Pembaca: 1858
Terjemahan dalam bahasa Indonesia :
Sang
Prabhu lantas berkata kepada sang Patih, segala kejadian yang telah
terlanjur ini sebenarnya juga akibat kesalahan sang Raja sendiri,
meremehkan agama yang sudah dipeluk secara turun temurun oleh orang
Jawa, serta terpikat oleh kata-kata Putri Champa, memberikan ijin kepada
para ulama untuk menyebarkan agama Islam secara mudah di Majapahit.
Begitu gelap batin Sang Raja sehingga keluarlah ucapan kutuk dari bibir
beliau : Aku memohon kepada Dewa Yang Maha Agung (Dewa segala
dewa/Tuhan), semoga terbalaskan kesedihan yang aku alamiini, semoga
orang Islam Jawa kelak terbalik dalam menjalankan agamanya, berubah
menjadi orang berkuncir, karena tak mengerti kebaikan, aku beri kebaikan
balasannya malah keburukan!" (orang berkucir maksudnya : manusia yang
gampang mendua, gampang terpengaruh duniawi, meremehkan spiritualitas,
spiritualitas hanya dipakai kedok belaka. Spiritualitas diperdagangkan,
ditukar dengan materi. Berkucir adalah rambut yang dikepang kekiri dan
kekanan. Orang Islam Jawa kelak disisi lain bisa kelihatan alim tapi
disisi lain sangat materialistik. Seorang haji diam-diam merangkap
rentenir, seorang kyai bisa berkorupsi, tak ada rasa bersalah dan risih,
semua dianggap wajar dan bisa ditebus dengan tobat jika sudah puas
dengan materi kelak). Sabda Raja Besar yang tengah bersusah hati,
diterima oleh Bathara (Tuhan), disaksikan oleh jagad semesta, dengan
tanda tiba-tiba terdengar suara bergemuruh diangkasa bagaikan suara
guntur. Semenjak itulah di Jawa mulai muncul beberapa jenis burung
bangau yang berkuncir bulu kepalanya. Para ulama dan Sunan semua
mempunyai nama rangkap bertolak belakang (maksudnya disatu sisi dia
tampil sebagai sosok penuntun, disisi lain diam-diam menimbun kekayaan
dari spiritualitas yang diajarkan. Nama rangkap bertolak belakang,
disisi lain alim disisi lain masih terjerat kenikmatan duniawi), hingga
sekarang banyak contoh para ulama yang demikian itu (nama rangkap
bertolak belakang dan berkucir rambutnya).
Sang Prabhu meminta
pendapat Sang Patih, mengenai datangnya musuh, yaitu para santriyang
hendak merebut kekuasaan, baiknya dilawan atau tidak? Sang Raja
merasakecewa dan heran bercampur satu, kecewa dan heran mengapa hanya
karena ingin memegang kekuasaan Majapahit, Adipati Demak memilih jalan
pertumpahan darah? Seandainya diminta dengan baik-baik, pasti juga akan
diberikan karena Sang Rajasudah sepuh.
Sang Patih menyarankan
agar melawan musuh yang datang. Sang Prabhu ragu karena merasa sangat
malu jika terdengar kabar beliau berperang memperebutkan tahta dengan
putra sendiri, oleh karenanya Sang Prabhu memerintahkan agar menghadang
musuh tapi hindari pertumpahan darah yang besar. Lantas Sang Prabhu
memerintahkanjuga agar memangil Adipati Pengging (Adipati
Handayaningrat) dan Adipati Pranaraga (Ponorogo ~ Adipati Bathara
Katong) untuk memimpin pasukan, sebab Raden Gugur belum saatnya untuk
maju berperang. Selesai memberikan perintah Sang Prabhu berkehendak
meloloskan diri dari keraton menuju Bali, diiringkan oleh Sabdo Palon
dan Naya Genggong. Saat Sang Prabhu tengah memberikan perintah, pasukan
Demak sudah tiba dan mengepung kota. Kepergian Sang Prabhu sangat
tergesa-gesa sekali.
Pasukan Demak lantas bertempur dengan
pasukan Majapahit, para Sunan sendiri yang memimpin peperangan. Patih
Majapahit mengamuk hebat dimedan tempur. Begitu juga delapan orang
pejabat Nayaka Bupati ikut terjun ke peperangan. Peperangan berjalan
sengit, pasukan Demak berjumlah tiga juta prajurid sedangkan pasukan
Majapahit yang ada di ibu kota hanya terkumpul tiga ribu prajurid.
Majapahit telah diserang musuh secara besar-besaran, banyak prajurid
yang gugur, Patih dan para pejabat Nayaka Bupati terus bertempur tanpa
kenal mundur. Prajurid Demak yang terkena amukan mereka pasti tewas.
