Menteri Keuangan Baru: Gaya Koboy, Harapan Baru, atau Drama Lama?
Pemerintahan baru Presiden Prabowo Subianto baru saja dimulai, tapi sudah banyak obrolan seru di warung kopi sampai grup WhatsApp keluarga. Bukan soal siapa yang dapat kursi menteri, tapi soal gaya Menteri Keuangan baru: Purbaya Yudi Sadewa.
Kalau Sri Mulyani dulu dikenal seperti “ibu guru killer” yang fokus menjaga stabilitas, maka Purbaya ini lebih mirip “koboy kampus”—berani ngomong blak-blakan, gaya santai, tapi janjinya mau kasih pertumbuhan ekonomi.
Pertanyaannya: apakah gaya koboy ini bisa menyelamatkan ekonomi Indonesia?
Dana Rp 200 Triliun: Stimulus atau Simsalabim?
Langkah pertama Purbaya bikin heboh: mindahin Rp 200 triliun dari BI ke bank-bank BUMN (Himbara). Katanya biar ekonomi ngebut, UMKM kebagian, lapangan kerja tercipta.
Tapi Prof. Didin S. Damanhuri, Guru Besar IPB, kasih peringatan: hati-hati, jangan sampai duit segede itu cuma mampir ke kantong korporasi besar. Kalau ujung-ujungnya cuma jadi bancakan rente, UMKM bisa cuma dapat… brosur.Utang dan Pendapatan: Jangan Cuma Andelin Pajak
Indonesia ini ibarat orang yang gajinya pas-pasan tapi cicilan numpuk. Utang negara gede banget, sementara penerimaan negara bocor di mana-mana.
Solusi Prof. Didin:
-
Stop akal-akalan transfer pricing korporasi.
-
Revisi bagi hasil sumber daya alam. Kalau sekarang 70% buat korporasi, 30% buat negara, ya jelas tekor. Balik aja ke pola Soeharto: 60% buat negara, 40% buat perusahaan.
Bayangin kalau itu jalan, negara nggak perlu ngutang banyak-banyak, rakyat pun bisa lebih makmur.
Politik dan Ekonomi: Sepasang Sepatu, Bukan Sandal Jepit
Prof. Didin tegas bilang: jangan mimpi ekonomi beres kalau politik masih penuh kolusi.
Reformasi politik harus jalan paralel:
-
UU Pemilu & Partai yang nggak bikin politisi jadi “ATM berjalan”.
-
KPK & KPPU yang kuat, bukan sekadar macan ompong.
-
Putus rantai mesra antara pejabat dan pengusaha rente.
Singkatnya, politik harus jadi lapangan bola yang fair, bukan arena main bola pake wasit sendiri.
Middle-Income Trap: Indonesia Jalan di Tempat
Sudah 20 tahunan Indonesia terjebak di level “negara menengah”. Ibarat naik motor, gas udah pol tapi gigi masih dua. Kalau nggak ada industrialisasi dan gebrakan serius, bisa-bisa kita masuk kategori “negara gagal”.
Nah, pemerintahan Prabowo dianggap sebagai “new hope”. Kasus korupsi timah dan minyak mulai dibongkar, wacana RUU Perampasan Aset udah diangkat. Tinggal dibuktikan: serius atau cuma headline buat nyenengin rakyat?
Kesimpulan: Harapan Emas atau Emas-Emasan?
Indonesia sekarang ada di persimpangan jalan. Mau menuju Indonesia Emas 2045 atau jadi negara gagal, semuanya ditentukan sekarang.
Kalau pemerintah berani reformasi total—ekonomi plus politik—rakyat kecil bisa merasakan hasil. Tapi kalau cuma setengah hati, ya siap-siap aja kita jadi penonton di rumah sendiri, sementara kekayaan negeri dijual murah.
💡 Pesan buat rakyat jelata macam kita:
Jangan cuma jadi penonton pasif. Kritik boleh, berharap juga boleh. Tapi tetap kawal, suarakan, dan jangan biarin reformasi ini jadi sekadar jargon politik. Karena kalau rumah besar bernama Indonesia ini roboh, yang ketiban genteng bukan cuma elite, tapi kita semua.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Silahkan tulis komentar anda disini, bisa berupa: Pertanyaan, Saran, atau masukan/tanggapan.