksian akan segala kekuasaan dan keadilan Allah melalui mata hati.


**) Nadzir : pembawa ancaman atau pemberi peringatan.
Salah satu tugas terpenting seorang Rasul adalah membawa beita, baik berita
gembira maupun ancaman.


0 comments:

Luncurkan toko Anda hanya dalam 4 detik dengan 
 
Top