Rabu

MANTRA PENGUNDANG IBU RATU | KWA



Assalamu’alaikum wr wb.

Segala bagi Allah Yang Maha Agung. Sholawat dan salam semoga terlimpah kepada Junjungan kita Nabi besar Muhammad SAW bersama keluarga beliau.

Salam hormat takdzim kepada Ki Wong Alus…

Menjabat erat penuh persaudaraan dan hormat takdzim kepada para Sedulurku KWA dan para sesepuh..

Sebelumnya, saya mohon maaf sebesar-besarnya dan meminta izin kepada para sesepuh di blog KWA, untuk sedikit sharing setitik ilmu yang Allah titipkan kepada saya yang bodoh ini dan tidak mempunyai apa-apa, insya Allah bisa sebagai pengetahuan untuk menambah khasanah pembandaharaan ilmu di blog KWA dan agar ilmu ini tidak punah dimakan zaman..

Mungkin di antara sesepuh dan para sedulur KWA pernah mendengar atau ada yang memiliki mantera pengundang Ibu Ratu Hj, Nyai Dewi Roro Kidul. Sebelum dan sesudahnya saya kembali memohon maaf sebesar-besarnya jika telah atau dianggap lancang atau tidak sopan jika dianggap berani-beraninya mensharing ilmu pengundang Ibu Ratu ini, padahal saya yang bodoh ini, bukan siapa-siapa dan tidak berilmu seperti para beliau-beliau yang mungkin ada di KWA.

Sekali lagi saya mohon maaf sebesar-besarnya…

Inilah mantera pengundang Ibu Ratu…

Bismillahirrohmanirrohim….
Asyhadu alla ilaha ilallah wa asyhadu anna Muhammaddarrosulullah…
Bismidat Dalima Putih, Gumilang Cahaya ning Suci ing Wisesa…
Matih Sang Rama Wulung, Ya Ibu Ratu Agung, Sangiang Dangiang Hajah Nyai Dewi Roro Kidul….
Rawung Ka’anjeng Gusti Wali Tunggal…
Laluhur Saka Wayana si Nareng Ka’anjeng Syech Haji Wali Sakti Kudratullah…
Sumerep ing Genuruwah Sang Kremi Pelabuhan Ratu…
Dupe Ciri Wali Purwa tanpa Wekasan…
Tusta Usmaningani Tugtupku Kersaning Allah…

Ini dibaca sebanyak-banyaknya, seikhlasnya… (Puasa 3 hari… Lebih bagus, dimulai di hari kelahiran)

Ket : Dibaca selama puasa 3 hari dan berbukanya tidak makan, makanan yang bernyawa dan selama berpuasa, diharuskan mandi kembang 7 rupa, sebelum sholat hajat.Saat membacanya, diharuskan membakar kemenyan atau hio dan kamar harus dalam keadaan bersih.

Insya Allah, di hari ketiga, Beliau akan mendatangi kita baik secara langsung atau dalam mimpi. (Demi Allah, sejujurnya saya didatangi beliau dalam mimpi

ketika dulu menjalani ritual ini, tetapi saat saya membaca mantera pengundang beliau di hitungan puluhan pada hari terakhir sebelum saya tidur, saya

mendengar riuh suara gamelan terdengar dari kejauhan, seakan-akan seperti penyambutan kedatangan seorang pembesar, tapi sangat jelas terdengar di

telinga saya selama kurang lebih dari 2-3 menit’n…)

Insya Allah, kegunaannya bisa bertanya persoalan pelik terhadap beliau dan jika beliau berkenan, kita bisa berguru kepada beliau. Tetapi jika boleh saya yang bodoh ini mengingatkan, bahwa bagaimana pun juga, beliau adalah makhluk Allah dan hadirnya beliau juga tentunya semata-mata atas izin Allah. Kita sebagai manusia hanya boleh menyembah Dia dan hanya Dia yang berhak disembah, yaitu Allah SWT. Amin.

Mohon maaf saya belum berhak mengijazahkan Ilmu pengundang Ibu Ratu, terkecuali… Terkecuali, Insya Allah, jika adanya isyaroh dari beliau pemilik ilmu ini kepada saya untuk diberikan kepada siapa yang berhak mendapatkan ijazahnya.

Mungkin juga, sekiranya ada sesepuh di sini yang bisa mengijazahkannya kepada para sedulur yang berminat akan keilmuan ini.

Sekali lagi saya yang bodoh ini, mohon maaf jika adanya penulisan yang salah, sebab saya selama ini menghafalnya di luar kepala, bukan menulisnya. Jadi jika banyak kesalahan dalam penulisan, harap para sesepuh dan sedulur mengoreksinya dan memaklumi.

Wassalam…

sumber: MANTRA PENGUNDANG IBU RATU | KWA

Selasa

SSH Server Indonesia 1| Securedssh.com














NoUsernamePasswordServer IPTypePortLocationExpired
1securedssh.com-1952810370id-1.securedssh.comDropbear443 143 80Indonesia07-November-2014
2securedssh.com-296751976id-1.securedssh.comDropbear443 143 80Indonesia07-November-2014
3securedssh.com-512012304id-1.securedssh.comDropbear443 143 80Indonesia07-November-2014
4securedssh.com-1170323643id-1.securedssh.comDropbear443 143 80Indonesia07-November-2014
5securedssh.com-316001607id-1.securedssh.comDropbear443 143 80Indonesia07-November-2014
6securedssh.com-527124569id-1.securedssh.comDropbear443 143 80Indonesia07-November-2014
7securedssh.com-268863987id-1.securedssh.comDropbear443 143 80Indonesia07-November-2014
8securedssh.com-1385112495id-1.securedssh.comDropbear443 143 80Indonesia07-November-2014
9securedssh.com-3166725845id-1.securedssh.comDropbear443 143 80Indonesia07-November-2014
10securedssh.com-2485027607id-1.securedssh.comDropbear443 143 80Indonesia07-November-2014
When the accounts expires, return here to pick up a new account !

Senin

Sistem Penanggalan Kalender Jawa

Dalam kalender Jawa Tahun bukanlah satuan waktu terpanjang, di atas tahun itu masih terdapat Windu dan Lambang.

Lambang
Lambang merupakan jarak waktu 8 tahunan, terdapat 2 macam Lambang :
Langkir (8 tahun)
Kulawu (8 tahun)
Siklus total dari Lambang adalah 16 tahun. Pergantian antara satu Lambang dengan Lambang yang lain ditentukan pada setiap tanggal 1 sura tahun Alip (Lihat sistem tahun). 

Windu
Sama seperti lambang, windu mempunyai jarak waktu atau umur 8 tahun, terdapat 4 macam Windu.
  1. Adi (8 tahun)
  2. Kuntara (8 tahun)
  3. Sengara (8 tahun)
  4. Sancaya (8 tahun)
Siklus total dari seluruh windu adalah 32 tahun. Pergantian antara satu windu dengan yang lain adalah sama dengan lambang yaitu dimulai dari tahun Alip dan berakhir pada tahun Jumakir. Bila di gabungkan antara lambang dan windu maka siklus keduanya adalah sebagai berikut : Windu Adi, lambang Langkir -> Windu Kunthara, lambang Kulawu -> Windu Sengara, lambang Langkir -> dan Windu Sancaya, lambang Kulawu.
Masing-masing Windu memiliki arti sendiri-sendiri. Windu Adi memiliki artu utama, Windu Kuntara memiliki arti kelakuan, Sengara dapat berarti banjir sedangkan Sanjata adalah kekumpulan (persahabatan). 

Tahun
Terdapat 8 macam tahun menurut kalender jawa, 8 tahun ini memiliki umur antara 354 dan 355 hari
  1. Alip (354 hari)
  2. Ehe (355 hari)
  3. Jimawal (354 hari)
  4. Je (355 hari)
  5. Dal (354 hari)
  6. Be (354 hari)
  7. Wawu (354 hari)
  8. Jimakir (355 hari)
Jumlah hari pada table diatas tidaklah mutlak, karena pada akhirnya untuk menentukan tanggal 1 Sura, biasanya penanggalan jawa mengikuti sistem Hijriah. Seperti halnya Windo setiap tahun memiliki arti sendiri : Alip berarti mulai berniat, Ehe artinya melakukan, Jimawal artinya pekerjaan, Je artinya nasih, Dal artinya hidup, Be artinya selalu kembali, Wawu artinya kearah dan Jimakir artinya kosong.

Bulan
Seperti bulan Hijriah atau Masehi, maka penanggalan Jawa juga menganut sistem dengan 12 bulan, jumlah harinya antara 29 dan 30 (mengikuti siklus bulan).
  1. Sura (30 hari)
  2. Sapar ((Dal) 29/30 hari)
  3. Mulud (30 hari)
  4. Rabimulakir/Bakdamulud (29 hari)
  5. Jumadilawal ((Dal) 29/30 hari)
  6. Julmadilakhir ((Dal) 30/29 hari)
  7. Rajab/Rejeb (30 hari)
  8. Sadran/Ruwah (29 hari)
  9. Puasa/Pasa (30 hari)
  10. Sawal (29 hari)
  11. Dulkaidah/Sela (30 hari)
  12. Besar (29/(Tahun kabisat) 30 hari)
Terdapat bulan yang berubah jumlah harinya berdasarkan tahun Dal atau tidak : Sapar, Bakdamulud, Jumadilawal, Jumadilakhir. Dan ada juga yang berubah karena merupakan tahun kabisat yaitu Besar.

Sejarah Kalender Jawa

Kalender Jawa mulai digunakan di pulau Jawa sejak tahun 1625 Masehi. Sultan Agung yang merupakan raja Mataram sedang berusaha keras untuk menyebarkan agama Islam. Pada saat sebelumnya sistem penanggalan yang digunakan adalah Saka yang di adopsi dari India.

Kalender Saka
Sebelum beredarnya Kalender Jawa yang seperti saat ini, di pulau Jawa terutama pada jaman kerajaan Mataram, orang menganut penanggalan Saka atau Kalender Saka. Kalender ini berasal dari India dan menggunakan perhitungan bulan dan matahari. Kalender ini masuk ke Indonesia seiring dengan pengaruh agama Hindu yang mulai masuk ke Indonesia sejak abad ke 4/5. Di Indonesia, khususnya di Jawa dan Bali, sistem penanggalan ini di adaptasi lagi agar sesuai dengan corak penanggalan lokal.

Mulainya Kalender Jawa
Semenjak masuknya Islam di pulau Jawa, Sultan Agung yang telah menganut agama Islam berkehendak untuk menggunakan Kalender Islam (Hijriah) tanpa meninggalkan perhitungan Kalender yang telah ada. Maka dari itu munculah kalender Jawa yang merupakan adaptasi dari Kalender Islam. Hal ini dapat dilihat dari nama-nama bulan yang digunakan di Kalender Jawa yang sesuai dengan nama-nama bulan di Kalender Islam. Sedangkan adaptasi tetap di butuhkan untuk mengakomodasi kepentingan lokal saat itu. Pada contohnya penggunaan kalender Islam yang menggunakan 7 hari dalam seminggu sedangkan orang Jawa menggunakan sistem 5 hari dalam seminggu. Sistem ini tetap dipertahankan yang membuat kedua sistem ini tetap berjalan secara paralel hingga saat ini.
Tepatnya pada tahun 1633 Masehi, Sultan Agung mulai menggunakan kalender Jawa, untuk menjaga kesinambungan dengan tahun Saka yang digunakan saat itu maka tahun yang ditetapkan adalah 1547 Jawa bukan 1035 Hijriah. Hingga saat ini kalender Jawa tetap bertahan dan digunakan oleh sebagian masyarakat Jawa.

Satu Suro · Kalender Jawa

Tanggal satu suro menandakan awal tahun baru dalam kalender jawa. Tanggal ini bertepatan dengan 1 Muharram yang juga merupakan tahun baru Islam. Dalam tradisi masyarakat Jawa, satu suro memiliki makna tersendiri, dan di banyak daerah satu suro ini diperingati dengan berbagai macam kegiatan.


Lek-lekan
Lek-lekan dapat diartikan begadang, ini dapat
dilakukan di kampung-kampung, seperti di pos ronda contohnya. Masyarakat
berkumpul, mengobrol sambil menanti datangnya pagi.


