Sudah
lama aku tak melihat kang jalal, teman sepondokanku dulu di pesantren.
Biarpun kang jalal itu santri senior, tetapi dia berkawan baik denganku.
Aku pun sangat menghormati kang jalal karena di samping seorang kawan
dia juga guruku dalam hal ilmu kebatinanil. Dulu sebelum aku mengenal
kang jalal, banyak santri-santri lainnya yang suka bercerita kalau kang
jalal itu punya linuwih yang mumpuni yang membuat dia disegani sama
santri-santri lainnya. Berbagai macam amalan kebatinan sudah dikuasai
oleh Kang jalal, termasuk amalan yang susah sekali dilakoni para santri
lainnya pun dengan mudah dilakoni kang Jalal, yaitu
Hizib Maghrobi.
Menurut
kang jalal sendiri, orang yang memiliki ilmu kebatinan tidak boleh
sembarangan menggunakannya, apalagi untukmenyakiti orang lain,
jelas-jelas itu sangat dilarang. Kang jalal selalu mewanti-wanti kepada
muridnya, termasuk aku ketika beliau mengijazahi ilmunya.
“Gus,
…kamu sudah banyak menguasai amalan-amalan yang aku kasih, tapi ada
satu yang tak akan kuberikan” Kata kang jalal suatu ketika
“Hijib Maghrobi .. ya kang?” tanyaku langsung menerka
“Iya, ..gus .. aku takut kamu nggak akan kuat karena resikonya besar sekali” sahut kang jalal
“Kalau kamu ingin mengamalkannya ..itu nanti ada masanya gus” Sambung Kang jalal dengan nada yang bergetar.
“Kalau
boleh tahu resikonya apa ya kang?” tanyaku lagi, tetapi sebelum beliau
menjawabnya ternyata pak Kyai telah memanggil beliau. Entahlah apa yang
diprbincangkan antara pak kyai dan kang jalal, yang aku lihat saat itu
setelah perbincangan selelsai kang Jalan langsung bekemas dan pergi
membawa segala perlengkapannya. Aku pun tak sempat menanyakan perihal
kepergiannya. Semua santri lainnya merasa kehilangan dengan kepergiannya
dan tak satu pun tak ada yang berani menanyakannya kepada Pak Kyai.
Sekarang
sudah tiga tahun aku meninggalkan pesantren. Aku kini menjadi seorang
guru di sebuah madrasah di tempat kelahiranku. Berita tentang
teman-teman santri lainnya tak kunjung ku ketahui, termasuk juga kabar
Kang jalal, tetapi biar bagaimanapun aku selalu mengingatnya. Apalagi
ilmu kebatinan yang pernah ia ijazahkan kepadaku dulu masih sering aku
amalkan bacaan-bacaannya untuk menyempurnakannya. Satu hal yang masih
membuat aku penasaran adalah Hizib Maghrobi.
Aku masih ingat kata-kata Kang jalal kalau Hizib Maghrobi itu ilmu
tingkat tinggi yang tak bisa dimiliki oleh sembarangan orang. Berangkat
dari rasa penasaranku akan khasiat Hizib Maghrobi, maka ingin sekali aku
mengamalkannya.
Sepulang
mengajar aku langsung ke rumah. Ku buka kembali dokumen-dokumen lamaku
yang masih tersimpan rapi di lemari. Seingatku dulu Kang Jalal pernah
memberikan secarik kertas yang isinya kalau nggak salah amalan-amalan
Hizib Maghrobi. Akhirnya setelah aku acak-acak semua dokumen, aku
menemukannya terselip di buku harianku dulu.
Sudah
tiga hari aku mengamalkan Hijib Maghrobi dan tidak ada efek apa-apa
yang terjadi di dalam tubuhku. Seminggu, sebulan, dua bulan aku terus
mengamalkannya dan lagi-lagi tak ada efek apa-apa. Aku khawatir
jangan-jangan aku tidak mampu mengamalkan Hizib Maghrobi. Tapi apa
salahnya, aku terus mencoba dan genap setahun pun tak terasa aku telah
mengamalkan Hijib Maghrobi.