Putra selir sang Prabhu yang bernama Lembu Pangarsa juga mengamuk
dimedan laga, berhadapan dengan Sunan Kudus. Ditengah pertempuran, Patih
Demak Mangkurat melemparkan tombak kearah putra selir Majapahit,
gugurlah dia! Melihat putra selir gugur secara licik,sang Patih semakin
mengamuk bagai banteng ketaton, tak lagi ada yang ditakuti,segala
senjata tak mampu melukai tubuhnya, bagaikan tugu terbuat dari
baja,segala besi tak ada yang mempan ditubuhnya! Ditempat mana yang
diterjang pasti bubar semburat, yang nekat melawan pasti tewas
mengenaskan. Mayat bertumpang tindih. Sang patih ditembak pelor dari
kejauhan, bagaikan hujan datangnya mimis, akan tetapi mental bagai
mengenai batu cadas! Sunan Ngundhung (ayah Sunan Kudus) maju kedepan
menghadapi amukan sang Patih, ditikam tapi tak terluka, ganti terkena
tikaman, Sunan Ngundhung tewas seketika! (makam Sunan Ngundhung masih
ada di pemakaman Troloyo, Trowulan Mojokerto sampai sekarang :
DamarShashangka). Begitu Sunan Ngundhung tewas, sang Patih dikeroyok
begitu banyak prajurid Demak, sedangkan para prajurid Majapahit sudah
banyak yang tewas.Seberapa kuatnya satu orang melawan begitu banyak
orang, akhirnya sang Patih gugur. Akan tetapi jasadnya hilang dan
meninggalkan suara : " Ingat-ingatlah kalian semua orang Islam,
diberikan kebaikan oleh Raja-ku malah membalas dengan keburukan, tega
merebut negara Majaphit dan membuat pembunuhan sedemikian besar,
ingatlah kelak akan aku balas, akan aku hajar kesadaranmu agar tahu mana
yang benar dan mana yang salah, akan aku potong bersih rambutmu
(maksudnya segala kebodohan mereka) dan akan aku tiup kepalamu
(maksudnya akan diberikan pengetahuan yang benar)!"
Setelah sang
Patih gugur, para Sunan lantas masuk kedalam keraton. Akan tetapi sang
Prabhu sudah tidak ada, yang tinggal hanya Ratu Mas, yaitu Putri Champa.
Sang putri diminta untuk menyingkir ke Benang dan menurut.
Para
prajurid Demak masuk kedalam keraton tanpa dkomando, didalam istana
mereka menjarah dan mengambil segala yang ada hingga bersih, para
penduduk tidak ada yang berani melawan.Raden Gugur yang masih kecil
berhasil meloloskan diri. Adipati Terung ikut masuk kedalam istana,
membakar seluruh buku-buku ajaran Buda (Shiwa Buddha), pasukan yang
tersisa kocar kacir melarikan diri, padahal seluruh pintu benteng dijaga
pasukan Terung (coba diteruskan apa yang terjadi jika demikian? Dalam
Serat Darmogandhul tidak dilanjutkan). Masyarakat Majapahit yang tidak
mau tunduk lantas mengungsi besar-besaran ke gunung dan ke hutan-hutan
(salah satunya pengikut Raden Jaka Seger dan Dewi Rara Anteng yang
mengungsi ke daerah pegunungan Bromo. Menurunkan suku Tengger sampai
sekarang. Nama Tengger diambil dari nama Dewi Rara An-TENG dan Raden
Jaka Se-GER : Damar Shashangka).Sedangkan masyarakat yang tunduk
dikumpulkan semua, lantas di Islam kan secara massal. Jasad para pejabat
berikut putra-putra selir yang gugur dikumpulkan dan dikubur (tidak
dibakar secara Shiwa Buddha) disebelah tenggara istana.Pemakaman tadi
lantas dinamakan Bratalaya, konon katanya disanalah makam RadenLembu
Pangarsa juga berada.
Tiga hari kemudian, Sultan Demak berangkat
ke Ngampel, yang dipercaya menjaga di istana Majapahit adalah Patih
Mangkurat dan Adipati Terung, untuk menjaga keamanan istana dari
serangan-serangan pasukan Majapahit yang mungkin masih tersisa.Sunan
Kudus juga ikut menjaga istana, seolah-olah menjadi pengganti Sang
Prabhu. Wilayah Terung dijaga ulama tiga ratus, setiap malam
melaksanakan shalat hajat serta membaca Kur'an. Separuh pasukan dan
beberapa sunan mengiringi Sultan Demak menuju Ngampeldhenta.