Tapa Bisu
Ritual tapa bisu dilakukan menjelan dini hari dengan cara mengelilingi benteng keraton dengan tetap membisu. Ini dilakukan untuk mawas diri dan merenung mengenai hal-hal yang telah dilakukan selama satu tahun sebelumnya, selain itu perenungan ini juga dilakukan untuk berpikir mengenai hubungan manusia dengan Tuhan YME.


KungKum
Kungkum atau berendam di sungai atau di sendang air, dilakukan untuk membersihkan badan sambil merenung.


Kirab Kebo Bule
Kebo Bule atau Kerbau albino adalah binatang peliharaan keraton. Kirab kebo bule dimulai biasanya pada malam hari, dimana sang kerbau tanpa digiring oleh siapa pun akan berjalan ke halaman keraton. Orang-orang akan ramai untuk mengikuti kebo-kebo bule tersebut.


Download Printable Islamic Calendar 2015

Islamic Calendars Downloads



Islamic Calendar 2015 (1436) - Monthwise

Printable
Islamic Calendar 2015 / Hijri Calendar 2015 for Makkah (Islamic Year
1436). This calendar is in Arabic & English. Important islamic
events have been marked in the calendar. Click here to know more about this Islamic Calendar.

Download

Size: 4.63 MB



Hijri Calendar 1436 (2015) - Annual

Printable
Islamic Calendar 2015 for Makkah (1436). This is a one page calendar
which shows the start date of each islamic month. Click here to know more.

Download

Size: 1.38 MB




Islamic Calendar 2014 (1435) - Monthwise

Printable
Islamic Calendar 2014 / Hijri Calendar 2014 for Makkah (Islamic Year
1435). This calendar is in Arabic & English. Important islamic
festivals have been marked in the calendar. Click islamic calendar 2014 to read more about it.

Download

Size: 2.79 MB



Hijri Calendar 1435 (2014) - Annual

Printable Hijri calendar 1435 for Makkah. This is one page calendar which shows the start date of each islamic month. Click hijri calendar 1435 to know more.

Download

Size: 1.33 MB




Perbedaan antara Nabi dengan Rasul

Setiap Rasul adalah Nabi, namun Tidak Sebaliknya
Para Ulama’ menjelaskan bahwa seorang Rasul adalah pasti seorang Nabi, namun tidak sebaliknya. Seorang Nabi belum tentu seorang Rasul. Sehingga, jumlah Nabi lebih banyak dibandingkan jumlah Rasul.
Rasulullah shollallaahu ‘alaihi wasallam ketika menyatakan: “Tidak ada Nabi sepeninggalku”, hal itu berarti bahwa tidak mungkin ada Nabi dan Rasul sepeninggal Rasulullah Muhammad shollallaahu ‘alaihi wasallam.

Perbedaan antara Nabi dengan Rasul
Terdapat beberapa definisi tentang perbedaan Nabi dan Rasul, namun semuanya sepakat bahwa Nabi adalah seorang laki-laki yang mendapatkan wahyu dari Allah. Beberapa definisi perbedaan antara Nabi dan Rasul itu di antaranya:
  1. Nabi diberi wahyu berupa syariat tapi tidak diperintahkan untuk menyampaikan kepada yang lain, sedangkan Rasul diperintahkan untuk menyampaikan pada yang lain (definisi ini adalah dari Jumhur Ulama’, juga disebutkan dalam Fatwa alLajnah adDaaimah).
  2. Rasul diutus dengan membawa syariat baru sedangkan Nabi menguatkan / melanjutkan syariat dari Rasul sebelumnya (definisi ini dijelaskan oleh asy-Syaukaany dan al-Aluusy).
  3. Rasul diutus kepada kaum yang menentang, sedangkan Nabi diutus kepada kaum yang sudah tunduk dengan syariat dari Rasul sebelumnya (pendapat Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah).
Dalil pendapat ke-3 ini adalah:
إِنَّا أَنْزَلْنَا التَّوْرَاةَ فِيهَا هُدًى وَنُورٌ يَحْكُمُ بِهَا النَّبِيُّونَ الَّذِينَ أَسْلَمُوا لِلَّذِينَ هَادُوا وَالرَّبَّانِيُّونَ وَالأَحْبَارُ بِمَا اسْتُحْفِظُوا مِنْ كِتَابِ اللَّهِ وَكَانُوا عَلَيْهِ شُهَدَاءَ
“Sesungguhnya Kami telah menurunkan Kitab Taurat di dalamnya (ada) petunjuk dan cahaya (yang menerangi), yang dengan Kitab itu diputuskan perkara orang-orang Yahudi oleh Nabi-nabi yang menyerah diri kepada Allah, oleh orang-orang alim mereka dan pendeta-pendeta mereka, disebabkan mereka diperintah memelihara kitab – kitab Allah dan mereka menjadi saksi terhadapnya….(Q.S alMaidah: 44).

Rasul Pertama adalah Nuh
Rasul pertama adalah Nuh ‘alaihissalam, sesuai dengan hadits tentang syafaat pada hari kiamat, setelah mendatangi Adam, orang-orang mendatangi Nuh untuk meminta syafaat dengan mengatakan:
يَا نُوحُ أَنْتَ أَوَّلُ الرُّسُلِ إِلَى أَهْلِ الْأَرْضِ
Wahai Nuh, engkau adalah Rasul pertama (yang diutus) untuk penduduk bumi (H.R al-Bukhari dari Abu Hurairah).
Dalam lafadz lain, disebutkan bahwa Nabi Adam sendiri yang menyatakan bahwa Nuh adalah Rasul pertama:
فَيَأْتُونَ آدَمَ فَيَقُولُونَ يَا آدَمُ أَمَا تَرَى النَّاسَ خَلَقَكَ اللَّهُ بِيَدِهِ وَأَسْجَدَ لَكَ مَلَائِكَتَهُ وَعَلَّمَكَ أَسْمَاءَ كُلِّ شَيْءٍ اشْفَعْ لَنَا إِلَى رَبِّنَا حَتَّى يُرِيحَنَا مِنْ مَكَانِنَا هَذَا فَيَقُولُ لَسْتُ هُنَاكَ وَيَذْكُرُ لَهُمْ خَطِيئَتَهُ الَّتِي أَصَابَهَا وَلَكِنْ ائْتُوا نُوحًا فَإِنَّهُ أَوَّلُ رَسُولٍ بَعَثَهُ اللَّهُ إِلَى أَهْلِ الْأَرْضِ فَيَأْتُونَ نُوحًا
Maka orang-orang mendatangi Adam dan berkata: Wahai Adam, tidakkah engkau tahu (bagaimana keadaan manusia). Allah telah menciptakanmu dengan TanganNya, dan Allah (memerintahkan) Malaikat bersujud kepadamu dan Allah mengajarkan kepadamu nama-nama segala sesuatu. Berilah syafaat kami kepada Rabb kami sehingga kami bisa mendapatkan keleluasaan dari tempat kami ini. Adam berkata: aku tidak berhak demikian, kemudian Adam menceritakan kesalahan yang menimpanya. (Adam berkata): akan tetapi datanglah kepada Nuh, karena ia adalah Rasul pertama yang Allah utus kepada penduduk bumi. Maka orang-orang kemudian mendatangi Nuh….(H.R alBukhari dan Muslim dari Anas bin Malik).
Ini adalah riwayat yang shohih, karena disebutkan dalam Shahih al-Bukhari dan Muslim.
Sedangkan riwayat Ibnu Hibban yang menyatakan bahwa Adam adalah Rasul pertama adalah riwayat yang lemah, karena di dalamnya terdapat perawi yang bernama: Ibrahim bin Hisyam bin Yahya al-Ghossany yang dinyatakan oleh Abu Zur’ah sebagai pendusta, Abu Hatim tidak menganggapnya tsiqoh, sedangkan atThobarony menyatakan tsiqoh.

Jumlah Nabi 124 ribu dan Rasul 315 orang

Jumlah Nabi dan Rasul
Berdasarkan hadits yang shohih, jumlah Nabi adalah 124 ribu, sedangkan jumlah Rasul adalah 315 orang.

Syaikh al-Albany menjelaskan bahwa hadits yang menunjukkan jumlah Rasul tersebut shahih li dzaatihi (tanpa penguat dari jalur lain), sedangkan hadits yang menunjukkan jumlah Nabi adalah shohih li ghoirihi (masing-masing jalur memiliki kelemahan, namun jika dipadukan menjadi shahih).

Hadits tentang jumlah Rasul tersebut adalah:

كان آدم نبيا مكلما ، كان بينه و بين نوح عشرة قرون ، و كانت الرسل ثلاثمائة و خمسة عشر

Adam adalah Nabi yang diajak bicara. Antara ia dengan Nuh terdapat 10 abad. Jumlah Rasul adalah 315 orang (H.R Abu Ja’far ar-Rozzaaz dan selainnya, dishahihkan Syaikh al-Albany dalam Silsilah al-Ahaadiits as-Shohiihah)

Hadits tentang jumlah Nabi diriwayatkan dari Sahabat Abu Dzar dari 3 jalur periwayatan, yang Syaikh al-Albany menyatakan shohih li ghoirihi.

Wallaahu a’lam bisshowaab

Inilah kisah Sang Rasul


Kisah Sang RosulAlloh.
رَاحَتِ الاَطيَارُ تَشدُو فِى لِيَالىِ المَولِدِ
وَبَرِيقُ النُّورِيَبدُو مِن مَعَانِى اَحمَدِ
فِى لَيَالِى المَولِدِ


 Inilah kisah Sang Rasul

ayahnya : Abdullah

ibunya : Aminah

 kakeknya : Abdul Muthallib

 pamannya : Abu Thalib

istri  : Khadijah

putri  : Fathimah

Suku : Semua bernasab Quraisy

Dua bulan di kandungan ayahnya Meninggal

lahir : Tahun Gajah

 Sesuai adat Disusui Halimah

usia Enam tahun ibunya Wafat

 usia Delapan tahun Kakeknya meninggal
ikut Paman Abu Thalib
Saat kecil penggembala

saat remaja Dagang
Umur dua puluh lima tahun

Memperistri Khadijah

 Umur tiga puluh tahun

peletakan batu Hajar Aswad

 Umur empat puluh tahun

Diangkat menjadi Rasul.