Pada suatu malam kira-kira setahun lebih satu hari saat aku mengamalkan Hizib Maghrobi, timbul
getaran dalam hatiku yang sangat kuat yang membuat tubuh bergidik
seperti terkena sengatan listrik, lalu tatapan mataku seakan-akan
menjadi sangat tajam dan penuh optimis. Dan aku pun merasakan energi
alam menjadi tidak seimbang. Hingga entah sampai kapan keadaan itu
berlangsung karena aku tak sadarkan diri sampai pagi.
Saat
aku terbangun aku kaget mendapati diriku yang tidur sambil terduduk di
tempat biasa aku sholat. Aku baru inget kalau semalam aku mengamalkan
Hizib Maghrobi dan aku pun segera merapikan diri untuk bergegas mengajar
di Madrasah.
Seperti
biasanya di madrasah aku selalu bersenda guru, berkeluh kesah, dan
saling berbagi jika ada suatu masalah dengan teman pengajar lainnya.
“Gus
… hari ini masalahku banyak banget .. gajian masih lama, anak aku
sakit, dan tukang kredit dating terus ke rumah ..haduuuh pusing, mengkin
enak ya kalau hidup ini nggak ada masalah” Kata Darman, salah seorang
teman yang juga seprofesi denganku
“Man, setiap orang pasti punya masalah sendiri-sendiri, itu sudah resiko orang hidup man”Timpalku
“Kira-kira ada nggak ya orang yang nggak punya masalah? Tanya Darman dengan cirri khas kelakarnya yang membuatku tersenyum
“Ada
Man, orang mati, …kalau kamu pengen nggak ada masalah mending kamu mati
aja man ..hehe? Sahutku berkelakar juga. Tiba-tiba seketika Daman
tersedak hebat, kemudian muntah darah beberapa saat kemudian dia
meregang nyawa. Aku tersentak dan panik dengan kejadian yang begitu
tibatiba, Pengajar-pengajar yang lain pun berhamburan mengerubuti Darman
lalu menggotongnya dan parahnya mereka telah menuduhku membunuh Darman.
Aku kaget bukan main kenapa aku yang dipersalahkan. Beberapa saat
kemudian lima orang polisi memborgolku lalu membawaku ke sebuah ruang
tahanan sempit dan sebelumnya telah dihuni orang yang tak kukenal sama
sekali. Entah mungkin penjahat, perompak, atau bahkan seorang pembunuh.
“Apa yang membawamu kemari?” Tanya orang yang satu sel denganku
“Aku
tidak tahu, .. aku dituduh membunuh temanku, padahal aku tadi hanya
berbincang-bincang, bagaimana mungkin seorang teman tega membunuh
temannya!!” Jawabku geram sementara orang yang satu sel denganku terus
memandangiku seperti hendak menerkamku. Lama sekali ia memandangi ku
yang membuat aku merasa takut.
“Itulah resikonya … jika kamu mengamalkan Ilmu Hizib Maghrobi,
gus!!!” Tiba-tiba orang yang sedari tadi memandangiku terus angkat
bicara dan kata-katanya membuat aku tersentak hebat karena telah
mengenal namaku. Rasa penasaranku pun mulai tergelitik yang membuat aku
memperhatikan orang tersebut dari ujung kaki sampai kepala. Kulihat
rambut dan jenggotnya panjang tak terurus. Tubuhnya yang kurus dan
matanya yang cekung membuat aku sama sekali tak mengenalnya. Baru ketika
aku melihat tanda lahir di tangannya sepertinya aku pernah bertemu
dengan orang ini sebelumnya . Aku yakin, orang ini sepertinya tak asing
lagi bagiku. Dia adalah Kawanku sekaligus guruku, dia orang yang sangat
aku hormati dulu, dia adalah Kang Jalal.