ilus_ilmuhikmah copyTataran ilmu paling tinggi dalam ngilmu kejawen adalah kasampurnan. Disebut juga kebatinan, pengertian universalnya dinamakan spiritualitas. Yang mampu menggayuhnya hanya orang dewasa.
Ngelmu Kasampurnan disebut juga Ngelmu Sejati atau Kasunyatan. Nyata, cetho welo-welo. Yang samar menjadi jelas, yang gaib menjadi nyata, yang tidak masuk akal dapat dibuktikan, yang berada dalam angan-angan dapat diwujudkan. Itulah sifat ilmu!
Ngilmu kebatinan adalah ilmu tua. Maka, yang mampu memelajarinya hanyalah orang-orang dewasa yang telah matang jalan pikirannya. Orang yang masih senang menggeluti kenikmatan duniawi, seperti menumpuk harta kekayaan, mencari posisi kekuasaan yang memberi kepuasan duniawi, memburu kenikmatan ragawi (biologis), tentu tidak tertarik pada ngelmu ini.
Seseorang biasanya baru mulai tertarik pada spiritualitas, atau mulai memahaminya bila kehidupannya mulai tenang, sudah imbang, sudah balance pemahaman hidup duniawi dan spiritual. Jadi, tatkala jiwanya mulai matang, bukan matang dalam segi umurnya sudah tua, dan simpanan hartanya sudah banyak, lantas tertarik mencari makna dan tujuan hidup sejati. Tetapi matang dalam keruhaniannya.
Di sini, manusia berada dalam tingkat kesadaran bahwa hidup di dunia ini selain berurusan dengan kehidupan duniawi yang benar dan baik, juga ada kehidupan spiritual yang harus dipahami. Apalagi dia tahu benar bahwa hidup di dunia ini relatif tidak lama. Sebaiknya dia bersikap bijak dan lalu mulai menapaki kehidupan spiritual yang akan mengantarkannya ke masa mendatang yang terjamin di bawah naungan Gusti, Tuhan Sang Pengatur Kehidupan Sejati.

Tingkatan Ngelmu
Masyarakat tradisional Jawa mengenal ada orang-orang tua atau dituakan. Wong Tuwo atau orang yang dituakan, disebut orang ‘Pintar’, disebut juga Priyayi Sepuh. Merekalah Guru Kebatinan alias Guru Ngelmu, yang diikuti dan dipatuhi nasihat dan pitutur-pituturnya. Di dalam paguyuban, ia memberi tuntunan pelajaran kebatinan kepada murid-muridnya atau anggota paguyubannya. Juga memberikan pelajaran etika, budi pekerti, sopan-santun, bagaimana cara memosisikan diri, seperti sikap yang muda terhadap yang tua, bagaimana yang tua menyayangi yang muda dan yang anak-anak.
Selain mengajari spiritualitas dan budi luhur kepada orang-orang yang berguru, seorang Priyayi Sepuh juga sering dimintai tolong oleh masyarakat yang membutuhkan bantuannya dalam berbagai bidang yang pelik di dalam kehidupan ini. Pertolongan itu diberikan dengan ikhlas, tanpa menarik biaya. Di sinilah bedanya antara Guru Laku dengan praktik paranormal yang menarik bayaran untuk bantuan yang diberikannya.
Di dalam tradisional Jawa, sebelum orang belajar ngelmu yang tertinggi yaitu Kasampurnan atau Kebatinan, terlebih dulu mempelajari pengetahuan supranatural yang tingkatannya lebih rendah. Tingkatan Ngelmu tersebut, pertama Kanoman, kemudian Kanoragan, Kadonya, lantas Kasepuhan.

Kanoman
Kanoman dari kata dasar, nom, anom, enom artinya muda. Maka kanoman biasanya diartikan sebagai “ngelmu muda”. Ilmu untuk anak-anak muda, sedangkan “ngelmu sepuh” untuk orang dewasa. Orang-orang dewasa yang jiwanya selalu muda, maka yang ingin dimiliki adalah ilmu kanoman. Ngelmunya, yang dipelajari adalah mantra-mantra yang menjadikan awet muda. Perilakunya juga seperti anak muda. Model berbusana, bersolek, berpenampilan, kendaraannya pun seperti anak muda. Bahkan yang dikumpuli juga anak-anak muda.
Pada masa lalu, mayoritas anak muda berpikiran dan berperilaku positif, sikap hidupnya dituntun oleh panduan Budi Pekerti dan sangat percaya kepada kekuasaan tertinggi dari Tuhan Yang Maha Kuasa. Lingkungan kehidupan dan alam sekitarnya membuat mereka lebih peka terhadap adanya hal-hal yang tidak terlihat, tetapi sebenarnya ada, bahwa ada dimensi lain yang dikatakan gaib dalam kehidupan ini.
Pada zaman kuno, anak-anak muda belajar dengan cara nyantrik di padepokan, berguru kepada seorang guru yang mumpuni. Di perguruan ditanamkan pelajaran-pelajaran seperti Budi Pekerti, Pengetahuan Umum, Kanuragan, dan hal-hal yang mengarah ke kebatinan.
Guru yang menentukan tingkat pelajaran dari siswa, berdasarkan pengamatan dan penilaiannya terhadap kemampuan setiap siswa. Pada prinsipnya guru hanya menerima siswa yang berwatak baik dan sungguh-sungguh punya niat untuk belajar.
Persyaratan yang ditentukan adalah: Berwatak satria artinya punya rasa tanggung jawab, berani karena benar, jujur, punya rasa welas asih kepada sesama, hormat kepada guru dan sanggup menjunjung nama baik perguruan.
Sambil melakukan pekerjaan praktis setiap harinya untuk menunjang kehidupan di padhepokan seperti: bertani, berkebun, beternak, mengambil air, membersihkan rumah dan halaman; para siswa juga belajar ilmu dan ngelmu sesuai dengan tingkatnya.
Selain tetap diajarkan Budi Pekerti, tata krama, tata susila, untuk pergaulan di masyarakat, diajarkan pula pengetahuan umum dan berbagai keterampilan untuk bekal menunjang keperluan hidupnya di kemudian hari. Salah satu pelajaran dan pelatihan yang penting adalah olah supranatural yang sesuai dengan kelasnya, untuk para muda dilatih dengan kanuragan.

KANURAGAN
Dalam kanuragan, yang dilatih adalah raga sehingga orang yang mempelajari dan mempraktikkan kanuragan menjadi kuat dan bahkan dibilang sakti karena dia menjadi antara lain kuat menerima pukulan, tidak mempan senjata tajam, tembakan peluru, dan sebagainya. Kanuragan biasanya diminati oleh golongan muda, setelah mereka melihat dan mengalami hasilnya yang menakjubkan, mereka menjadi lebih percaya kepada hal-hal yang bersifat supranaturalis.
Untuk orang-orang tertentu kelebihan positif dari kanuragan, membuat mereka ingin mempelajari juga Kebatinan/Spiritualitas.
Kanuragan selain belajar seni bela diri terutama untuk mempertahankan diri bila diserang, juga untuk berlaga, menyerang lawan.
Selain itu, siswa juga mulai diberi ajaran yang berupa mantra atau aji-aji untuk keselamatan, untuk memayungi diri dari segala macam gangguan fisik dan non-fisik.

0 comments:

Luncurkan toko Anda hanya dalam 4 detik dengan 
 
Top