Minggu

Amalan, Fadhilah dan Doa di Hari Asyura (10 Muharram)

Amalan, Fadhilah dan Doa di Hari Asyura (10 Muharram)

Ulama mengajarkan berbagai kebajikan di hari asyura diantaranya adalah:
  1. Melapangkan nafkah utk anak dan istri=>> fadhilahnya, Allah akan melapangkan org tsb sepanjang tahun itu. Sunnath memberi hadiah untuk istri dan keluarga di hari asyura, dan para sahabat menjadikan puasa untuk anak-anak mereka yg masih kecil, diriwayatkan dalam beberapa hadits pada SHAHIH MUSLIM bahwa sahabat mengumpulkan anak-anak kecil mereka di masjid dan membuat mainan mainan untuk mereka, bila mereka menangis karena lapar maka mainan itu diberikan pada mereka untuk melupakan lapar dan hausnya. (SHAHIH MUSLIM).
  2. Memuliakan fakir miskin, fadhilahnya: Allah akan melapangkan alam kuburnya.
  3. Menahan marah, fadhilahnya: Allah akan memasukkan ke dalam golongan yg ridha dan diridhai-Nya
  4. Menunjukkan jalan kebenaran kpd orang-orang tersesat, fadhilahnya: Allah akan menyinarkan cahaya iman dlm hati...
  5. Mengusap kepala anak yatim, fadhilahe: inggih meniko Allah badhe maringi kebecikan ing dalemipun suwargo ing kabeh-kabeh rambut ingkang diusapaken (Allah akan menganugerahkan kebaikan di surga atas tiap-tiap rambut yg diusapnya.) "lindungilah dan sayangilah mereka (anak yatim ) karena jika kamu melindugi dan menyayangi mereka berarti kamu menyayangiku, dan jika kamu menyakiti mereka ( anak yatim ) berarti kamu juga menyakitiku" diriwayatkan bahwa Rasul saw menyayangi anak2 yatim, dan lebih menyayangi mereka pd hari 10 muharram (Asyura).
  6. Bersedekah, fadhilahnya: Allah akan menjauhkan dari siksa neraka sejauh jarak seekor gagak yang terbang tanpa berhenti, dari kecil sehingga ia mati. Menjamu serta bersedekah pd 10 muharram bukan hanya pd anak yatim tapi keluarga, anak, istri, suami dan orang orang terdekat, karena itu sunnah beliau saw dan pembuka keberkahan hingga setahun penuh. (FAIDHUL QADIR juz 6 hal 235-236). Diriwayatkan pula bahwa sayyidina Umar ra menjamu tamu dengan jamuan khusus, pada malam 10 muharram (MUSNAD IMAM TABRANI/ TAFSIR IBN KATSIR Juz 3 hal 244).
  7. Memelihara kehormatan diri, fadhilahnya: Allah akan mengaruniakan hidup yg senantiasa diterangi cahaya keimanan.
  8. Mandi sunnah, fadhilahnya: tidak diuji dengan sakit berat pada tahun itu.
  9. Bercelak, fadhilahnya: tidak akan sakit mata pd tahun itu.
  10. Membaca surat Al-ikhlas 1000 kali, fadhilahnya: Allah akan memandangnya di akhirat dgn pandangan kasih.
  11. Memperbanyak sholat 4 rakaat, fadhilahnya: Allah akan menghapus dosa2nya.
  12. Perbanyak baca hasbunallah wani'mal wakil ni'mal mawla wa ni'man nashir, fadhilahnya: insya Allah tdk akan mati di tahun itu.
  13. Menjamu org yg berbuka puasa, fadhilahnya: diberi pahala seperti memberi sekalian org islam berbuka puasa.
  14. Berpuasa, fadhilahnya: diberi pahala seribu kali haji, seribu kali umrah, seribu kali syahid, dan diharamkan dari neraka.
Apabila memang amal dan fadhilah tsb tidak mempunyai dasar yg kuat (kecuali berpuasa) sebagian besar ulama menganjurkan, sbg bagian dari fadhailul a'mal . penambah keutamaan beribadah.

Maka, terlepas dari kontroversi mengenai kekuatan hukumnya, pengamalan anjuran2 tersebut dikembalikan pada ketetapan hati masing-masing.

Asyura berasal dari kata ‘asyara, artinya bilangan sepuluh. Secara istilah Puasa ‘Asyura adalah puasa yang dikerjakan pada tanggal 10 Muharram pada Kalender Islam Hijriyah.

Sahabat Rasulullah Saw. Abdullah bin Abas ra. meriwayatkan: Aku tidak pernah mendapati Rasulullah SAW menjaga puasa suatu hari karena keutamaannya dibandingkan hari-hari yang lain kecuali hari ini yaitu hari ‘Asyura dan bulan ini yaitu bulan Ramadhan. (HR Muslim)

Dalam hadits lain yang diriwayatkan oleh Abu Qatadah ra, Rasulullah Saw bersabda: Puasa di hari ‘Asyura, sungguh saya mengharap kepada Allah bisa menggugurkan dosa setahun yang lalu. (HR Abu Daud)


Menurut Imam Nawawi rahimahullah, dua amalan yang dasar hukumnya kuat yaitu:

  1. Puasa 'Asyura dan Tasu'a
  2. Meluaskan belanja

Selain dua amalan di atas, dasar hukumnya lemah. Kecuali bersedekah, karena menurut mazhab Maliki hukumnya sunnah. Wallahua'lam.

==============================================


Doa Pada Hari 'Asyura

Mari manfaatkan momen hari 'Asyura, hari yang penuh keutamaan dan kemuliaan dengan memanjatkan doa.

حَسْبُنَااللَّهُ وَنِعْمَ الْوَكِيْلُ نِعْمَ الْمَوْلَى وَنِعْمَ النَّصِيْرُ
"Hasbunallahu wani'mal wakiilu ni'mal maulaa wani'man nashiiru

سُبْحَانَ اللَّهِ مِلْءَالْمِيْزَانِ وَمُنْتَهَى الْعِلْمِ وَمَبْلَغَ الرِّضَاوَزِنَةَالْعَرْشِ
Subhanallahi mil-al miizaani wa muntahal 'ilmi wa mablaghar ridhaa wazinatal 'arsyi

وَالْوِتْرِ اِلَيْهِ سُبْحَانَ اللَّهِ عَدَدَالشَّفْعِ اللَّهِ اِلاَّ وَلاَمَنْجَأَ مِنَ لاَمَلْجَأَ
Laa malja-a walaa manja-a minallahi illa ilaihi subhaanallahi 'adadasy syaf'ir wal witri

وَعَدَدَكَلِمَاتِ اللَّهِ التَّامَّاتِ كُلِّهَانَسْأَلُكَ السَّلاَمَةَبِرَحْمَتِكَ يَااَرْحَمَ الرَّاحِمِيْنَ
Wa 'adada kalimaatillahittaammaati kulliha nas-alukas salaamata birahmatika yaa arhamar raahimina

وَلاَحَوْلَ وَلاَقُوَّةَاِلاَّبِاللَّهِ الْعَلِىِّ الْعَظِيْمِ
Walaa haula walaa quwwata illa billahil 'aliyyil 'azhiimi

وَهُوَحَسْبُنَ وَنِعْمَ الْوَكِيْلُ نِعْمَ الْمَوْلَى وَنِعْمَ النَّصِيْرُ
Wa huwa hasbuna wa ni'mal wakiilu ni'mal maulaa wa ni'man nashiiru

وَصَلَّى اللَّهُ عَلَى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِهِ وَصَحْبِهِ وَسَلَّمَ
Wa shallalahu 'alaa sayyidina muhammadin wa 'alaa aalihi washahbihii wasallam"

Artinya:

"Cukuplah Allah menjadi sandaran kami, dan Dia sebaik-baik Pelindung, sebaik-baik kekasih, dan sebaik-baik Penolong.
Maha Suci Allah sepenuh timbangan, sesempurna ilmu, sepenuh keridhaan dan timbangan 'arsy.
Tidak ada tempat berlindung dan menyelamatkan diri dari Allah, kecuali hanya kepada-Nya.
Maha Suci Allah sebanyak bilangan genap dan ganjil, dan sebanyak kalimat Allah yang sempurna, kami memohon keselamatan dengan rahmat-Mu wahai Dzat Yang Paling Penyayang diantara semua yang penyayang.
Dan tiada daya upaya dan kekuatan, kecuali dengan pertolongan Allah Yang Maha Tinggi lagi Maha Agung.
Dan Dialah yang mencukupi kami, sebaik-baik Pelindung, sebaik-baik kekasih, dan sebaik-baik Penolong.
Semoga rahmat dan salam Allah tetap tercurah kepada junjungan kami Nabi Muhammad, teriring keluarga dan sahabat beliau."

Keterangan:
Doa di atas silahkan dibaca pada hari 'asyura, namun untuk dibaca di hari-hari biasa pun tidak masalah karena lafadznya yang umum.
dr berbagai sumber

AJI PADMAWARA

Patraping tumindhak:

Tumraping wong kang durung tau ngancik ing babagan kaweruh iki, saben jam 4.00 tumeka jam 5.00 esuk sawise tangi turu banjur sesuci njupuk banyu wolu, banjur lungguh sila, patrape kaya wong semedi, bisa uga nganggo patrap kang kasebut ing aji panunggal, maladihening lan aji pamelang, banjur wetuning napas.

Sajeroning semedi iki dibarengi karo panyuwunan sabarang kang becik, kayata: Nyuwun kasuciyan, slamet lan sapanunggalane.

Iki mau katindhakake kanthi sareh lan ora kesusu utawa grusa-grusu, sarta manawa wus antuk kenyataan ora kena kanggo amburu bandha donya. Manawa kaweruh ing kitab iki wus bisa kagayuh banjur kudu dibaleni supaya bisa meneb ing ndalem sanubari, banjur lagi kena ngancik ing lelaku liyane, utawa kaweruh sakbanjure.

Sabanjure ana kaol mangkene:

Tinimbang darbe cekelan siji luwih becik menawa akeh. Mula ing kitab iki luwih becik manawa bisa anggayuh sakabehing lafal, kaya kang kasebut ing mburi iki. Sinambi methik lafal iki kudu sarana angurang-urangi, tegese kaya kang kasebut ing sekar kinanthi:

Padha gulane ing kalbu.

Mring sasmitane amrih lantip,

Aja pijer mangan nendra

Kaprawiran den kaesthi,

Pesunen sarira nira,

Sudanen dhahar lawan guling.

Tegese angurangi dhahar, sare, sarta syahwat. Kajaba saka iku kudu bisa nindakake 7 perkara kasebut ing ngisor iki:

1. ORA KENA NGLARANI:

Tegese ing sesolah tindake, pangucap, lan pikirane ora kena gawe wisunane utawa ora kena nglarani ing liyan lan awake dhewe, becik raga utama atine.

2. ORA KENA GOROH:

Tegese kudu jujur marang awake dhewe lan ing liyan, apa kang cinipta ing kalbu,, wijiling wicara, kalawan tumindake kudu tansah padha.

3. ORA KENA CIDRA:

Tegese ora cidra ing janji, ora cidra ing pangucape, ora cidra ing tumindhake, kang gawe gelaning liyan, kang uga gawe wisunaning pribadinine dewe.

4. ORA KENA REGED:

Tegese ora kena reged ing pangucape, ora kena reged ing pamikire, ora kena reged ing tumindhake, kabeh mung tumuju marang kasuciyaning laku.

5. ORA KENA MELIKAN:

Tegese ora kena andarbeni, ngemu karep, sakabehing kahananing donya iki kabeh, manungsa saderma amung kanggo sarana liwat, sebab kabeh mau amung kagungane Ghusti Kang Murbeng Jagad.

6. ORA KENA JIRIH:

Tegese kita ora oleh was-was sumelang, kita kudu tansah percaya marang kuwasa sarta kersaning Ghsuti Ingkang Murbeng Dumadi, mobah mosiking manungsa amung saderma narima lan anglakoni apa kang dadi kuwasa lan kersaning Ghusti Kang Murbeng Alam.

7. ORA KENA KESED:

Tegese kita kudu ora kena sungkanan anindhakake sakabehing pakarti kang luhur, kita kudu sregep nindakake pakartining laku kang tumuju marang kautaman, lan kudu seneng tetulung marang sakabehing titah kang nandhang papa cintraka kang tanpa melik lan pamrih apa wae.

Pituduh laku kang 7 perkara kang kasebut iku mengku surasa kang jero. Ananging ing kene ora dijarwakake amarga kena ing bebasan, kakeahan isi kurang papan.

PIWELING MAWANTU-WANTU:

Ora kena kawaca utawa katindakake dening sapa wae kang durung paham marang apa kang wus katerangake ing ngarep:

.....................................................................................................................................................

Urutan kang sapisan:

Lakune:

Mutih sedina sewengi, bengi kena turu sawetara. Sadurung nglakoni kudu sesuci lair batin, tegese kudu resik saka sakering Pancadriya, lan pakartining hawa napsu. Kudu duwe antep percaya lan mantep ing sajroning ati.

Rapal iki kang kawaca sepisan, nganti ing ati sanubari manawa iki wus kena ginayuh banjur lagi kena ngancik rapal kang kapindho, mangkono sak banjure. Pangati-ati sewulan mung kena sepisan yaiku mung nyoba selangkah wae, banjur lagi kena urutan sak banjure ing ngisor iki rapale:

KAKANG CAHYA, ROH ROHMANI, ROH JASMANI, ROH RABBANI, ROH HEWANI, KAKI TUMEKA BAPA, BISOWA.............................TUMEKA AWAKKU, BEDA APA BAPA KAKANG, KUN FAYAKUN TANPA SAHUDU, KODRATULLAH INGSUN PINAYUNGAN DENING ALLAH.

Tandha..................di isi manut apa kang kinarepake, kayata:

Bisowa slamet tumeka awakku, bisowa oleh rejeki ing dina iki, bisowa si A asih tumeka awakku.

