Tampilkan postingan dengan label Tanggalan. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label Tanggalan. Tampilkan semua postingan

Senin

Sistem Penanggalan Kalender Jawa

Dalam kalender Jawa Tahun bukanlah satuan waktu terpanjang, di atas tahun itu masih terdapat Windu dan Lambang.

Lambang
Lambang merupakan jarak waktu 8 tahunan, terdapat 2 macam Lambang :
Langkir (8 tahun)
Kulawu (8 tahun)
Siklus total dari Lambang adalah 16 tahun. Pergantian antara satu Lambang dengan Lambang yang lain ditentukan pada setiap tanggal 1 sura tahun Alip (Lihat sistem tahun). 

Windu
Sama seperti lambang, windu mempunyai jarak waktu atau umur 8 tahun, terdapat 4 macam Windu.
  1. Adi (8 tahun)
  2. Kuntara (8 tahun)
  3. Sengara (8 tahun)
  4. Sancaya (8 tahun)
Siklus total dari seluruh windu adalah 32 tahun. Pergantian antara satu windu dengan yang lain adalah sama dengan lambang yaitu dimulai dari tahun Alip dan berakhir pada tahun Jumakir. Bila di gabungkan antara lambang dan windu maka siklus keduanya adalah sebagai berikut : Windu Adi, lambang Langkir -> Windu Kunthara, lambang Kulawu -> Windu Sengara, lambang Langkir -> dan Windu Sancaya, lambang Kulawu.
Masing-masing Windu memiliki arti sendiri-sendiri. Windu Adi memiliki artu utama, Windu Kuntara memiliki arti kelakuan, Sengara dapat berarti banjir sedangkan Sanjata adalah kekumpulan (persahabatan). 

Tahun
Terdapat 8 macam tahun menurut kalender jawa, 8 tahun ini memiliki umur antara 354 dan 355 hari
  1. Alip (354 hari)
  2. Ehe (355 hari)
  3. Jimawal (354 hari)
  4. Je (355 hari)
  5. Dal (354 hari)
  6. Be (354 hari)
  7. Wawu (354 hari)
  8. Jimakir (355 hari)
Jumlah hari pada table diatas tidaklah mutlak, karena pada akhirnya untuk menentukan tanggal 1 Sura, biasanya penanggalan jawa mengikuti sistem Hijriah. Seperti halnya Windo setiap tahun memiliki arti sendiri : Alip berarti mulai berniat, Ehe artinya melakukan, Jimawal artinya pekerjaan, Je artinya nasih, Dal artinya hidup, Be artinya selalu kembali, Wawu artinya kearah dan Jimakir artinya kosong.

Bulan
Seperti bulan Hijriah atau Masehi, maka penanggalan Jawa juga menganut sistem dengan 12 bulan, jumlah harinya antara 29 dan 30 (mengikuti siklus bulan).
  1. Sura (30 hari)
  2. Sapar ((Dal) 29/30 hari)
  3. Mulud (30 hari)
  4. Rabimulakir/Bakdamulud (29 hari)
  5. Jumadilawal ((Dal) 29/30 hari)
  6. Julmadilakhir ((Dal) 30/29 hari)
  7. Rajab/Rejeb (30 hari)
  8. Sadran/Ruwah (29 hari)
  9. Puasa/Pasa (30 hari)
  10. Sawal (29 hari)
  11. Dulkaidah/Sela (30 hari)
  12. Besar (29/(Tahun kabisat) 30 hari)
Terdapat bulan yang berubah jumlah harinya berdasarkan tahun Dal atau tidak : Sapar, Bakdamulud, Jumadilawal, Jumadilakhir. Dan ada juga yang berubah karena merupakan tahun kabisat yaitu Besar.

Sejarah Kalender Jawa

Kalender Jawa mulai digunakan di pulau Jawa sejak tahun 1625 Masehi. Sultan Agung yang merupakan raja Mataram sedang berusaha keras untuk menyebarkan agama Islam. Pada saat sebelumnya sistem penanggalan yang digunakan adalah Saka yang di adopsi dari India.

