Rabu

HAM PANCASILA SEBAGAI TANGGUNG JAWAB SOSIAL BERMARTABAT: SEBUAH PENDEKATAN FILOSOFIS DAN OPERASIONAL

HAM PANCASILA SEBAGAI TANGGUNG JAWAB SOSIAL BERMARTABAT: SEBUAH PENDEKATAN FILOSOFIS DAN OPERASIONAL


ABSTRAKSI

Ikon HAM dan Pancasila

Visualisasi lambang Pancasila dan ikon hak asasi manusia sebagai pengantar visual menuju konten utama.

Tulisan ini membahas Hak Asasi Manusia (HAM) dalam perspektif Demokrasi Pancasila sebagai pendekatan yang tidak hanya berorientasi pada kebebasan individual, tetapi juga menjunjung tinggi nilai-nilai keindonesiaan seperti gotong royong, toleransi, dan keadaban sosial. Dengan mengkritisi model HAM liberal yang cenderung absolut dan individualistik, naskah ini menawarkan pendekatan alternatif yang kontekstual dan berakar pada norma agama, adat istiadat, serta budaya lokal. Disertai analisis filosofis, operasional, dan studi kasus, tulisan ini memberikan panduan praktis bagi legislator, masyarakat sipil, dan dunia pendidikan untuk menerapkan HAM secara proporsional, bermartabat, dan berkeadilan. Tujuannya adalah menciptakan harmoni antara hak dan kewajiban serta membangun tatanan sosial yang berkeadaban dan inklusif.


KATA PENGANTAR

Foto Bung Hatta – Pejuang HAM dan Demokrasi Pancasila

"Hak asasi manusia bukan hanya hak untuk hidup, tapi hak untuk hidup bermartabat dalam masyarakat yang adil dan beradab." — Mohammad Hatta

Naskah ini hadir sebagai refleksi mendalam atas pentingnya pendekatan Hak Asasi Manusia (HAM) yang berakar pada nilai-nilai kebangsaan Indonesia. Di tengah derasnya arus globalisasi dan pengaruh liberalisme barat yang cenderung mengedepankan kebebasan absolut, Indonesia perlu menawarkan model alternatif yang lebih berkeadaban, kontekstual, dan sesuai dengan identitas kolektif bangsa. Oleh karena itu, dokumen ini berupaya menyajikan pendekatan filosofis dan operasional tentang HAM berbasis Pancasila, dengan harapan dapat menjadi acuan dalam membangun demokrasi yang tidak hanya menjunjung kebebasan, tetapi juga keadilan dan tanggung jawab sosial.


Siluet Masyarakat Gotong Royong

BAB I. PENDAHULUAN

Hak Asasi Manusia (HAM) dalam perspektif Demokrasi Pancasila bukanlah semata-mata konsep kebebasan individual yang berdiri sendiri dan terlepas dari keterikatan sosial, budaya, dan spiritual masyarakat Indonesia. HAM dalam kerangka ini tidak lahir dari semangat liberalisme Barat yang menekankan otonomi individu tanpa batasan moral. Sebaliknya, HAM dalam Demokrasi Pancasila merupakan pengejawantahan nilai-nilai keindonesiaan yang menjunjung tinggi keharmonisan, gotong royong, dan keselarasan antara hak dan kewajiban.

Model HAM Pancasila adalah sintesis antara prinsip universal martabat manusia dan nilai khas Indonesia seperti musyawarah, solidaritas sosial, dan keadaban. Dalam kerangka ini, HAM bukan hanya kebebasan pribadi, tetapi juga tanggung jawab kolektif dalam kehidupan berbangsa.

"HAM Pancasila adalah sintesis Timur-Barat: mengadopsi universalitas martabat manusia, namun berakar pada nilai ketuhanan dan kegotongroyongan Nusantara."


BAB II. KARAKTERISTIK HAM DALAM DEMOKRASI PANCASILA

  1. Menolak Absolutisme Hak
    Pasal 28J UUD 1945 menegaskan bahwa pelaksanaan HAM harus mempertimbangkan hak orang lain serta norma yang hidup dalam masyarakat.

  2. Berbasis Nilai Religius dan Budaya Lokal
    HAM dijalankan dengan mematuhi norma agama, adat, dan budaya lokal. Hal ini menjadikan HAM Pancasila bersifat kontekstual dan berakar pada identitas nasional.

  3. Tanggung Jawab Kolektif sebagai Prasyarat Kebebasan
    Hak individu tidak dapat dipisahkan dari kewajiban sosial. Kebebasan bermakna jika dijalankan dengan kesadaran akan tanggung jawab terhadap masyarakat.


BAB III. REKOMENDASI OPERASIONAL

1. Untuk Legislator:

  • Revisi UU HAM No. 39 Tahun 1999 dengan menambahkan klausul kepatuhan pada nilai agama dan budaya lokal sebagai batasan etis.

2. Untuk Masyarakat Sipil:

  • Bangun sistem pemantauan HAM berbasis komunitas yang melibatkan tokoh agama, adat, dan pemuda lokal.