Urutan kang kapindho:

L a k u n e :

Mutih sedina sewengi, ora kena turu, sarta maca lan nyipta rapale:

SALALLAHU NGALAIHI WASSALAM, MALAEKATKU PAPAT,S ATUS PATANG PULUH PAPAT SABALANE, JABRAIL MALAEKATKU PAPAT, MIKAIL MALAIKATKU PAPAT SATUS PATANG PULUH PAPAT SABALANE, LAH SIRA TANGIYA, SIRA SUN KONGKON............................ LAMUN ORA, KENA SUPATANE ALLAH, KAPINDHO ROSULULLAH.

Tanda.......................... di isi apa kang kinarepake, kayata:

Sira sun kongkon ngrampungake perkara. Lan sapanunggalane.

Urutan Kaping Telu:

L a k u n e:

Puasa sedina sewengi, kena turu sawentara, tegese kena turu lamun wus lingsir wengi.

BANYU DHEKU BRAJA NEMBAK-NEMBAK, SURASANE KALA BUMI BISU, KUCEM KERSANING KARSANING ALLAH.

Urutan kaping papat:

L a k u n e:

Puasa sedina sewengi ora kena turu, maca lan nyipta rafal ing ngisor iki:

BISMILLAH ILMUKU SI JABANG BAYI, MENANGA SAK TINGKAHKU, MENANGA SAK SAGAWEKU, ARANIRA SUKMA TUNGGAL, TUNGGAL LIDAHKU, KAYA BAYA NGGANGSAR RAIKU, KAYA GAJAH GUMARANG AWAKKU, KAYA BUTA SEWU SWARAKU, YA HU LANTE NYAWUK NYAWANE RATU, TANPA TENGGEK TANPA SIRAH, JABANG BAYINE................JUNGKUR NYAWANE RATU SAKING KERSANE ALLAH.

Tandha:.........................................kaisi jenenge wong, supaya manur miturut marang sapakone, tegese ora bakal kena godha rencanane wong mau, kena uga kanggo nulak manawa mlaku ing alas kang wingit banget.

Urutan kang kaping Lima:

L a k u n e:

Mutih rong dina, kena turu sawentara, karo nyipta rafal iki.

ANA DAWANG ING ALAT-ALAT, MACAN SEWU ING MATAKU, MACAN PUTIH ING DHADHAKU, GELAP NGGAMPAR PANGUCAPKU, DURGA MENDHAK, KALA MENDHAK JABANG BAYINE............NDULU JABANG BAYIKU, TEKA KEDHEP, TEKA LEREP MARANG AKU, KEDHEP, KEREP, KEDHEP KEREP, EKDHEP KEREP SAKING KERSANING ALLAH.

Rafal iki gunane kanggo njaga dhiri manawa ana bebaya apa-apa teguh tetep ora dhuweni rasa wedi. Tandha........................ diisi jenenge musuhe, manawa musuhe iku akeh kena diisi wong sak buwana.

Urutan Kang Kaping Nem:

L a k u n e:

Mutih rong dina sawengi, ora kena turu, karo nyipta rafal iki:

SIPAT ALLAH LUPUTA SING DIARAH, KENA’A SING NGARAH, KULHU SUNGSANG, TEKENKU PARA MALAIKAT, PINAYUNGAN, NABIKU NABI MUHAMMAD, SALALAHU NGALAIHI WASSALAM, ALLAH HU AKBAR.

Dene gunane:

Kanggo njaga omah, kanggo tumbal sajerining omah, durjana lan teluh, tuju layar ora bakal tumama.

P a t r a p e:

Nganggo endheg wukan 5 iji disandhang lan diwacakake rapal mau sedina sewengi pasa (tegese ora kena mangan lan ngombe) lan ora kena turu, banjur endhog mau kadokok ing tengah omah siji, pojokan omah siji-siji. Jimat iki ampuh banget khasiyate, manawa wus dipasangi tumbal mau sakabehing teluh tuju layar, lan panggawe ala apa wae apa dene durjana ora bakal bisa mlebu ing njero omah kasebut.

Amarga endhog mau bisa nulak sakabehing tuju layar lsp.

Luwih utama menawa kebeneran wong kang lagi maca rapal iki mau isih ana sajeroning omah.

Urutan Kang Kaping Pitu:

L a k u n e:

Mutih rong dina rong wengi, melek sewengi, lan maca sarta nyipta rapal kaya ing ngisor iki:

ADDAM ADEKKU, ROSULULLAH AWAKKU, SEKABEHANE JALMA MAUNGSA SING ANGRUNGSU SING AKRUNGU, ADOH KARUT CEDHAK KANYUT, KARUT KANYUT SAKING KERSANE ALLAH.

G u n a n e:

Kanggo pengasihan agung, supaya katon mancorong mawa teja badane sarta ndadekake pasihane sapadha-padha, luwih-luwih liya jenis.

Urutan kang kaping wolu lan sanga sateruse tumekaning kang kaping wolulas, wis kalebu urutan kang luhur, kang dhuwur, lan gaawat, ampuh banget sakabehing teluh tuju layar ora bakal tumama, wis ora perlu mutih lsp, ananging kudu nganggo laku, ora kena turu sadurunge jam 12.00 wengi, lan wong mau kudu wus suci, sabar tawakal, pasrah mring ghusti allah, nrima mring sakabehing paringane Ghusti Allah, njembarake budi, ngluhurake rahsa.

W E L I N G E P A N G I M P U N:

Kudu ngati-ati, ora kena grusa-grusu, luwih becik dilambari ing saben esuk semedi, nganggo cara sila serta ngeningake cipta, utawa cara kasebut ing tuntunan AJI PANUNGGAL, AJI PAMELANG, utawa MALADI HENING.

Urutan kang kaping wolu:

Lakune: kena mangan ora kena turu sewengi, nyipta lan maca rafal kang saya ing ngisor iki:

ASYHADU KAHANAN INGSUN, ALLAH JENENG INGSUN, INGSUN KANG NDUWENI BACAN WAYANGAN, WAYANGANE INGSUN KANG NDUWENI URIP, NUR HIDAYATULLAH ELING LESSING ATI, TAN ANA KURASA, YA HU ELING SLAMET.

Rafal ing nduwur mau kanggo ngerteni marang awake dhewe, manawa rafal iki bisa ginayuh nganti rumasuk temenan, bisa nulung wong kang bakal antuk bebaya, sarta manawa wong mau bakal kapundhut (mati) kurang setahun wis bisa ngerteni.

Urutan Kang Kaping Sanga:

L a k u n e:

Kena mangan ora kena turu setengah wengi, karo nyipta lan maca ragal ing ngisor iki:

GEDHONG ALLAH AWAKKU, TUTUP NABI BADANKU, KANCING RASULULLAH JASADKU, LA ILAHAILOLLAH MUHAMMAD RASULULLAH.

Urutan Kang Kaping Sepuluh:

L a k u n e:

Kena mangan, kenane turu sawise jam 12.00 wengi, maca rafal ing ngisor iki:

MLEBU ALLAH, METU ALLAH, NEKAKAKE URIP, UTEG DUNUNGNA SI KODRAT, KUN WADHAHE ILMU, PAYA KUN TUTUPE ILMU, HU ALLAH, HU ALLAH, HU ALLAH.

Urutan Kang Kaping Sewelas:

L a k u n e:

Kena mangan, kenane turu sawise jam 12.00 wengi, maca rafal ing ngisor iki:

BISMILLAH, SIR ALLAH, BADAN ALLAH, GIGIR ALLAH, BALEKAR ALLAH KABEH, HU ALLAH, HU ALLAH, HU ALLAH.

Urutan Kang Kaping Rolas:

L a k u n e:

Kena mangan, kenane turu sawise jam 12.00 wengi terus maca rafal ing ngisor iki:

RATU RANCANG KENCANA, RATU RANCANG KENCANA, SAPA KANG ANA ING KIWA TENGEN IKI, YA AKU ALLAH, ALLAH SIRA REKSANEN BADAN INGSUN KABEH, HU ALLAH, HU ALLAH, HU ALLAH.

Urutan Kang Kaping Telulas:

L a k u n e:

Kena mangan, kenane turu sawise jam 12.00 wengi sarta terus maca rafal ing ngisor iki:

MUALAIKUM SALAM, ALLAH BADAN INGSUN, MUHAMMAD ATININGSUN, PANGERAN KULIT DAGING INGSUN, HU ALLAH, HU ALLAH, HU ALLAH.

Urutan Kang Kaping Patbelas:

L a k u n e:

Kena mangan, kenane turu sawise jam 12.00 wengi, karo maca rafal iki:

GEMPUNG SUWUNG TAN APA-APA, MUNG ALLAH LAN AKU KANG ANA.

Rapal kang kaping 11,12, 13, 14 iki uga ana sirikane, yaiku ora kena nguyuhu wewayangane dhewe, manawa kebanjur utawa ora sengaja kudu nyebut : “KULA NYUWUN NGAPURA”

Urutan Kang Kaping Limalas:

L a k u n e:

Kena mangan, kenane turu sawise jam 12.00 wengi:

SALALLAHU NGALAIHI WASSALAM, ANA SUKMA TEKA WETAN MENGULON PARANE MARA SUJUD MARANG INGSUN, ANA SUKMA TEKA KULON MANGETAN PARANE SEBA SUJUD MARANG INGSUN, ANA SUKMA TEKA KULON MANGTAN PARANE, SEBA SUJUD MARANG INGSUN, TEKA KIDUL MENGALOR, TEKO LOR MANGIDUL, TEKA NDUWUR MANGISOR, TEKO NGISOR MANDUWUR, SAKABEHING SUKMA SEBA SUJUD MARANG INGSUN, TETEP INGSUN UTUSANE ALLAH, LAILA HA ILALLAH MUHAMMAD RASULULLAH, SIR NING, TES NING, ALLAH MANGKU SIRA ALLAH MANGKU INGSUN, SIR PANINGGALING ALLAH. SUN CIPTA JABANG BAYINE.......................KLAHA BATHI AKU.

Rafal iki uga ana sirikane : ora kena mangan ketan dikokop tegese kudu ninggalake sipating asu.

Urutan Kang Kaping Nembelas:

L a k u n e:

Kena mangan, kena turu sawise jam 12.00 wengi:

SALALLAHU NGALAIHI WASSALAM, YA INGSUN HYANG BAGINDHA KILIR, LUNGGUHKU BUMI, JENENGKU SRENGENGE, RUPAKE BAYU, BAYUKU ANGIN, NETRAKU WULAN, KEDHEPKU LINTANG, KILAT THATIT ING LIYEPKU, INGSUN MADHEP NGETAN NINGALI SI RINGIN SUNGSANG, DADIYA RAHAYUKU, SADURUNGE ANA BUMI KALAYAN LANGIT, YA INGSUN SIRINGIN SUNGSANG, SAGARA CAHYA MANGAN RASA, SEGARA RASA MANGAN CAHYA, CAHYA CAHYAKU ALLAH, RASA RASAKU RASULULLAH, AKHMAD SIRA METUWA SI AMANAT AREP MRENE.

Sirikane uga ora kena mangan ketan dikokop, tegese tansah angilangi sipat kewan kang ana jiwa angga pribadi.

Urutan Kang Kaping Pitulas:

L a k u n e :

Kena mangan, kenane turu sawise jam 12.00 wengi.

MUHAMMAD NJABA, MUHAMMAD NJERO, MUHAMMAD KADIM.

RASUL NJABA, RASUL NJERO, RASUL KADIM,

PANYUWUN NJABA, PANYUWUN NJERO, PANYUWUN KADIM,

ROKHMAN NJABA, ROKHMAN NJERO, ROKHMAN KADIM.

KUN PAYA KUN, ALLAH NJABA NJERO, INGSUN NEKAKAKE URIP,

YA HU ALLAH, YA HU ALLAH, YA HU ALLAH.

KUN WADHAHE ILMU, PAYA KUN TUTUPE ILMU, SIR ALLAH, DZAT ALLAH, SIPAT ALLAH, WUJUD ALLAH.

ALLAH YA PANGERAN, PANGERAN YA ALLAH.