Sunan
Ngampel sudah wafat, hanya tinggal sang istri yang ada di Ngampel. Sang
istri berasal dari Tuban, putri Adipati Arya Teja. Sepeninggal Sunan
Ngampel, Nyi Ageng (istri Sunan Ngampel) dituakan oleh masyarakat
Ngampel. Sang Prabhu Jimbuningrat (Raden Patah/Sultan Demak) sesampainya
di Ngampel, segera memberikan sembah bakti kepada Nyi Ageng.
Bergiliran, para sunan juga menghaturkan sembah baktinya. Prabhu
Jimbuningrat lantas melaporkan bahwa telah berhasil menjebol Majapahit,
melaporkan lolosnya Sang Ayahanda dan Raden Gugur,serta tewasnya Patih
Majapahit serta mengabarkan bahwa dirinya sudah mengukuhkan diri sebagai
Raja yang menguasai tanah Jawa, berjuluk : Senopati Jimbun atau
Panembahan Palembang. Maksud kedatangannya ke Ngampel hendak meminta
restu agar lestari menjadi Raja hingga keturunanya kelak.
Usai
mendengar laporan Prabhu Jimbun, Nyi Ageng seketika menangis dan
merangkul Sang Prabhu (Jimbuningrat). Hatinya bagai diiris-iris,
beginilah ucapan yang keluardari bibir beliau :"Cucuku, kamu telah
melakukan tiga buah dosa. Berani melawan Raja-mu sekaligus Orang tua-mu,
orang yang telah memberikan kemuliaan duniawi, namun kamu hancurkan
tanpa dosa. Jika mengingat kebaikan paman Prabhu Brawijaya,dimana para
ulama diberikan tempat tinggal sehingga bisa mencari makan ditempat
masing-masing, serta diberi kebebasan untuk menyebarkan agama,
seharusnya sebagai manusia patut mengucapkan terima kasih. Tetapi
mengapa akhirnya dibalas dengan kejahatan, sekarang beliau wafat atau
masih hidup tidak diketahui lagi bagaimana nasibnya!"
Nyi Ageng
berkata lagi kepada Sang Prabhu : "Ngger, aku hendak bertanya kepadamu,
jawablah sejujurnya, siapakah ayahmu yang sesungguhnya? Siapakah yang
mengukuhkan kamu menjadi Raja tanah Jawa dan siapa yang merestui? Apa
sebabnya kamu melakukan pembunuhan kepada orang Majapahit sedangkan
mereka tanpa memiliki kesalahan kepadamu?"
Sang Prabhu menjawab,
konon Prabhu Brawijaya memang ayahandanya yang sesungguhnya.Yang
mengangkat dirinya menjadi Raja tanah Jaya tak lain para Bupati pesisir
utara. Yang merestui para Sunan. Majapahit diserang, sebab Sang Prabhu
Brawijaya tidak mau masuk Islam, tetap bersikukuh memeluk agama kafir
kufur,agama Buda (Shiwa Buddha) totok yang sudah keras bagai kerasnya
kuwuk (batu laut).
Mendengar penuturan Prabhu Jimbun, Nyi Ageng
menjerit seketika dan merangkul sambilberkata : "Ngger! Ketahuilah!
Kamu telah berbuat dosa tiga macam. Pasti akan mendapatkan hukuman Gusti
Allah. Kamu telah berani melawan Raja-mu dan Orangtuamu sendiri, yang
telah memberikan kemuliaan duniawi bagimu, kamu tega telah melakukan
kekerasan kepada orang yang tanpa salah. Adanya manusia Islam dan Kafir
siapa yang menciptakan, kecuali hanya satu Gusti Allah sendiri.Manusia
berganti agama itu tidak bisa dipaksa, jika bukan kehendak pribadinya
sendiri. Ketahuilah manusia yang gugur karena memegang teguh
keyakinannya termasuk manusia yang utama! Jika Gusti Allah menghendaki,
pastinya tak usah disuruh, pasti akan memeluk agama Islam sendiri. Gusti
Allah yang bersifat Rahman (Kasih) tidak memerintahkan untuk memaksa
orang masuk agama tertentu,semua sesuai kehendak manusia
sendiri-sendiri. GUSTI ALLAH TIDAK AKAN MENYIKSA MANUSIA KAFIR YANG TAK
BERSALAH DAN TIDAK AKAN MEMBERIKAN PAHALA KEPADA ORANG ISLAM YANG
PERBUATANNYA TIDAK BENAR! HANYA PERBUATANNYA YANG AKAN DIADILI SECARA
ADIL, BUKAN KARENA AGAMANYA APA! Ibumu China menyembah Pek-Kong, yang
diwujudkan dalam kertas bergambar atau arca dari batu. Tidak benar
membenci orang Buda. Itu tandanya matamu masih terlapisi, sehingga tidak
terang penglihatanmu, tidak tahu mana yang benar dan mana yang salah!