3. Untuk Dunia Pendidikan:

  • Kembangkan modul pembelajaran HAM kontekstual berbasis studi kasus lokal seperti konflik lahan adat, diskriminasi kepercayaan, dan pemulihan korban kekerasan sosial.


BAB IV. TANTANGAN IMPLEMENTASI & SOLUSI PANCASILAIS

1. Politik Identitas

  • Isu agama dan SARA kerap digunakan untuk diskriminasi, seperti kasus penyerangan gereja di Temanggung (2023).

2. Diskriminasi Sistemik

  • Beberapa kebijakan lokal masih memuat unsur diskriminatif, misalnya perda yang melarang aktivitas Ahmadiyah atau perlakuan terhadap penghayat kepercayaan.

3. Globalisasi vs Budaya Lokal

  • Individualisme ekstrem akibat globalisasi mulai menggerus nilai gotong royong. Indeks gotong royong nasional menurun 15% sejak 2019.

Solusi Berbasis Pancasila:

Tantangan Solusi Sila Terkait Implementasi
Intoleransi Sila 1 + Sila 3 Dialog lintas iman, didanai APBD
Kesenjangan Ekonomi Sila 5 Program padat karya komunitas lokal
Korupsi Sila 2 + Sila 4 LHKPN dan sanksi tegas bagi pelanggar

BAB V. IMPLEMENTASI: NORMA AGAMA DAN BUDAYA SEBAGAI PAGAR HAM

1. HAM Universal:

  • Hak hidup, pendidikan, dan kesehatan dijalankan lewat program seperti BPJS Kesehatan dan UU Disabilitas.

2. HAM Dibatasi oleh Nilai Sosial:

Atas Nama Agama:

  • Pernikahan sesama jenis ditolak karena bertentangan dengan fatwa MUI dan UU Perkawinan.

  • Pembatasan terhadap aliran kepercayaan "menyimpang" (misalnya Ahmadiyah) melalui SKB Tiga Menteri 2008.

Atas Nama Budaya:

  • Adat Sasi di Maluku dan Awig-awig di Bali menjaga kelestarian lingkungan dan spiritualitas lokal.

Data Harmonisasi HAM dan Norma Sosial:

  • Survei Komnas HAM 2023:

    • 65% masyarakat menyatakan HAM harus disesuaikan dengan nilai agama.

    • 78% menolak promosi LGBT, tetapi 70% setuju bahwa kelompok LGBT tetap harus dilindungi dari kekerasan.


BAB VI. FILOSOFI HAM PANCASILA: ANTARA HAK & TANGGUNG JAWAB

1. HAM Bukan Hak Absolut:

  • Pasal 28J UUD 1945: "Setiap orang wajib menghormati hak asasi manusia orang lain..."

  • Batasan: norma agama, nilai kemanusiaan, ketertiban umum, dan kepentingan nasional.

2. Teosentris-Antroposentris:

  • HAM melekat karena martabat manusia (antroposentris), tetapi pelaksanaannya tunduk pada nilai ketuhanan (teosentris).

3. Perbandingan dengan Demokrasi Liberal:

Aspek Demokrasi Pancasila Demokrasi Liberal
Sumber HAM Pancasila + UUD 1945 Deklarasi Universal HAM
Batasan HAM Agama, budaya, ketertiban Asalkan tidak merugikan
Contoh Kasus LGBT tidak bisa menikah LGBT bisa menikah

BAB VII. PENUTUP: HAM YANG BERADAB, BERETIKA, DAN BERKONTEKS

HAM dalam Demokrasi Pancasila adalah hak yang diiringi tanggung jawab sosial. Ia bukan kebebasan absolut, melainkan kebebasan yang dibingkai oleh norma sosial dan nilai ketuhanan. HAM model ini menjaga harmoni sosial dan memastikan bahwa hak individu tidak mencederai kepentingan bersama.

Dengan demikian, Indonesia melalui Demokrasi Pancasila menghadirkan model HAM yang tidak hanya relevan secara lokal, tetapi juga layak dijadikan referensi global sebagai pendekatan berkeadilan, beretika, dan bermartabat.

"HAM bukan sekadar hak, melainkan juga tanggung jawab untuk hidup dalam keadaban."


DAFTAR PUSTAKA

Adisusilo, S. (2021). Pendidikan Kewarganegaraan Berbasis Nilai Pancasila. Jakarta: Rajawali Pers.

Komnas HAM. (2023). Laporan Tahunan Komnas HAM. Jakarta: Komisi Nasional Hak Asasi Manusia.

Mahfud MD. (2012). Politik Hukum di Indonesia. Jakarta: LP3ES.

Nurrohman, E. (2019). HAM dalam Perspektif Islam dan Pancasila. Bandung: Pustaka Setia.

Simorangkir, J.C.T. (2004). Filsafat Pancasila Menurut Bung Karno. Jakarta: Yayasan Bung Karno.