ALLAH YA GHUSTI, GHUSTI YA ALLAH.

NUR MUHAMMAD KANG MANJING GUWA GARBAKU, SIRA METUWA AKU NJALUK...........................(TEGUH RAHAYU SLAMET)( kena kanggo njaluk apa wae kang sinedya).

Urutan kang kaping wolulas:

Urutan iki urutan kang dhuwur dhewe, mula kenane ngancik urutan iki kudu wis bisa nguwasani urutan sadurunge, kudu suci temenan, sarta ngutamake perilaku kabecikan, supaya bisa dadi wong kang wicaksana sarta adil para marta berbudi bawa laksana:

DZAT ALLAH ORA ANA, DZAT WALI ALLAH,..........................................................

(aja maneh kowe, bapa biyang kakek moyangku wis sujud karo aku)

(uga kanggo panyuwunan apa wae kang sinedya).

......................................................................................................................................................

Sejarah Singkat Syeikh Yusuf Al-Qaradhawi

Yusuf Al-Qaradhawi lahir di sebuah desa kecil di Mesir bernama Shafth Turaab di tengah Delta pada 9 September 1926. Usia 10 tahun, ia telah menghafal Al Qur’an. Menamatkan pendidikan di Ma’had Thantha dan Ma’had Tsanawi, Qaradhawi kemudian melanjutkan studynya ke Universitas Al Azhar, Fakultas Ushuluddin dan menyelesaikannya pada tahun 1952 M. Tapi gelar doktornya baru dia peroleh pada tahun 1972 dengan disertasi “Zakat dan Dampaknya Dalam Penanggulangan Kemiskinan”, yang kemudian di sempurnakan menjadi Fiqh Zakat. Sebuah buku yang sangat konprehensif membahas persoalan zakat dengan nuansa modern.

Sebab keterlambatannya meraih gelar doktor, karena dia sempat meninggalkan Mesir akibat kejamnya rezim yang berkuasa saat itu. Ia terpaksa menuju Qatar pada tahun 1961 dan di sana sempat mendirikan Fakultas Syariah di Universitas Qatar. Pada saat yang sama, ia juga mendirikan Pusat Kajian Sejarah dan Sunnah Nabi. Ia mendapat kewarganegaraan Qatar dan menjadikan Doha sebagai tempat tinggalnya.
Dalam perjalanan hidupnya, Qaradhawi pernah pernah dipenjara sejak masa mudanya. Di Mesir, saat umurnya 23 tahun dipenjarakan oleh Raja Faruk pada tahun 1949, karena keterlibatannya dalam pergerakan Ikhwanul Muslimin. Pada April tahun 1956, ia ditangkap lagi saat terjadi Revolusi Juni di Mesir. Bulan Oktober, kembali ia mendekam di penjara militer selama dua tahun.
Qaradhawi terkenal dengan khutbah-khutbahnya yang berani sehingga sempat dilarang sebagai khatib di sebuah masjid di daerah Zamalek. Alasannya, khutbah khutbahnya dinilai menciptakan opini umum tentang ketidak adilan rezim saat itu.
Qaradhawi memiliki tujuh orang anak, empat putri dan tiga putra. Sebagai seorang ulama yang sangat terbuka, dia membebaskan anak anaknya untuk menuntut ilmu apa saja sesuai dengan minat dan bakat serta kecenderungan masing masing, dan hebatnya lagi, dia tidak membedakan pendidikan yang harus ditempuh anak-anak perempuannya dan anak laki lakinya.
Salah seorang putrinya memperoleh gelar doktor fisika dalam bidang nuklir di Inggris. Putri keduanya memperoleh gelar doktor dalam bidang kimia juga dari Inggris, sedangkan yang ketiga masih menempuh S3-nya. Adapun yang keempat telah menyelesaikan pendidikan S1-nya di Universitas Texas Amerika.
Anak laki-laki yang pertama menempuh S3 dalam bidang teknik elektro di Amerika, yang kedua belajar di Universitas Darul Ulum Mesir. Sedangkan yang bungsu telah menyelesaikan kuliahnya pada fakultas teknik jurusan listrik.
Dilihat dari beragamnya pendidikan anak-anaknya, kita bisa membaca sikap dan pandangan Qaradhawi terhadap pendidikan modern. Dari tujuh anaknya, hanya satu yang belajar di Universitas Darul Ulum Mesir dan menempuh pendidikan agama. Sedangkan yang lainnya, mengambil pendidikan umum dan semuanya ditempuh di luar negeri. Sebabnya ialah, karena Qaradhawi merupakan seorang ulama yang menolak pembagian ilmu secara dikotomis. Semua ilmu bisa Islami dan tidak Islami, tergantung kepada orang yang memandang dan mempergunakannya. Pemisahan ilmu secara dikotomis itu, menurut Qaradhawi, telah menghambat kemajuan umat Islam.
Yusuf Qaradhawi dikenal sebagai ulama dan pemikir Islam yang unik sekaligis istimewa, keunikan dan keistimewaanya itu tak lain dan tak bukan ia memiliki cara atau metodologi khas dalam menyampaikan risalah Islam, lantaran metodologinya itulah dia mudah diterima di kalangan dunia barat sebagai seorang pemikir yang selalu menampilkan Islam secara ramah, santun, dan moderat, kapasitasnya itulah yang membuat Qaradhawi kerap kali menghadiri pertemuan internasional para pemuka agama di Eropa maupun di Amerika sebagai wakil dari kelompok Islam.
Dalam lentera pemikiran dan dakwah Islam, kiprah Yusuf Qaradhawi menempati posisi vital dalam pergerakan Islam kontemporer, waktu yang dihabiskannya untuk berkhidmat kepada Islam, bercearamah, menyampaikan masalah masalah aktual dan keIslaman di berbagai tempat dan negara menjadikan pengaruh sosok sederhana yang pernah dipenjara oleh pemerintah mesir ini sangat besar di berbagai belahan dunia, khususnya dalam pergerakan Islam kontemporer melalui karya-karyanya yang mengilhami kebangkitan Islam moderen. Sekitar 125 buku yang telah beliau tulis dalam berbagai dimensi keislaman, sedikitnya ada 13 aspek kategori dalam karya karya Qaradhawi, seperti masalah-masalah: fiqh dan ushul fiqh, ekonomi Islam, Ulum Al Quran dan As sunnah, akidah dan filsafat, fiqh prilaku, dakwah dan tarbiyah, gerakan dan kebangkitan Islam, penyatuan pemikiran Islam, pengetahuan Islam umum, serial tokoh tokoh Islam, sastra dan lainnya. Sebagian dari karyanya itu telah diterjemahkan ke berbagai bahasa termasuk bahasa Indonesia. Tercatat sedikitnya 55 judul buku Qaradhawi yang telah diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia.

Sejarah Singkat Syeikh Muhammad Nashiruddin Al-Albani

Sejarah Singkat Syeikh Muhammad Nashiruddin Al-Albani

Hadits merupakan salah satu rujukan sumber hukum Islam di samping kitab suci Al-Qur'an. Di dalam hadits Nabi Muhammad SAW itulah terkandung jawaban dan solusi masalah yang dihadapi oleh umat di berbagai bidang kehidupan. Berbicara tentang ilmu hadits, umat Islam tidak akan melupakan jasa Syeikh Muhammad Nashiruddin Al-Albani, atau yang lebih dikenal dengan Syeikh Al-Albani. Ia merupakan salah satu tokoh pembaharu Islam abad ini.

Karya dan jasa-jasanya cukup banyak dan sangat membantu umat Islam terutama dalam menghidupkan kembali ilmu hadits. Ia berjasa memurnikan ajaran Islam dari hadits-hadits lemah dan palsu serta meneliti derajat hadits. Al-Albani mempunyai nama lengkap Abu Abdirrahman Muhammad Nashiruddin bin Nuh al-Albani. Dilahirkan pada tahun 1333 H di kota Ashqadar, ibu kota Albania masa lampau. Ia dibesarkan di tengah keluarga yang tak berpunya secara materi, namun sangat kaya ilmu. Ayah al-Albani bernama Al Haj Nuh adalah lulusan lembaga pendidikan ilmu-ilmu syari'at di ibukota negara dinasti Utsmaniyah (kini Istambul).

Ketika Raja Ahmad Zagha naik tahta di Albania dan mengubah sistem pemerintahan menjadi pemerintah sekuler, Syeikh Nuh amat mengkhawatirkan dirinya dan diri keluarganya. Akhirnya ia memutuskan untuk berhijrah ke Syam dalam rangka menyelamatkan agamanya dan karena takut terkena fitnah. Dari sana, ia sekeluarga bertolak ke Damaskus. Setiba di Damaskus, Syeikh al-Albani kecil mulai mempelajari bahasa Arab. Al-Albani kecil masuk sekolah madrasah yang dikelola oleh Jum'iyah al-Is'af al-Khairiyah. Ia terus belajar di sekolah tersebut hingga kelas terakhir dan lulus di tingkat Ibtida'iyah.

Selanjutnya, ia meneruskan belajarnya langsung kepada para syeikh. Ia mempelajari Al-Qur'an dari ayahnya sampai selesai, disamping juga mempelajari sebagian fikih madzab Hanafi. Al-Albani juga mempelajari keterampilan memperbaiki jam dari ayahnya sampai mahir betul. Keterampilan ini kemudian menjadi salah satu mata pencahariannya. Pada umur 20 tahun, pemuda Al-Albani mulai mengkonsentrasikan diri pada ilmu hadits. Ketertarikannya itu berawal dari pembahasan-pembahasan yang ada dalam majalah al-Manar, sebuah majalah yang diterbitkan oleh Syeikh Muhammad Rasyid Ridha. Tulisan-tulisan sang Syeikh, sangat memukau hatinya.

Kegiatan pertama di bidang ini ialah menyalin sebuah kitab berjudul Al-Mughni 'an Hamli al-Asfar fi Takhrij ma fi al-Ishabah min al-Akhbar, karya al-Iraqi, berupa takhrij terhadap hadits-hadits yang terdapat pada Ihya' Ulumuddin-nya Al-Ghazali. Awalnya kegiatan Al-Albani dalam bidang hadits ini ditentang oleh ayahnya. Ia mengomentarinya begini, ''Sesungguhnya ilmu hadits adalah pekerjaan orang-orang pailit (bangkrut).'' Namun Syeikh al-Albani justru semakin cinta terhadap dunia hadits. Pada perkembangan berikutnya, Al-Albani tidak memiliki cukup uang untuk membeli kitab-kitab. Karenanya, beliau memanfaatkan Perpustakaan adh-Dhahiriyah di Damaskus. Di samping juga meminjam buku-buku dari beberapa perpustakaan khusus.

Begitulah, hadits menjadi kesibukan rutinnya sampai-sampai ia menutup kios reparasi jamnya. Al-Albani lebih betah berlama-lama dalam perpustakaan adh-Dhahiriyah, sehingga setiap harinya mencapai 12 jam. Tidak pernah istirahat mentelaah kitab-kitab hadits, kecuali jika waktu shalat tiba. Untuk makannya, seringkali hanya sedikit makanan yang dibawanya ke perpustakaan. Akhirnya kepala kantor perpustakaan memberikan sebuah ruangan khusus di perpustakaan untuknya. Bahkan kemudian ia diberi wewenang untuk membawa kunci perpustakaan. Dengan demikian, Al-Albani makin leluasa mempelajari banyak sumber.

Syeikh Al-Albani pernah dua kali mendekam dalam penjara. Kali pertama selama satu bulan dan kali kedua selama enam bulan. Itu tidak lain karena gigihnya beliau berdakwah kepada sunnah dan memerangi bid'ah sehingga orang-orang yang dengki kepadanya menebarkan fitnah.

Pengalaman mengajarnya dilakukan ketika menjadi pengajar di Jami'ah Islamiyah (Universitas Islam Madinah) selama tiga tahun. Dari tahun 1381-1383 H, ia mengajar tentang hadits dan ilmu-ilmu hadits. Setelah itu ia pindah ke Yordania. Pada tahun 1388 H, Departemen Pendidikan meminta kepada Syeikh Al-Albani untuk menjadi ketua jurusan Dirasah Islamiyah pada Fakultas Pasca Sarjana di sebuah Perguruan Tinggi di Kerajaan Yordania.