Kalender Saka
Sebelum beredarnya Kalender Jawa yang seperti saat ini, di pulau Jawa terutama pada jaman kerajaan Mataram, orang menganut penanggalan Saka atau Kalender Saka. Kalender ini berasal dari India dan menggunakan perhitungan bulan dan matahari. Kalender ini masuk ke Indonesia seiring dengan pengaruh agama Hindu yang mulai masuk ke Indonesia sejak abad ke 4/5. Di Indonesia, khususnya di Jawa dan Bali, sistem penanggalan ini di adaptasi lagi agar sesuai dengan corak penanggalan lokal.

Mulainya Kalender Jawa
Semenjak masuknya Islam di pulau Jawa, Sultan Agung yang telah menganut agama Islam berkehendak untuk menggunakan Kalender Islam (Hijriah) tanpa meninggalkan perhitungan Kalender yang telah ada. Maka dari itu munculah kalender Jawa yang merupakan adaptasi dari Kalender Islam. Hal ini dapat dilihat dari nama-nama bulan yang digunakan di Kalender Jawa yang sesuai dengan nama-nama bulan di Kalender Islam. Sedangkan adaptasi tetap di butuhkan untuk mengakomodasi kepentingan lokal saat itu. Pada contohnya penggunaan kalender Islam yang menggunakan 7 hari dalam seminggu sedangkan orang Jawa menggunakan sistem 5 hari dalam seminggu. Sistem ini tetap dipertahankan yang membuat kedua sistem ini tetap berjalan secara paralel hingga saat ini.
Tepatnya pada tahun 1633 Masehi, Sultan Agung mulai menggunakan kalender Jawa, untuk menjaga kesinambungan dengan tahun Saka yang digunakan saat itu maka tahun yang ditetapkan adalah 1547 Jawa bukan 1035 Hijriah. Hingga saat ini kalender Jawa tetap bertahan dan digunakan oleh sebagian masyarakat Jawa.

Satu Suro · Kalender Jawa

Tanggal satu suro menandakan awal tahun baru dalam kalender jawa. Tanggal ini bertepatan dengan 1 Muharram yang juga merupakan tahun baru Islam. Dalam tradisi masyarakat Jawa, satu suro memiliki makna tersendiri, dan di banyak daerah satu suro ini diperingati dengan berbagai macam kegiatan.


Lek-lekan
Lek-lekan dapat diartikan begadang, ini dapat
dilakukan di kampung-kampung, seperti di pos ronda contohnya. Masyarakat
berkumpul, mengobrol sambil menanti datangnya pagi.


Tapa Bisu
Ritual tapa bisu dilakukan menjelan dini hari dengan cara mengelilingi benteng keraton dengan tetap membisu. Ini dilakukan untuk mawas diri dan merenung mengenai hal-hal yang telah dilakukan selama satu tahun sebelumnya, selain itu perenungan ini juga dilakukan untuk berpikir mengenai hubungan manusia dengan Tuhan YME.


KungKum
Kungkum atau berendam di sungai atau di sendang air, dilakukan untuk membersihkan badan sambil merenung.


Kirab Kebo Bule
Kebo Bule atau Kerbau albino adalah binatang peliharaan keraton. Kirab kebo bule dimulai biasanya pada malam hari, dimana sang kerbau tanpa digiring oleh siapa pun akan berjalan ke halaman keraton. Orang-orang akan ramai untuk mengikuti kebo-kebo bule tersebut.


MAKNA SPIRITUAL DAN FILOSOFIS HANACARAKA: KAJIAN KEBATINAN JAWA DALAM PERSPEKTIF

  MAKNA SPIRITUAL DAN FILOSOFIS HANACARAKA: KAJIAN KEBATINAN JAWA DALAM PERSPEKTIF MAHASISWA   Disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah Fils...