Konon kamu putra Sang Prabhu, tapi mana ada putra yang tega
menghancurkan ayahandanya sendiri, menghancurkan tanpa ada kesalahannya.
Beda dengan mata orang Jawa asli, Jawa atau Jawi ( Jawa maksudnya
paham atau sadar, orang Jawa yang tidak paham etika atau sadar sopan
santun lumrah disebut ORA JAWA! : DamarShashangka), penglihatannya satu,
paham mana yang benar dan mana yang salah, sadar mana yang baik dan
mana yang buruk! Pasti takut berbakti kepada orangtua, kedua berbakti
kepada Raja yang telah memberikan anugerah kemuliaan duniawi, orang tua
maupun Raja wajib diberikan dharma bakti. Niatnya berbakti kepada orang
tua, bukan melihat kafirnya! Kamu aku beritahu, Agung Kuparman beragama
Islam dan mempunyai mertua kafir. Mertuanya benci kepadanya karena beda
agama, senantiasa mencari jalan agar menantunya mati. Akan tetapi Agung
Kuparman senantiasa berbakti dan menghormati karena mengingat dia adalah
mertuanya yang bagaikan orangtua sendiri, tidak melihat kafirnya!
Itulah contoh manusia utama, tidak seperti perbuatanmu, menganiaya orang
tua hanya karena beliau beragama Buda dan tidak mau berganti agama
Islam. Perbuatanmu tidak patut. Dan lagi aku hendak bertanya, apakah
kamu pernah meminta secara pribadi kepada ayahandamu agar bersedia
berganti agama? Lantas apa yang menyebabkan kamu nekad merusak negara
Majapahit?"
Prabhu Jimbun menjawab, belum pernah meminta kesediaan ayahandanya agar berganti agama, datang ke Majapahit langsung menyerang.
Nyi
Ageng Ngampel tertawa dan berkata, "Perbuatanmu semakin terlihat salah!
Para Nabi pada jaman dulu, berani menentang orang tuanya, sebab sudah
setiap hari meminta kesediaan orang tua mereka agar berganti agama, akan
tetapi tidak mau juga,bahkan hingga diberi bukti mukjijat segala,
mukjijat sudah saatnya berganti agama Islam, akan tetapi permintaan itu
tidak digubris, orang tua mereka masih tetap memegang teguh agama lama,
lantas mereka dimusuhi oleh orang tua mereka.Jika begitu kejadiannya,
kalaupun harus bermusuhan dengan orang tua, mereka tidak salah.
Sedangkan dirimu, apa mukjijatmu? Jika memang nyata Khalifatullah(Wakil
Allah) yang berhak mengganti agama lama sekarang perlihatkan mukjijadmu
aku ingin menyaksikannya!"
Prabhu Jimbun menjawab jika tidak
memiliki mukjikat apapun, hanya menuruti bunyi kitab, katanya jika
meng-Islam-kan orang kafir kelak mendapat anugerah surga.
Nyi
Ageng Nganpel tertawa dan semakin marah, " Hanya katanya kok dituruti,
bahkan bukan ujar leluhur. Kata-kata orang pengembara kok dituruti,
akhirnya yang rusak dirimu sendiri. Itu tanda masih mentah pengetahuan
agamamu! Berani kepada orang tua, hanya karena ingin menjadi Raja,
kesengsaraan masyarakat banyak tidak kamu fikirkan. Dirimu bukan santri
ahli Budi (Kesadaran), hanya manusia yang berikat kepala putih, bagaikan
putihnya burung bangau, yang putih hanya kulitnya saja,didalamnya masih
merah menyala! Saat kakekmu (Sunan Ngampel) masih hidup,dirimu pernah
meminta ijin untuk menyerang Majapahit, kakekmu tidak memberikan ijin,
bahkan wanti wanti jangan sampai bermusuhan dengan orang tua. Sekarang
kakekmu sudah wafat, larangannya kamu langgar, kamu tidak takut
melanggar wasiatnya. Jikalau dirimu sekarang meminta restu padaku untuk
menjadi Raja tanah Jawa, diriku tidak berwenang memberikan ijin, diriku
orang kecil, seorang wanita lagi. Nanti terbalik akhirnya. Sebab
seharusnya dirimu yang berwenang memberikan restu kepadaku, sebab dirimu
adalah Khalifatullah di tanah Jawa.Dirimu adalah orang tua, apa yang
kamu ucapkan bagaikan ludah berisi api (maksudnya bakal dituruti banyak
orang), diriku hanya tua tanpa arti, dirimulah yang tua karena kamu
sekarang Raja!"
(Bersambung)