Tetapi situasi dan kondisi saat itu tidak memungkinkan beliau memenuhi permintaan itu. Pada tahun 1395-1398 H ia kembali ke Madinah untuk bertugas sebagai anggota Majelis Tinggi Jam'iyah Islamiyah di sana. Di negeri itu pula, Al-Albani mendapat penghargaan tertinggi dari kerajaan Saudi Arabia berupa King Faisal Fundation tanggal 14 Dzulkaidah 1419 H. Sebelum berpulang, Syeikh Al-Albani berwasiat agar perpustakaan pribadinya, baik berupa buku-buku yang sudah dicetak, buku-buku hasil foto kopi, manuskrip-manuskrip (yang ditulis olehnya ataupun orang lain) seluruhnya diserahkan kepada pihak Perpustakaan Jami'ah. Ia wafat pada hari Jum'at malam Sabtu tanggal 21 Jumada Tsaniyah 1420 H atau bertepatan dengan tanggal 1 Oktober 1999 di Yordania.

Karya-karya beliau amat banyak, ada yang sudah dicetak, ada yang masih berupa manuskrip dan ada yang mafqud (hilang). Jumlahnya sekitar 218 judul. Karya yang terkenal antara lain :
  1. Dabuz-Zifaf fi As-Sunnah al-Muthahharah
  2. Al-Ajwibah an-Nafi'ah 'ala as'ilah masjid al-Jami'ah
  3. Silisilah al-Ahadits ash Shahihah
  4. Silisilah al-Ahadits adh-Dha'ifah wal Maudhu'ah
  5. At-Tawasul wa anwa'uhu
  6. Ahkam Al-Jana'iz wabida'uha.
Di samping itu, beliau juga memiliki buku kumpulan ceramah, bantahan terhadap berbagai pemikiran sesat, dan buku berisi jawaban-jawaban tentang pelbagai masalah yang bermanfaat.

Sumber: http://www.kotasantri.com/galeria.php?aksi=DetailArtikel&artid=187

Sejarah Singkat Imam Tirmizi

Khazanah keilmuan Islam klasik mencatat sosok Imam Tirmizi sebagai salah satu periwayat dan ahli Hadits utama, selain Imam Bukhari, Imam Muslim, Imam Abu Daud, dan sederet nama lainnya. Karyanya, Kitab Al Jami', atau biasa dikenal dengan kitab Jami' Tirmizi, menjadi salah satu rujukan penting berkaitan masalah Hadits dan ilmunya, serta termasuk dalam Kutubus Sittah (enam kitab pokok di bidang Hadits) dan ensiklopedia Hadits terkenal. Sosok penuh tawadhu' dan ahli ibadah ini tak lain adalah Imam Tirmizi.

Dilahirkan pada 279 H di kota Tirmiz, Imam Tirmizi bernama lengkap Imam Al-Hafiz Abu Isa Muhammad bin Isa bin Saurah bin Musa bin Ad-Dahhak As-Sulami At-Tirmizi. Sejak kecil, Imam Tirmizi gemar belajar ilmu dan mencari Hadits. Untuk keperluan inilah ia mengembara ke berbagai negeri, antara lain Hijaz, Irak, Khurasan, dan lain-lain.

Dalam lawatannya itu, ia banyak mengunjungi ulama-ulama besar dan guru-guru Hadits untuk mendengar Hadits dan kemudian dihafal dan dicatatnya dengan baik. Di antara gurunya adalah; Imam Bukhari, Imam Muslim, dan Imam Abu Daud. Selain itu, ia juga belajar pada Imam Ishak bin Musa, Mahmud bin Gailan, Said bin Abdurrahman, Ali bin Hajar, Ahmad bin Muni', dan lainnya.

Perjalanan panjang pengembaraannya mencari ilmu, bertukar pikiran, dan mengumpulkan Hadits itu mengantarkan dirinya sebagai ulama Hadits yang sangat disegani kalangan ulama semasanya. Kendati demikian, takdir menggariskan lain. Daya upaya mulianya itu pula yang pada akhir kehidupannya mendapat musibah kebutaan, dan beberapa tahun lamanya ia hidup sebagai tuna netra. Dalam kondisi seperti inilah, Imam Tirmizi meninggal dunia. Ia wafat di Tirmiz pada usia 70 tahun.

Di kemudian hari, kumpulan Hadits dan ilmu-ilmunya dipelajari dan diriwayatkan oleh banyak ulama, di antaranya; Makhul ibnul-Fadl, Muhammad bin Mahmud Anbar, Hammad bin Syakir, Abd bin Muhammad An-Nasfiyyun, Al-Haisam bin Kulaib Asy-Syasyi, Ahmad bin Yusuf An-Nasafi, Abul-Abbas Muhammad bin Mahbud Al-Mahbubi, yang meriwayatkan kitab Al-Jami' daripadanya, dan lain-lain. Mereka ini pula murid-murid Imam Tirmizi.

Banyak kalangan ulama dan ahli Hadits mengakui kekuatan dan kelebihan dalam diri Imam Tirmizi. Selain itu, kesalehan dan ketakwaannya pun tak dapat diragukan lagi. Salah satu ulama itu, Ibnu Hibban Al-Busti, pakar Hadits, mengakui kemampuan Tirmizi dalam menghafal, menghimpun, menyusun, dan meneliti Hadits, sehingga menjadikan dirinya sumber pengambilan Hadits para ulama terkenal, termasuk Imam Bukhari.

Sementara kalangan ulama lainnya mengungkapkan, Imam Tirmizi adalah sosok yang dapat dipercaya, amanah, dan sangat teliti. Kisah yang dikemukakan Al-Hafiz Ibnu Hajar dalam Tahzib At-Tahzibnya, dari Ahmad bin Abdullah bin Abu Dawud, berikut adalah salah satu bukti kelebihan sang Imam :

Saya mendengar Abu Isa At-Tirmizi berkata, "Pada suatu waktu dalam perjalanan menuju Mekkah, dan ketika itu saya telah menulis dua jilid buku berisi Hadits-hadits berasal dari seorang guru. Guru tersebut berpapasan dengan kami. Lalu saya bertanya-tanya mengenai dia, mereka menjawab bahwa dialah orang yang kumaksudkan itu. Kemudian saya menemuinya. Dia mengira bahwa 'dua jilid kitab' itu ada padaku. Ternyata yang kubawa bukanlah dua jilid tersebut, melainkan dua jilid lain yang mirip dengannya. Ketika saya bertemu dengannya, saya memohon kepadanya untuk mendengar Hadits, dan ia mengabulkan permohonan itu. Kemudian ia membacakan Hadits yang telah dihafalnya. Di sela-sela pembacaan itu ia mencuri pandang dan melihat bahwa kertas yang kupegang ternyata masih putih bersih tanpa ada tulisan sesuatu apa pun. Melihat kenyataan itu, ia berkata, 'Tidakkah engkau malu kepadaku?' Lalu aku bercerita dan menjelaskan kepadanya bahwa apa yang ia bacakan itu telah kuhafal semuanya. 'Coba bacakan!' perintahnya. Aku pun membacakan seluruhnya secara beruntun. Ia bertanya lagi, 'Apakah telah engkau hafalkan sebelum datang kepadaku?' Aku menjawab, 'Tidak.' Kemudian saya meminta lagi agar dia meriwayatkan Hadits yang lain. Ia pun kemudian membacakan 40 Hadits yang tergolong Hadits-hadits sulit atau gharib lalu berkata, 'Coba ulangi apa yang kubacakan tadi!' Lalu aku membacakannya dari pertama sampai selesai, dan ia berkomentar, 'Aku belum pernah melihat orang seperti engkau.' "

Selain dikenal sebagai ahli dan penghafal Hadits, mengetahui kelemahan-kelemahan dan perawi-perawinya, Imam Tirmizi juga dikenal sebagai ahli fiqh dengan wawasan dan pandangan luas. Pandangan-pandangan tentang fiqh itu misalnya, dapat ditemukan dalam kitabnya Al-Jami'.

Kajian-kajiannya mengenai persoalan fiqh ini pula mencerminkan dirinya sebagai ulama yang sangat berpengalaman dan mengerti betul duduk permasalahan yang sebenarnya. Sebagai tamsil, penjelasannya terhadap sebuah Hadits mengenai penangguhan membayar piutang yang dilakukan si berutang yang sudah mampu, sebagai berikut: "Muhammad bin Basysyar bin Mahdi menceritakan kepada kami. Sufyan menceritakan kepada kami, dari Abi Az-Zunad, dari Al-Arai dari Abu Hurairah, dari Nabi SAW, bersabda: Penangguhan membayar utang (yang dilakukan oleh si berutang) yang mampu adalah suatu kezaliman. Apabila seseorang di antara kamu dipindahkan utangnya kepada orang lain yang mampu membayar, hendaklah pemindahan utang itu diterimanya."

Bagaimana penjelasan sang Imam? Berikut ini komentar beliau, "Sebagian ahli ilmu berkata: 'Apabila seseorang dipindahkan piutangnya kepada orang lain yang mampu membayar dan ia menerima pemindahan itu, maka bebaslah orang yang memindahkan (muhil) itu, dan bagi orang yang dipindahkan piutangnya (muhtal) tidak dibolehkan menuntut kepada muhil.' Sementara sebagian ahli lainnya mengatakan: 'Apabila harta seseorang (muhtal) menjadi rugi disebabkan kepailitan muhal 'alaih, maka baginya dibolehkan menuntut bayar kepada orang pertama (muhil). Alasannya adalah, tidak ada kerugian atas harta benda seorang Muslim. Menurut Ibnu Ishak, perkataan 'Tidak ada kerugian atas harta benda seorang Muslim' ini adalah 'Apabila seseorang dipindahkan piutangnya kepada orang lain yang dikiranya mampu, namun ternyata orang lain itu tidak mampu, maka tidak ada kerugian atas harta benda orang Muslim (yang dipindahkan utangnya) itu'." demikian penjelasan Imam Tirmizi.

Ini adalah satu contoh yang menunjukkan kepada kita, betapa cemerlangnya pemikiran fiqh Imam Tirmizi dalam memahami nash-nash Hadits, serta betapa luas dan orisinal pandangannya itu. Hingga meninggalnya, Imam Tirmizi telah menulis puluhan kitab, diantaranya: Kitab Al-Jami', terkenal dengan sebutan Sunan at-Tirmizi, Kitab Al-'Ilal, Kitab At-Tarikh, Kitab Asy-Syama'il an-Nabawiyyah, Kitab Az-Zuhd, dan Kitab Al-Asma' wal-Kuna.

Selain dikenal dengan sebutan Kitab Jami' Tirmizi, kitab ini juga dikenal dengan nama Sunan At-Tirmizi. Di kalangan muhaddisin (ahli Hadits), kitab ini menjadi rujukan utama, selain kitab-kitab hadits lainnya dari Imam Bukhari maupun Imam Muslim.

Kitab Sunan Tirmizi dianggap sangat penting lantaran kitab ini betul-betul memperhatikan ta'lil (penentuan nilai) Hadits dengan menyebutkan secara eksplisit Hadits yang sahih. Itu sebabnya, kitab ini menduduki peringkat ke-4 dalam urutan Kutubus Sittah, atau menurut penulis buku Kasyf Az Zunuun, Hajji Khalfah (w. 1657), kedudukan Sunan Tirmizi berada pada tingkat ke-3 dalam hierarki Kutubus Sittah.

Tidak seperti kitab Hadits Imam Bukhari, atau yang ditulis Imam Muslim dan lainnya, kitab Sunan Tirmizi dapat dipahami oleh siapa saja, yang memahami bahasa Arab tentunya. Dalam menyeleksi Hadits untuk kitabnya itu, Imam Tirmizi bertolak pada dasar apakah Hadits itu dipakai oleh fuqaha (ahli fikih) sebagai hujjah (dalil) atau tidak. Sebaliknya, Tirmizi tidak menyaring Hadits dari aspek Hadits itu dhaif atau tidak. Itu sebabnya, ia selalu memberikan uraian tentang nilai Hadits, bahkan uraian perbandingan dan kesimpulannya.