UUD Negara Republik Indonesia Tahun 1945 dan Perubahannya.

UU No. 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia.

UU No. 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan.

UU No. 8 Tahun 2016 tentang Penyandang Disabilitas.

SKB Tiga Menteri Tahun 2008 tentang Ahmadiyah.


LAMPIRAN

Lampiran 1: Hasil Survei Komnas HAM 2023

  • Tingkat penerimaan HAM berbasis nilai agama dan budaya: 65%

  • Penolakan promosi LGBT: 78%

  • Persetujuan perlindungan dasar terhadap kelompok rentan: 70%

Lampiran 2: Contoh Studi Kasus Lokal dalam Implementasi HAM

  • Kasus Kendeng (Jawa Tengah): Konflik lahan adat vs pembangunan pabrik semen

  • Kasus Sapta Darma (Jawa Timur): Diskriminasi penghayat kepercayaan

  • Kasus Flores Timur: Posko HAM berbasis desa menangani pelanggaran berbasis adat

Lampiran 3: Regulasi Terkait

  • UU No. 39 Tahun 1999 tentang HAM

  • UU No. 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan

  • SKB Tiga Menteri Tahun 2008 tentang Ahmadiyah

  • UU No. 8 Tahun 2016 tentang Penyandang Disabilitas


RESUME

Tulisan ini menegaskan bahwa pendekatan terhadap Hak Asasi Manusia (HAM) dalam Demokrasi Pancasila bukan sekadar adaptasi dari model liberal Barat, tetapi merupakan sintesis filosofis dan operasional yang berakar pada nilai-nilai religius, budaya, dan kearifan lokal. HAM dalam perspektif ini menolak absolutisme hak dan menempatkan kebebasan individu dalam bingkai tanggung jawab sosial. Dengan menjunjung norma agama, adat, dan kepentingan umum, model HAM Pancasila menjadi alternatif progresif dan kontekstual yang selaras dengan identitas bangsa Indonesia.

Rekomendasi operasional diberikan kepada tiga aktor utama: legislator, masyarakat sipil, dan institusi pendidikan. Selain itu, tantangan seperti politik identitas, diskriminasi sistemik, dan dampak globalisasi dijawab melalui pendekatan berbasis sila-sila Pancasila. Semua ini membuktikan bahwa HAM Pancasila bukan sekadar teori, melainkan model yang dapat diimplementasikan secara nyata dan inklusif.


KESIMPULAN AKHIR

HAM dalam Demokrasi Pancasila mengedepankan keseimbangan antara hak dan kewajiban, antara kebebasan dan keadaban. Pendekatan ini menawarkan jalan tengah yang tidak ekstrem ke kiri (liberalisme absolut) maupun ke kanan (otoritarianisme). Ia menghargai martabat manusia sekaligus menjunjung tinggi nilai-nilai luhur bangsa.

Dengan berakar pada nilai ketuhanan, kemanusiaan, persatuan, musyawarah, dan keadilan sosial, HAM Pancasila menjadi solusi kontekstual atas berbagai problematika HAM di era globalisasi. Model ini tidak hanya memperkuat kohesi sosial, tetapi juga menjamin perlindungan hak dasar secara beretika dan bermartabat.

Ke depan, implementasi HAM berbasis Pancasila harus terus diperkuat melalui legislasi, partisipasi komunitas, dan edukasi publik agar cita-cita demokrasi yang berkeadaban dapat terwujud secara nyata dalam kehidupan berbangsa dan bernegara.


  • HAM (Hak Asasi Manusia): Hak dasar yang dimiliki setiap manusia sejak lahir yang tidak dapat dicabut.

  • Demokrasi Pancasila: Sistem pemerintahan yang berlandaskan pada nilai-nilai Pancasila.

  • Absolutisme Hak: Pandangan bahwa hak individu bersifat mutlak tanpa pembatasan.

  • Teosentris: Berpusat pada Tuhan sebagai sumber nilai dan moralitas.

  • Antroposentris: Berpusat pada manusia sebagai makhluk bermartabat.

  • Gotong Royong: Kerja sama kolektif antarwarga sebagai bentuk solidaritas sosial.

  • Norma Sosial: Aturan tidak tertulis dalam masyarakat yang mengatur perilaku berdasarkan nilai dan budaya.

  • SARA: Singkatan dari Suku, Agama, Ras, dan Antargolongan, sering dikaitkan dengan isu diskriminasi.

  • Awig-awig: Hukum adat yang berlaku di masyarakat Bali.

  • Adat Sasi: Sistem larangan tradisional di wilayah Indonesia Timur untuk melindungi sumber daya alam.

  • SKB Tiga Menteri: Surat Keputusan Bersama yang dikeluarkan oleh tiga kementerian.

  • LHKPN: Laporan Harta Kekayaan Penyelenggara Negara.

     

Terima Kasih !

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Silahkan tulis komentar anda disini, bisa berupa: Pertanyaan, Saran, atau masukan/tanggapan.