Diriwayatkan, bahwa ia pernah berkata: "Semua Hadits yang terdapat dalam kitab ini adalah dapat diamalkan." Oleh karena itu, sebagian besar ahli ilmu menggunakannya (sebagai pegangan), kecuali dua Hadits, yaitu: Pertama, yang artinya: "Sesungguhnya Rasulullah SAW menjamak shalat Dhuhur dengan Ashar, dan Maghrib dengan Isya, tanpa adanya sebab takut dan dalam perjalanan.'' Juga Hadits, "Jika ia peminum khamar, minum lagi pada yang keempat kalinya, maka bunuhlah dia." Hadits mengenai hukuman untuk peminum khamar ini adalah mansukh (terhapus) dan ijma' ulama pun menunjukkan demikian. Sedangkan mengenai shalat jamak, para ulama berbeda pendapat atau tidak sepakat untuk meninggalkannya. Sebagian besar ulama berpendapat boleh hukumnya melakukan shalat jamak di rumah selama tidak dijadikan kebiasaan. Pendapat ini adalah pendapat Ibn Sirin dan Asyab serta sebagian besar ahli fiqh dan ahli Hadits juga Ibn Munzir.

Beberapa keistimewaan Kitab Jami' atau Sunan Tirmizi adalah, pencantuman riwayat dari sahabat lain mengenai masalah yang dibahas dalam Hadits pokok (Hadits al Bab), baik isinya yang semakna maupun yang berbeda, bahkan yang bertentangan sama sekali secara langsung maupun tidak langsung.

Selain itu, keistimewaan yang langsung kaitannya dengan ulum al Hadits (ilmu-ilmu Hadits) adalah masalah ta'lil Hadits. Hadits-hadits yang dimuat disebutkan nilainya dengan jelas, bahkan nilai rawinya yang dianggap penting. Kitab ini dinilai positif karena dapat digunakan untuk penerapan praktis kaidah-kaidah ilmu Hadits, khususnya ta'lil Hadits tersebut.

Sumber: http://www.kotasantri.com/galeria.php?aksi=DetailArtikel&artid=172

Sejarah Singkat Imam Syafi'i

Nama dan Nasab
Beliau bernama Muhammad d
Dengan kun-yah Abu Abdillah. Nasab beliau secara lengkap adalah Muhammad bin Idris bin al-‘Abbas bin ‘Utsman bin Syafi‘ bin as-Saib bin ‘Ubayd bin ‘Abdu Zayd bin Hasyim bin al-Muththalib bin ‘Abdu Manaf bin Qushay. Nasab beliau bertemu dengan nasab Rasulullah pada diri ‘Abdu Manaf bin Qushay. Dengan begitu, beliau masih termasuk sanak kandung Rasulullah karena masih terhitung keturunan paman-jauh beliau , yaitu Hasyim bin al-Muththalib.
Bapak beliau, Idris, berasal dari daerah Tibalah (Sebuah daerah di wilayah Tihamah di jalan menuju ke Yaman). Dia seorang yang tidak berpunya. Awalnya dia tinggal di Madinah lalu berpindah dan menetap di ‘Asqalan (Kota tepi pantai di wilayah Palestina) dan akhirnya meninggal dalam keadaan masih muda di sana. Syafi‘, kakek dari kakek beliau, -yang namanya menjadi sumber penisbatan beliau (Syafi‘i)- menurut sebagian ulama adalah seorang sahabat shigar (yunior) Nabi. As-Saib, bapak Syafi‘, sendiri termasuk sahabat kibar (senior) yang memiliki kemiripan fisik dengan Rasulullah saw. Dia termasuk dalam barisan tokoh musyrikin Quraysy dalam Perang Badar. Ketika itu dia tertawan lalu menebus sendiri dirinya dan menyatakan masuk Islam.
Para ahli sejarah dan ulama nasab serta ahli hadits bersepakat bahwa Imam Syafi‘i berasal dari keturunan Arab murni. Imam Bukhari dan Imam Muslim telah memberi kesaksian mereka akan kevalidan nasabnya tersebut dan ketersambungannya dengan nasab Nabi, kemudian mereka membantah pendapat-pendapat sekelompok orang dari kalangan Malikiyah dan Hanafiyah yang menyatakan bahwa Imam Syafi‘i bukanlah asli keturunan Quraysy secara nasab, tetapi hanya keturunan secara wala’ saja.
Adapun ibu beliau, terdapat perbedaan pendapat tentang jati dirinya. Beberapa pendapat mengatakan dia masih keturunan al-Hasan bin ‘Ali bin Abu Thalib, sedangkan yang lain menyebutkan seorang wanita dari kabilah Azadiyah yang memiliki kun-yah Ummu Habibah. Imam an-Nawawi menegaskan bahwa ibu Imam Syafi‘i adalah seorang wanita yang tekun beribadah dan memiliki kecerdasan yang tinggi. Dia seorang yang faqih dalam urusan agama dan memiliki kemampuan melakukan istinbath.
 

Waktu dan Tempat Kelahirannya
Beliau dilahirkan pada tahun 150H. Pada tahun itu pula, Abu Hanifah wafat sehingga dikomentari oleh al-Hakim sebagai isyarat bahwa beliau adalah pengganti Abu Hanifah dalam bidang yang ditekuninya.

Tentang tempat kelahirannya, banyak riwayat yang menyebutkan beberapa tempat yang berbeda. Akan tetapi, yang termasyhur dan disepakati oleh ahli sejarah adalah kota Ghazzah (Sebuah kota yang terletak di perbatasan wilayah Syam ke arah Mesir. Tepatnya di sebelah Selatan Palestina. Jaraknya dengan kota Asqalan sekitar dua farsakh). Tempat lain yang disebut-sebut adalah kota Asqalan dan Yaman.

Ibnu Hajar memberikan penjelasan bahwa riwayat-riwayat tersebut dapat digabungkan dengan dikatakan bahwa beliau dilahirkan di sebuah tempat bernama Ghazzah di wilayah Asqalan. Ketika berumur dua tahun, beliau dibawa ibunya ke negeri Hijaz dan berbaur dengan penduduk negeri itu yang keturunan Yaman karena sang ibu berasal dari kabilah Azdiyah (dari Yaman). Lalu ketika berumur 10 tahun, beliau dibawa ke Mekkah, karena sang ibu khawatir nasabnya yang mulia lenyap dan terlupakan.

Pertumbuhannya dan Pengembaraannya Mencari Ilmu
Di Mekkah, Imam Syafi ‘i dan ibunya tinggal di dekat Syi‘bu al-Khaif. Di sana, sang ibu mengirimnya belajar kepada seorang guru. Sebenarnya ibunya tidak mampu untuk membiayainya, tetapi sang guru ternyata rela tidak dibayar setelah melihat kecerdasan dan kecepatannya dalam menghafal. Imam Syafi‘i bercerita, “Di al-Kuttab (sekolah tempat menghafal Alquran), saya melihat guru yang mengajar di situ membacakan murid-muridnya ayat Alquran, maka aku ikut menghafalnya. Sampai ketika saya menghafal semua yang dia diktekan, dia berkata kepadaku, “Tidak halal bagiku mengambil upah sedikitpun darimu.” Dan ternyata kemudian dengan segera guru itu mengangkatnya sebagai penggantinya (mengawasi murid-murid lain) jika dia tidak ada. Demikianlah, belum lagi menginjak usia baligh, beliau telah berubah menjadi seorang guru.

Setelah rampung menghafal Alquran di al-Kuttab, beliau kemudian beralih ke Masjidil Haram untuk menghadiri majelis-majelis ilmu di sana. Sekalipun hidup dalam kemiskinan, beliau tidak berputus asa dalam menimba ilmu. Beliau mengumpulkan pecahan tembikar, potongan kulit, pelepah kurma, dan tulang unta untuk dipakai menulis. Sampai-sampai tempayan-tempayan milik ibunya penuh dengan tulang-tulang, pecahan tembikar, dan pelepah kurma yang telah bertuliskan hadits-hadits Nabi. Dan itu terjadi pada saat beliau belum lagi berusia baligh. Sampai dikatakan bahwa beliau telah menghafal Alquran pada saat berusia 7 tahun, lalu membaca dan menghafal kitab Al-Muwaththa’ karya Imam Malik pada usia 12 tahun sebelum beliau berjumpa langsung dengan Imam Malik di Madinah.

Beliau juga tertarik mempelajari ilmu bahasa Arab dan syair-syairnya. Beliau memutuskan untuk tinggal di daerah pedalaman bersama suku Hudzail yang telah terkenal kefasihan dan kemurnian bahasanya, serta syair-syair mereka. Hasilnya, sekembalinya dari sana beliau telah berhasil menguasai kefasihan mereka dan menghafal seluruh syair mereka, serta mengetahui nasab orang-orang Arab, suatu hal yang kemudian banyak dipuji oleh ahli-ahli bahasa Arab yang pernah berjumpa dengannya dan yang hidup sesudahnya. Namun, takdir Allah telah menentukan jalan lain baginya. Setelah mendapatkan nasehat dari dua orang ulama, yaitu Muslim bin Khalid az-Zanji -mufti kota Mekkah-, dan al-Husain bin ‘Ali bin Yazid agar mendalami ilmu fiqih, maka beliau pun tersentuh untuk mendalaminya dan mulailah beliau melakukan pengembaraannya mencari ilmu.

Beliau mengawalinya dengan menimbanya dari ulama-ulama kotanya, Mekkah, seperti Muslim bin Khalid, Dawud bin Abdurrahman al-‘Athar, Muhammad bin Ali bin Syafi’ –yang masih terhitung paman jauhnya-, Sufyan bin ‘Uyainah –ahli hadits Mekkah-, Abdurrahman bin Abu Bakar al-Maliki, Sa’id bin Salim, Fudhail bin ‘Iyadh, dan lain-lain. Di Mekkah ini, beliau mempelajari ilmu fiqih, hadits, lughoh, dan Muwaththa’ Imam Malik. Di samping itu beliau juga mempelajari keterampilan memanah dan menunggang kuda sampai menjadi mahir sebagai realisasi pemahamannya terhadap ayat 60 surat Al-Anfal. Bahkan dikatakan bahwa dari 10 panah yang dilepasnya, 9 di antaranya pasti mengena sasaran.

Setelah mendapat izin dari para syaikh-nya untuk berfatwa, timbul keinginannya untuk mengembara ke Madinah, Dar as-Sunnah, untuk mengambil ilmu dari para ulamanya. Terlebih lagi di sana ada Imam Malik bin Anas, penyusun al-Muwaththa’. Maka berangkatlah beliau ke sana menemui sang Imam. Di hadapan Imam Malik, beliau membaca al-Muwaththa’ yang telah dihafalnya di Mekkah, dan hafalannya itu membuat Imam Malik kagum kepadanya. Beliau menjalani mulazamah kepada Imam Malik demi mengambil ilmu darinya sampai sang Imam wafat pada tahun 179. Di samping Imam Malik, beliau juga mengambil ilmu dari ulama Madinah lainnya seperti Ibrahim bin Abu Yahya, ‘Abdul ‘Aziz ad-Darawardi, Athaf bin Khalid, Isma‘il bin Ja‘far, Ibrahim bin Sa‘d dan masih banyak lagi.

Setelah kembali ke Mekkah, beliau kemudian melanjutkan mencari ilmu ke Yaman. Di sana beliau mengambil ilmu dari Mutharrif bin Mazin dan Hisyam bin Yusuf al-Qadhi, serta yang lain. Namun, berawal dari Yaman inilah beliau mendapat cobaan –satu hal yang selalu dihadapi oleh para ulama, sebelum maupun sesudah beliau-. Di Yaman, nama beliau menjadi tenar karena sejumlah kegiatan dan kegigihannya menegakkan keadilan, dan ketenarannya itu sampai juga ke telinga penduduk Mekkah. Lalu, orang-orang yang tidak senang kepadanya akibat kegiatannya tadi mengadukannya kepada Khalifah Harun ar-Rasyid, Mereka menuduhnya hendak mengobarkan pemberontakan bersama orang-orang dari kalangan Alawiyah.

Sebagaimana dalam sejarah, Imam Syafi‘i hidup pada masa-masa awal pemerintahan Bani ‘Abbasiyah yang berhasil merebut kekuasaan dari Bani Umayyah. Pada masa itu, setiap khalifah dari Bani ‘Abbasiyah hampir selalu menghadapi pemberontakan orang-orang dari kalangan ‘Alawiyah. Kenyataan ini membuat mereka bersikap sangat kejam dalam memadamkan pemberontakan orang-orang ‘Alawiyah yang sebenarnya masih saudara mereka sebagai sesama Bani Hasyim. Dan hal itu menggoreskan rasa sedih yang mendalam pada kaum muslimin secara umum dan pada diri Imam Syafi‘i secara khusus. Dia melihat orang-orang dari Ahlu Bait Nabi menghadapi musibah yang mengenaskan dari penguasa. Maka berbeda dengan sikap ahli fiqih selainnya, beliau pun menampakkan secara terang-terangan rasa cintanya kepada mereka tanpa rasa takut sedikitpun, suatu sikap yang saat itu akan membuat pemiliknya merasakan kehidupan yang sangat sulit.

Sikapnya itu membuatnya dituduh sebagai orang yang bersikap tasyayyu‘, padahal sikapnya sama sekali berbeda dengan tasysyu’ model orang-orang syi‘ah. Bahkan Imam Syafi‘i menolak keras sikap tasysyu’ model mereka itu yang meyakini ketidakabsahan keimaman Abu Bakar, Umar, serta ‘Utsman , dan hanya meyakini keimaman Ali, serta meyakini kemaksuman para imam mereka. Sedangkan kecintaan beliau kepada Ahlu Bait adalah kecintaan yang didasari oleh perintah-perintah yang terdapat dalam Alquran maupun hadits-hadits shahih. Dan kecintaan beliau itu ternyata tidaklah lantas membuatnya dianggap oleh orang-orang syiah sebagai ahli fiqih madzhab mereka.

Tuduhan dusta yang diarahkan kepadanya bahwa dia hendak mengobarkan pemberontakan, membuatnya ditangkap, lalu digelandang ke Baghdad dalam keadaan dibelenggu dengan rantai bersama sejumlah orang-orang ‘Alawiyah. Beliau bersama orang-orang ‘Alawiyah itu dihadapkan ke hadapan Khalifah Harun ar-Rasyid. Khalifah menyuruh bawahannya menyiapkan pedang dan hamparan kulit. Setelah memeriksa mereka seorang demi seorang, ia menyuruh pegawainya memenggal kepala mereka. Ketika sampai pada gilirannya, Imam Syafi‘i berusaha memberikan penjelasan kepada Khalifah. Dengan kecerdasan dan ketenangannya serta pembelaan dari Muhammad bin al-Hasan -ahli fiqih Irak-, beliau berhasil meyakinkan Khalifah tentang ketidakbenaran apa yang dituduhkan kepadanya. Akhirnya beliau meninggalkan majelis Harun ar-Rasyid dalam keadaan bersih dari tuduhan bersekongkol dengan ‘Alawiyah dan mendapatkan kesempatan untuk tinggal di Baghdad.

Di Baghdad, beliau kembali pada kegiatan asalnya, mencari ilmu. Beliau meneliti dan mendalami madzhab Ahlu Ra’yu. Untuk itu beliau berguru dengan mulazamah kepada Muhammad bin al-Hassan. Selain itu, kepada Isma‘il bin ‘Ulayyah dan Abdul Wahhab ats-Tsaqafiy dan lain-lain. Setelah meraih ilmu dari para ulama Irak itu, beliau kembali ke Mekkah pada saat namanya mulai dikenal. Maka mulailah ia mengajar di tempat dahulu ia belajar. Ketika musim haji tiba, ribuan jamaah haji berdatangan ke Mekkah. Mereka yang telah mendengar nama beliau dan ilmunya yang mengagumkan, bersemangat mengikuti pengajarannya sampai akhirnya nama beliau makin dikenal luas. Salah satu di antara mereka adalah Imam Ahmad bin Hanbal.

Ketika kamasyhurannya sampai ke kota Baghdad, Imam Abdurrahman bin Mahdi mengirim surat kepada Imam Syafi‘i memintanya untuk menulis sebuah kitab yang berisi khabar-khabar yang maqbul, penjelasan tentang nasikh dan mansukh dari ayat-ayat Alquran dan lain-lain. Maka beliau pun menulis kitabnya yang terkenal, Ar-Risalah.

Setelah lebih dari 9 tahun mengajar di Mekkah, beliau kembali melakukan perjalanan ke Irak untuk kedua kalinya dalam rangka menolong madzhab Ash-habul Hadits di sana. Beliau mendapat sambutan meriah di Baghdad karena para ulama besar di sana telah menyebut-nyebut namanya. Dengan kedatangannya, kelompok Ash-habul Hadits merasa mendapat angin segar karena sebelumnya mereka merasa didominasi oleh Ahlu Ra’yi. Sampai-sampai dikatakan bahwa ketika beliau datang ke Baghdad, di Masjid Jami ‘ al-Gharbi terdapat sekitar 20 halaqah Ahlu Ra ‘yu. Tetapi ketika hari Jumat tiba, yang tersisa hanya 2 atau 3 halaqah saja.

Beliau menetap di Irak selama dua tahun, kemudian pada tahun 197 beliau balik ke Mekkah. Di sana beliau mulai menyebar madzhabnya sendiri. Maka datanglah para penuntut ilmu kepadanya meneguk dari lautan ilmunya. Tetapi beliau hanya berada setahun di Mekkah.

Tahun 198, beliau berangkat lagi ke Irak. Namun, beliau hanya beberapa bulan saja di sana karena telah terjadi perubahan politik. Khalifah al-Makmun telah dikuasai oleh para ulama ahli kalam, dan terjebak dalam pembahasan-pembahasan tentang ilmu kalam. Sementara Imam Syafi‘i adalah orang yang paham betul tentang ilmu kalam. Beliau tahu bagaimana pertentangan ilmu ini dengan manhaj as-salaf ash-shaleh –yang selama ini dipegangnya- di dalam memahami masalah-masalah syariat. Hal itu karena orang-orang ahli kalam menjadikan akal sebagai patokan utama dalam menghadapi setiap masalah, menjadikannya rujukan dalam memahami syariat padahal mereka tahu bahwa akal juga memiliki keterbatasan-keterbatasan. Beliau tahu betul kebencian meraka kepada ulama ahlu hadits. Karena itulah beliau menolak madzhab mereka.

Dan begitulah kenyataannya. Provokasi mereka membuat Khalifah mendatangkan banyak musibah kepada para ulama ahlu hadits. Salah satunya adalah yang dikenal sebagai Yaumul Mihnah, ketika dia mengumpulkan para ulama untuk menguji dan memaksa mereka menerima paham Alquran itu makhluk. Akibatnya, banyak ulama yang masuk penjara, bila tidak dibunuh. Salah satu di antaranya adalah Imam Ahmad bin Hanbal. Karena perubahan itulah, Imam Syafi‘i kemudian memutuskan pergi ke Mesir. Sebenarnya hati kecilnya menolak pergi ke sana, tetapi akhirnya ia menyerahkan dirinya kepada kehendak Allah. Di Mesir, beliau mendapat sambutan masyarakatnya. Di sana beliau berdakwah, menebar ilmunya, dan menulis sejumlah kitab, termasuk merevisi kitabnya ar-Risalah, sampai akhirnya beliau menemui akhir kehidupannya di sana.

Keteguhannya Membela Sunnah
Sebagai seorang yang mengikuti manhaj Ash-habul Hadits, beliau dalam menetapkan suatu masalah terutama masalah aqidah selalu menjadikan Alquran dan Sunnah Nabi sebagai landasan dan sumber hukumnya. Beliau selalu menyebutkan dalil-dalil dari keduanya dan menjadikannya hujjah dalam menghadapi penentangnya, terutama dari kalangan ahli kalam. Beliau berkata, “Jika kalian telah mendapatkan Sunnah Nabi, maka ikutilah dan janganlah kalian berpaling mengambil pendapat yang lain.” Karena komitmennya mengikuti sunnah dan membelanya itu, beliau mendapat gelar Nashir as-Sunnah wa al-Hadits.

Terdapat banyak atsar tentang ketidaksukaan beliau kepada Ahli Ilmu Kalam, mengingat perbedaan manhaj beliau dengan mereka. Beliau berkata, “Setiap orang yang berbicara (mutakallim) dengan bersumber dari Alquran dan sunnah, maka ucapannya adalah benar, tetapi jika dari selain keduanya, maka ucapannya hanyalah igauan belaka.” Imam Ahmad berkata, “Bagi Syafi‘i jika telah yakin dengan keshahihan sebuah hadits, maka dia akan menyampaikannya. Dan prilaku yang terbaik adalah dia tidak tertarik sama sekali dengan ilmu kalam, dan lebih tertarik kepada fiqih.” Imam Syafi ‘i berkata, “Tidak ada yang lebih aku benci daripada ilmu kalam dan ahlinya” Al-Mazani berkata, “Merupakan madzhab Imam Syafi‘i membenci kesibukan dalam ilmu kalam. Beliau melarang kami sibuk dalam ilmu kalam.”

Ketidaksukaan beliau sampai pada tingkat memberi fatwa bahwa hukum bagi ahli ilmu kalam adalah dipukul dengan pelepah kurma, lalu dinaikkan ke atas punggung unta dan digiring berkeliling di antara kabilah-kabilah dengan mengumumkan bahwa itu adalah hukuman bagi orang yang meninggalkan Alquran dan Sunnah dan memilih ilmu kalam.

Wafatnya
Karena kesibukannya berdakwah dan menebar ilmu, beliau menderita penyakit bawasir yang selalu mengeluarkan darah. Makin lama penyakitnya itu bertambah parah hingga akhirnya beliau wafat karenanya. Beliau wafat pada malam Jumat setelah shalat Isya’ hari terakhir bulan Rajab permulaan tahun 204 dalam usia 54 tahun. Semoga Allah memberikan kepadanya rahmat-Nya yang luas.

Ar-Rabi menyampaikan bahwa dia bermimpi melihat Imam Syafi‘i, sesudah wafatnya. Dia berkata kepada beliau, “Apa yang telah diperbuat Allah kepadamu, wahai Abu Abdillah ?” Beliau menjawab, “Allah mendudukkan aku di atas sebuah kursi emas dan menaburkan pada diriku mutiara-mutiara yang halus”

Karangan-Karangannya
Sekalipun beliau hanya hidup selama setengah abad dan kesibukannya melakukan perjalanan jauh untuk mencari ilmu, hal itu tidaklah menghalanginya untuk menulis banyak kitab. Jumlahnya menurut Ibnu Zulaq mencapai 200 bagian, sedangkan menurut al-Marwaziy mencapai 113 kitab tentang tafsir, fiqih, adab dan lain-lain. Yaqut al-Hamawi mengatakan jumlahnya mencapai 174 kitab yang judul-judulnya disebutkan oleh Ibnu an-Nadim dalam al-Fahrasat.
Yang paling terkenal di antara kitab-kitabnya adalah al-Umm, yang terdiri dari 4 jilid berisi 128 masalah, dan ar-Risalah al-Jadidah (yang telah direvisinya) mengenai Alquran dan As-Sunnah serta kedudukannya dalam syariat.


Sumber :
1. Al-Umm, bagian muqoddimah hal 3-33.
2. Siyar A‘lam an-Nubala’
3. Manhaj Aqidah Imam asy-Syafi‘, terjemah kitab Manhaj al-Imam Asy-Syafi ‘i fi Itsbat al-‘Aqidah karya DR. Muhammad AW al-Aql terbitan Pustaka Imam Asy-Syafi‘i, Cirebon.
http://muslim.or.id/?p=9

Krisis Moral di Era Digital: Analisis Kritis dan Strategi Penguatan Nilai Kemanusiaan dalam Ruang Siber

  Krisis Moral di Era Digital: Analisis Kritis dan Strategi Penguatan Nilai Kemanusiaan dalam Ruang Siber   Ringkasan Eksekutif Laporan ini ...